Sabtu, 20 April 24

Marie Antoinette Si Madam Defisit, Sri Mulyani?

 

Oleh Edy Mulyadi*

 

Dulu, di Perancis, ada seorang perempuan bernama Marie Antoinette. Dia lahir di Istana Hofburg, Wina,  2 November 1755. Orang tuanya adalah penguasa Austria, yaitu Ratu Romawi Suci Maria Theresa dan suaminya Francis I. Pasangan ini sekaligus menjadi penguasa dinasti Habsburg terakhir.

 

Sejarah mencatat, Marie menikah dengan Louis XVI, kaisar Perancis. Sebagai ratu Perancis, Marie kemudian dikenal dengan sebutan Madam Defisit. Pasalnya, keuangan Perancis yang didera krisis karena terlibat dalam perang Tujuh Tahun dan Revolusi Amerika, jadi kian amburadul karena gaya hidupnya yang serba wah dan boros.

 

Rakyat Perancis mengenalnya sebagai ratu yang berperilaku tidak sopan. Dia juga dituduh bersimpati kepada musuh-musuh Perancis, terutama Austria, negeri tempat dia lahir. Popularitasnya kian terpuruk setelah skandal kalung berliannya terungkap ke publik. Ditambah dengan penolakannya atas konsep reformasi sosial dan keuangan Turgot dan Necker, hidup Maria berakhir di pisau Guillotine pada usia 37 tahun.

 

Menurut Jenderal Napoleon Bonaparte, Revolusi Prancis benar-benar berawal dari skandal pencurian kalung tersebut yang terkenal dengan sebutan Diamond Necklace Affair. Kalung bertahta 647 berlian itu diproduksi perusahaan Boehmer and Bassenge. Ia pernah menjadi salah satu perhiasan termahal di Prancis.

 

Marie memang menjadi salah satu sosok yang dibenci. Kebencian itu kian menggumpal, saat para pencuri kalung berlian tadi menyebut namanya sebagai sosok di balik pencurian. Marie tertangkap setelah mencoba melarikan diri dari Prancis. Dia bahkan berhasil membuat koneksinya mendatangkan militer dari Austria, Inggris, dan Rusia, meski usahanya berhasil digagalkan.

 

Pada Mei 1776, menteri keuangan Turgot dipecat setelah gagal melaksanakan reformasi keuangan. Setahun kemudian Jacques Necker ditunjuk menjadi Bendahara Keuangan. Necker tidak bisa menjadi menteri keuangan resmi karena dia adalah seorang Protestan.

Necker menyadari bahwa sistem pajak di Perancis sangat regresif. Masyarakat kelas bawah dikenai pajak yang lebih besar. Sebaliknya kaum bangsawan dan pendeta memperoleh banyak pengecualian. Dia beranggapan pembebasan pajak untuk kaum bangsawan dan pendeta harus dikurangi. Necker menerbitkan laporan yang menunjukkan bahwa defisit negara menembus angka 36 juta livre.

Sama-sama defisit

Itu kisah masa silam di Perancis. Di Indonesia, di tahun 2000an, kita punya Menteri Keuangan bernama Sri Mulyani. Terus, apa hubungannya Ani, begitu dia biasa disapa, dengan Marie. Ya jelas tidak ada. Lha wong Menkeu yang ini asli Lampung. Bapak ibunya asli orang Indonesia. Tapi kalau ditanya apa persamaannya? Keduanya sama-sama perempuan. Hehehe…

Persamaan berikutnya, keduanya terkait dengan anggaran negara. Marie disebut madam defisit karena gaya hidupnya yang wah dan boros. Sementara Ani dikenal sebagai Menkeu yang hobi memperlebar defisit APBN.

Yang teranyar, Senin (19/6), dia membuat pernyataan bahwa defisit APBN 2017 bakal melebar dari 2,4% menjadi sekitar 2,6% dari GDP bahkan bisa lebih. Dalam rupiah, penggelembungan deifisit ini menacapai Rp370 triliun.

