Selasa, 23 April 24

Mempolemikkan Pancasila Harus Dimotori Orang-orang Berderajat Filsuf

Mempolemikkan Pancasila Harus Dimotori Orang-orang Berderajat Filsuf
* Pancasila. (Foto: Wikipedia)

Oleh: Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute

 

Kalau dibilang Pancasila bukan produk asli bangsa kita, ya jelas lebay juga. Pancasila memang lahir melalui dialog interaktif dengan berbagai aliran pemikiran dan aneka ideologi dunia yang berkembang kala itu. Bahkan juga dengan menyerap kearifan para ulama dan agamawan dalam menangkap saripati spiritual agama-agama dari ke kekedalaman batinnya.

Alhasil, Pancasila sejatinya merupakan produk para founding fathers dalam menyelami watak dan liku-liku jiwa Indonesia. Jiwa yang kita pandang sebagai inti dari budaya Indonesia. Sudah barang tentu kekuatan spiritual Islam sangat berkontribusi pada lahirnya Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.

Keberhasilan Bung Karno dan para founding fathers melahirkan Pancasila, merupakan hasil daya upaya untuk membebaskan diri dari dua penyakit spiritual bangsa kala itu, yang celakanya kambuh lagi sekarang. Yaitu bebas dari snobisme, alias tukang niru dan nyontek lapis luar pikiran dan gaya hidup bangsa lain. Kedua, bebas dari kecenderungan umum untuk terbelenggu pada pengetahuan umum. Pada sesuatu yang konvesional. Tidak berani out of the box.

Melalui Pancasila para pemimpin bangsa telah menemukan kembali kekuatan kepribadian dan karakternya yang orisinal. Adapun pemikiran dan aliran ideologi asing yang mereka geluti kala itu, hanya untuk memantik munculnya wawasan baru dan cara pandang baru yang khas Indonesia.

Justru kearifan macam inilah yang sekarang lagi mati suri, sehingga polemik Pancasila pun melebar ke mana mana. Bukannya jadi landasan bersama sekaligus perangkat analisis untuk membahas wacana masa lalu.

Sehingga pro kontra tentang Pancasila ini, malah menjurus ke fanatisme dua kubu. Yang satu terlalu fanatik mendukung dan meromantisir mentah-mentah Pancasila secara snobisme itu tadi. Pada kutub ekstrem seberangnya, secara apriori antipati pada Pancasila.

Dengan begitu dua kutub ekstrem ini sama sama tidak paham Pancasila. Kedua kutub ekstrem sama-sama hanya menyentuh lapis luar persoalan. Bukannya masuk ke inti pandangan, mengapa akhirnya Pancasila ditetapkan sebagai dasar falsafah negara. Artinya, Pancasila merupakan falsafah kolektif bangsa.

Maka itu kalau mau mempolemikkan Pancasila harus dimotori orang+orang yang berderajat filsuf. Bukan sekadar ahli filsafat.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.