Sabtu, 9 Desember 23

Masjid Agung Demak, Pusat Syiar Islam di Jawa

Masjid Agung Demak, Pusat Syiar Islam di Jawa

Demak, Obsessionnews – Berbicara tentang penyebaran agama Islam di Pulau Jawa tentunya erat kaitannya dengan kehadiran Masjid Agung Demak, Jawa Tengah. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Raden Patah bersama para ulama atau yang lebih terkenal dengan sebutan Wali Sanga, mendirikan Masjid Agung Demak sebagai tempat berkumpul dan pusat syiar Islam.

Masjid Agung Demak didirikan pada 1479 Masehi oleh seorang putra Bupati Brawijaya yang bernama Raden Patah. Dalam pembangunannya, masjid ini dibuat melalui beberapa tahap. Awalnya Masjid Agung Demak merupakan kompleks Pondok Pesantren Glagahwangi yang diasuh oleh Sunan Ampel. Kemudian baru pada 1477 pondok pesantren tersebut dibangun ulang menjadi sebuah masjid yang diberi nama Masjid Kadipaten Glagahwangi Demak.

Selang beberapa waktu, masjid tersebut dirombak kembali oleh Raden Patah yang pada saat itu menjabat sebagai Sultan pertama Kesultanan Demak. Perombakan tersebut dimaksudkan agar para wali mempunyai tempat utama untuk menyiarkan Islam ke masyarakat dan beribadah sekaligus simbol utama dari Kesultanan Demak.

Selain sejarahnya yang begitu kaya, Masjid Agung Demak juga mempunyai keunikan tersendiri di bidang arsiteksturnya. Masjid ini merupakan produk arsitekstural Islam di Indonesia yang menunjukkan betapa kuatnya akulturasi antara agama Islam dengan budaya setempat.

Keindahan pola ukiran dari masjid ini dapat dinikmati di berbagai kompleks masjid. Satu yang menjadi sorotan para pengunjung adalah bentuk atap masjid yang berupa undak-undakan, atau limas bersusun tiga. Atap tersebut berbeda dengan masjid-masjid lain yang kebanyakan mempunyai atap berbentuk kubah layaknya, khas bangunan Jazirah Arabia. Atap masjid merupakan satu dari sedemikian banyak bentuk percampuran budaya yang terjadi di Masjid Agung Demak.

Di bagian teras masjid terdapat 28 tiang penyangga serambi yang terbuat dari kayu jati. Memang, hampir keseluruhan bangunan pada awal didirikannya menggunakan material kayu jati. Di dalam masjid terdapat empat saka guru atau tiang utama penyangga masjid. Konon, salah satu tiang utama tersebut berasal dari serpihan-serpihan kayu yang digabung menjadi satu oleh para wali.

Keindahan dekorasi ukiran khas daerah Jepara-Demak begitu terasa di dalam masjid. Di pintu utama masjid terpampang dengan jelas ukiran-ukiran dari kayu jati yang begitu indah. Belum lagi kondisi bangunan yang banyak ventilasi, membuat para peziarah akan terasa khusyuk ketika beribadah di masjid ini.

Bila pengunjung ingin berziarah ke makam Raden Patah, di belakang kompleks masjid terdapat area khusus bagi para peziarah yang datang kemari. Makam-makam tersebut dibagi menjadi 2 bagian yaitu makam yang berada di dalam cungkup dan makam yang berada di luar cungkup. Jumlah makam yang ada sebanyak 139 buah, dan makam yang paling terkenal di antaranya adalah makam Syekh Maulana Malik Ibrahim yang jiratnya terbuat dari pasangan batu bata.

Di sisi kanan masjid terdapat museum yang menyimpan berbagai koleksi peninggalan Kesultanan Demak dan Walisongo. Museum ini menyimpan 60 benda bersejarah yang menceritakan berbagai peristiwa pada zaman dahulu. Ada Soko Guru Sunan Bonang, sirap, bedug hingga dua buah tempayan besar hadiah dari Putri Campa yang berasal dari Dinasti Ming.

Tak luput pula pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo yang penuh legenda. Pintu bledeg ini dibuat pada tahun 1466 Masehi, ditilik dari tulisan di pintu tersebut yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, atau yang diartikan angka tahun 1388 Saka sesuai dengan penanggalan Jawa. Pintu tersebut berukir tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota dan kepala naga dengan mulut terbuka menampakkan giginya yang runcing.

Menurut legenda, Ki Ageng Selo menangkap petir yang dalam bahasa Jawa disebut bledeg dan kemudian mengikatnya dengan rumput untuk digambar dalam bentuk naga ke pintu tersebut. Dari situlah pintu itu mendapat namanya sebagai pintu bledeg.

Masjid Agung Demak masih berada di lokasi awal pembangunan masjid, yaitu di tengah Kabupaten Demak, atau tepatnya di desa Kauman, bersebelahan dengan alun-alun Demak. Selain arsiteksturnya yang khas, masjid ini tentunya menjadi saksi bisu sejarah kerajaan yang ada di Nusantara. Oleh karena itu tidak mengherankan bila Masjid Agung Demak pernah diajukan Pemerintah Indonesia untuk dijadikan situs warisan dunia UNESCO pada 1995.

Penataan area masjid sampai sekarang terus dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Demak. Sebelumnya, masih banyak pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sekitar lingkungan masjid. Hal itu membuat banyaknya sampah dan pemandangan tidak sedap di wilayah tersebut. Sejak Januari tahun 2014 penataan PKL digalakkan dengan memindahkan para pedagang kaki lima ke Lapangan Tembiring. Ke depannya Pemkab Demak berencana melakukan relokasi terhadap pangkalan angkutan para peziarah. Pemindahan tersebut dimaksudkan agar konstruksi Masjid Agung Demak warisan budaya tersebut tetap terjaga. (Yusuf Isyrin Hanggara)

Related posts