
Jakarta, Obsessionnews.com – Diberitakan media massa dan medsos, Presiden Jokowi akan meresmikan Masjid Raya Jakarta Barat pada Minggu, 16 April 2017. Sekda Pemprov DKI Saefullah menyampaikan, Masjid Raya tersebut akan diberi nama Masjid KH Hasyim Ashari.
Pengamat politik Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap mengatakan, pendukung buta Ahok (buta data, buta fakta dan buta angka) mengklaim masjid ini merupakan kerja nyata Ahok-Djarot. Fasilitas agama Islam ini pun dijadikan bahan kampanye Ahok-Djarot untuk meraih suara pemilih umat Islam pada Pilkada DKI tanggal 19 April mendatang.

Betulkah pembangunan Masjid Raya Jakarta itu sebagai kerja nyata Ahok-Jarot? “Tidak. Itu klaim palsu doang!” ujar Muchtar ketika dihubungi Obsessionnews.com, Senin (10/4).
Muchtar menjelaskan, pembangunan masjid ini dimulai saat Jokowi menjabat gubernur. Prakarsa pembangunan masjid disetujui DPRD tahun 2012. Dan mulai dikerjakan Jokowi pada tahun 2013. Jokowi meletakkan batu pertama pembangunan masjid yang diberi nama Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari, seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan bersuku Jawa.
“Gubernur Ahok hanya nerusi. Klaim kerja nyata Ahok-Djarot adalah manipulasi fakta sejarah. Selama lima tahun Pemprov DKI hanya mampu bangun satu unit Masjid Raya se-DKI, padahal ada lima kotamadya dan satu kabupaten,” tandas Muchtar.
Ia megatakan, masjid itu harus bernuansa budaya Betawi, bukan Jawa. Jadi sangat mengada-ada kalau nama masjid diganti nama bukan orang Betawi. Tidak sesuai dengan semangat awal pembangunan.
Berdasarkan Perda No.2 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKi tahun 2014-2017, ada kebijakan penataan bangunan dan gedung pemerintah yang bernuansa budaya Betawi. Bidang urusan perumahan rakyat membangun masjid raya bernuansa Betawi di Jakarta Barat. Target capaian terbangunnya sebuah masjid raya bernuansa budaya Betawi di Jakarta Barat. Bernuansa budaya Betawi tentu saja bermakna produk masyarakat Betawi, bukan masyarakat Jawa seperti KH Hasyim Ashari.
“Manipulasi nama tokoh hanya untuk kepentingan politik suara pemilih NU di DKI dalam Pilkada 2017 tentu harus dihilangkan. Nama masjid sangat layak diambil dari tokoh masyarakat Betawi, bukan Jawa,” tegasnya.
Sesuai regulasi, target selesai pembangunan masjid pada tahun 2016. Tetapi, kenyataannya mundur hingga April 2017. Terjadi keterlambatan waktu finalisasi pekerjaan fisik.
Pemprov DKI hanya berencana membangun satu unit masjid raya di DKI untuk lima tahun anggaran berlangsung (2013-2017).
Menurut Muchtar, pendukung buta Ahok menjadikan peresmian masjid ini sebagai bahan untuk kampanye bahwa Ahok care terhadap umat Islam DKI, dan Ahok bukan penista agama Islam.
Muchtar lantas membeberkan data, fakta dan angka tentang sikap dan kebijakan Ahok yang merugikan kepentingan umat Islam DKI, antara lain:.
Pertama, mengeluarkan pernyataan tidak pantas berhubungan dengan ayat Al Qur’an. Kini dia telah menjadi terdakwa dugaan penistaan agama Islam.
Kedua, mengeluarkan pernyataan tidak jujur terkait sekolah Islam 9 tahun. Padahal ia tidak pernah bersekolah di sekolah Islam.
Ketiga, bersikeras menentang Peraturan Menteri Perdagangan melarang penjualan minuman keras.
Keempat, mengeluarkan pernyataan tidak pantas terkait minuman keras saat terjadi polemik tuntutan pelarangan miras. Ia mempertanyakan salahnya bird an apakah ada orang mati karena bir.
Kelima, mengusulkan melegalkan prostitusi.
Keenam, mengusulkan membuat apartemen Khusus untuk pelacuran.
Ketujuh, mengusulkan pekerja seks komersial (PSK) alias pelacur membuat sertifikat.
Kedelapan, mengeluarkan pernyataan tidak pantas saat terjadi polemik pelegalan prostitusi, yaitu menyebut orang Indonesia munafik.
Kesembilan, mengeluarkan pernyataan tidak pantas, yakni akan meresmikan lokalisasi pelacuran Kalijodoh jika berada dalam jalur hijau.
Kesepuluh, mempersoalkan kewajiban berbusana muslim di sekolah bagi siswa-siswi muslim di hari Jumat.
Kesebelas, mengeluarkan pernyataan tidak pantas, yakni menyebut jilbab seperti serbet.
Ketiga belas, mengeluarkan kebijakan mengganti kewajiban seragam muslim di hari Jumat (jilbab) dengan kebaya encim. Kebijakan ini ditarik kembali setelah mendapat banyak protes.
Keempat belas, mengusulkan penghapusan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri tentang pembangunan rumah Ibadah. SKB 2 Menteri mengharuskan pembangunan rumah Ibadah mendapat persetujuan masyarakat setempat.
“Intinya, pembangunan Masjid Raya Jakarta Barat bukan kerja nyata Ahok-Djarot. Itu hanya klaim palsu doang. Sebaliknya, Ahok justru bersikap merugikan kepentingan umat Islam,” kata Muchtar.
Gubernur baru DKI, lanjutnya, jangan meneruskan sikap Ahok terhadap kepentingan umat Islam. Lakukan hubungan sinergis dan strategis dengan umat Islam DKI, sehingga terlaksana sukses implementasi visi, misi dan program gubernur baru yang dijanjikan dalam kampanye Pilkada 2017.
“Ajukan dan laksanakan program pembangunan masjid raya di kota/kabupaten luar Kota Jakarta Barat. Jangan lagi sakiti hati umat Islam DKI,” pungkasnya. (arh)
Baca Juga:
Ahok Cetak Sejarah Lakukan Penggusuran Paling Brutal
Kasus e-KTP , Nama Ahok Ada di Nomor 30
TEMPO Ungkap Ahok Terima Uang e-KTP