
Jakarta, Obsessionnews – Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung adanya kontrak-kontrak tambang yang merugikan Indonesia selama ini yang harus diperbaiki ketika kontrak tersebut berakhir. Dalam pidato politik saat pembukaan Kongres IV PDIP di Hotel Inna Grand Bali Beach Sanur, Bali, Kamis (9/4/2015), Megawati menyerukan agar Indonesia harus benar-benar tangguh di dalam melakukan renegosiasi kontrak tambang yang sebentar lagi banyak yang akan berakhir.
Menurut Megawati, kini saatnya dalam kepemimpinan nasional yang baru kontrak Merah Putih harus ditegakkan. Demikian pula BUMN harus diperkuat dan menjadi pilihan utama kebijakan ekonomi agar Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Sekarang ini ditenggarai kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. “Inilah sisi gelap kekuasaan saudara-saudara, waspadalah,” kata Megawati.
Guna mencegah hal tersebut suatu komitmen untuk menjalankan pemerintahan negara yang berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri dan berkepribadian dalam bidang budaya, maka konsesi itu adalah jawaban atas realitas Indonesia yang saat ini begitu bergantung kepada bangsa lain. Apakah ini arti akan menutup diri dari bangsa-bangsa lain di dunia, menurut Megawati tidak. Tapi mengajak bekerja sama dengan mereka di seluruh dunia untuk membesarkan Indonesia Raya.
Terkait pernyataan Megawati tersebut, Komandan Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM) Binsar Effendi Hutabarat justru meminta PDI Perjuangan sebagai partai penguasa untuk mengingatkan terus pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) harus cermat renegosiasi kontrak tambang.
Sepanjang 2015 – 2021, ada 28 Blok Migas yang akan habis masa kontraknya. Berdasarkan peraturan, kontrak pengelolaan Blok Migas di Indonesia sepanjang 30 tahun. Lalu untuk perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Migas diberikan selama 20 tahun. “Maksimal, pengelolaan Blok Migas di Indonesia selama 50 tahun, setelah itu diserahkan kepada negara dan negara memberikan kepada BUMN Migas, yakni Pertamina, untuk 100% mengelolanya,” jelas Binsar.
Ia menyebut terlihat jelas, bahwa dari 28 Blok Migas yang akan berakhir masa kontraknya itu, AS merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam industri migas Indonesia. Dari Barat ada AS, Inggris, Italia, Perancis, Norwegia, Australia. Dari Asia ada Malaysia, China, Jepang. Salah satu pemain terbaru di Migas Indonesia adalah StatOil asal Norwegia. StatOil adalah perusahaan migas milik Rothschild Norway Group yang dibawa masuk ke Indonesia. StatOil telah menguasai 2 Blok yaitu Karama (Sulawesi) dan Halmahera II (Maluku). Saat ini, StatOil tengah mengincar Blok Natuna Alpha-D yang memiliki cadangan gas bumi skala besar.
Binsar mempertanyakan, kenapa para raksasa migas asing terus menurunkan produksi migasnya menjelang masa habis kontrak? Jawabannya, kata Binsar, “Sederhana, dengan menurunkan produksi secara berkala, kontrak harus diperpanjang dan perlu eksplorasi tambahan. Dengan cara ini, raksasa migas asing itu memperoleh dua keuntungan. Pertama, didapat perpanjangan kontrak Blok Migas; dan kedua, kontrak baru di Blok Migas lain bisa diperoleh.”
Dalam konteks ini, lanjut Binsar yang juga Ketua FKB KAPPI Angkatan 1966, Negara terus dibohongi oleh raksasa migas asing ini. Dengan segala tipu daya raksasa migas asing turunkan produksi untuk naikkan harga BBM. “Dengan segala tipu daya raksasa migas asing dapatkan perpanjangan kontrak dan kontrak baru di blok migas lain. Dengan segala tipu daya raksasa migas asing pula, tidak bayarkan royalti kepada Indonesia,” tandas Komandan GNM.
Menurut Binsar, GNM menilai sangat penting menyambut seruan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati, agar Presiden Jokowi dan Wapres JK harus concern terhadap persoalan migas. Faktanya, selama 2015 – 2021, terdapat 28 Blok Migas yang habis masa kontrak, dan menjadi tanggung jawab pemerintahan 2014 – 2019. Maka agar kedaulatan energi tercapai sesuai dengan semangat Trisakti Bung Karno dan misi Nawacita serta demi berdikari dibidang ekonomi terwujud, tentu kemakmuran rakyat bisa mendekati.
“Lantas kenapa wacana ini seolah disorot oleh PDI Perjuangan? “Sederhana, raksasa migas asing yang akan habis masa kontrak Migasnya tidak ingin isu ini menjadi opini publik. Pasalnya, perpanjangan kontrak migas akan selalu menjadi hal sensitif di pemerintahan negara manapun. Selalu ada pertarungan nasional versus asing pada periode jelang habis masa kontrak Migas di negara mana pun. Dengan pihak PDI Perjuangan yang menterukan, maka pemerintahan Jokowi-JK menjadi perlu membenahinya,” ungkap Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (SPKP).
Sebelumnya, kata dia, GNM sudah sampaikan hal ini melalui surat resminya kepada Presiden Jokowi, dan juga dilansir oleh media online. Akan tetapi mengingat yang GNM nilai selama beberapa bulan ini, baik Menko Perekonomian Sofjan Djalil, Menteri ESDM Sudirman Said maupun Menteri BUMN Rini Soemarno, yang rupanya juga penggiat neo-lib.
“GNM jelas meminta Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja menteri terkait migas, dan jika perlu direshuffle untuk memenuhi seperti yang tersirat dalam pidato politik Megawati dalam Kongres IV PDI Perjuangan itu. Fokus pemerintahan Jokowi-JK pada konteks renegosisasi kontrak Migas yang akan merugikan negara lagi, memang harus dihentikan dan GNM mendorong PDI Perjuangan terus mengingatkan pemerintah yang dimenangkannya,” tandas Binsar. (Asma)