Menurut ibu tiga anak ini, deisifit disebabkan penerimaan pajak diperkirakan bakal meleset sekitar Rp50 triliun. Pada saat yang sama, jumlah pengeluaran justru membengkak Rp10 triliun. Akibatnya, terjadi tambahan pembiayaan untuk menutup defisit fiskal hingga mencapai Rp37 triliun-Rp40 triliun.

Memperlebar defisit anggaran bukan pertama Ani lakukan. Tahun silam, dia juga menambah defisit APBN 2016. Lagi-lagi penyebabnya sama, penerimaan pajak mengalami shortfall mencapai Rp 219 triliun. Padahal, penerimaan itu sudah memperhitungkan target tambahan penerimaan dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) sebesar Rp 165 triliun.

Namun saat itu dia memilih memangkas anggaran belanja ketimbang memperlebar defisit. Akibatnya, jumlah anggaran yang kena pangkas mencapai Rp 133,8 triliun. Kendati sudah mengencangkan ikat pinggang, defisit anggaran tetap membengkak menjadi 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai rupiahnya sekitar Rp 313,7 triliun. Dan, ehm… jumlah ini lebih tinggi dibandingkan target defisit dalam APBNP 2016 sebesar 2,35% yang Rp 296,7 triliun.

Artinya, ada kebutuhan tambahan pembiayaan defisit sebesar Rp 17 triliun. Solusinya, seperti biasa, pemerintah menambah utang dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk menambal tambahan defisit tadi.

Persamaan Marie dan Ani berikutnya, mungkin, pada masalah keberpihakan. Marie menolak reformasi sosial dan keuangan Necker yang hendak mengubah postur pajak dari mengistimewakan kaum bangsawan dan pendeta dan mencekik rakyat kecil.

Sementara Ani dikenal sebagai Menkeu yang kebijakannya sering menyenangkan pengusaha besar dengan berbagai program relaksasi perpajakan. Sebaliknya, untuk pengusaha kecil, dia sibuk menelisik apa saja dan apa lagi  yang bisa dipalak. Yang nyaris saja terjadi, adalah mengintip rekening di bank dengan saldo Rp200 juta. Setelah mendapat protes dari sana-sini, batas rekening yang dibidik naik menjadi Rp1 miliar.

Masih soal keberpihakan, Ani juga lebih suka memangkas anggaran (untuk menghindari membengkaknya defisit yang kelewatan). Sayangnya, pos anggaran yang dipotong justru yang terkait langsung dengan kehidupan rakyat. Di matanya, subsidi adalah perkara haram yang harus dimusnahkan. Maka segala macam subsidi pun dipangkas, kalau mungkin dicabut total. Akibatnya, harga gas, listrik, BBM, dan lainnya terus balapan terbang ke langit. Tidak peduli untuk itu rakyat makin termehek-mehek digencet kian beratnya beban hidup.

Skandal Kalung dan Bank Century

Persamaan lainnya, Marie disebut-sebut terlibat dalam skandal kalung berlian. Ani di pengadilan, disebut terlibat dalam skandal Bank Century yang merugikan negara Rp6,3 triliun. Dalam soal ini juga ada persamaan lain. Marie kabur ke luar negeri, meski akhirnya tertangkap. Ani ‘kabur’ ke Washington dan duduk di kursi terhormat, Managing Director World Bank. Marie menggunakan kekuatan asing Austria, Inggris, dan Rusia meski akhirnya digagalkan. Ani menggunakan kekuatan asing, World Bank dan lobi barat untuk menyelamatkannya dari skandal Bank Century. Dan, berhasil.

Persamaan berikutnya, Marie dituduh bersimpati kepada negara-negara asing, khususnya Austria. Ani terbukti lebih sering menyenangkan pihak asing. Caranya, berkali-kali mengobral obligasi negara dengan bunga supertinggi. Tentu saja asing pun bersoak-sorai sambil menyemburkan puji-pujian dan beragam gelar ini-itu kepadanya.

Dia juga rajin memangkas anggaran, yang berdampak pada tersedianya anggaran untuk membayar utang. Pemangkasan anggaran juga berakibat stagnannya harga asset-aset di dalam negeri sehingga memantik syahwat asing untuk memborong.

Kerajaan Perancis bubar karena kelakuan minor Marie Antoinette. Akankah Indonesia pun bakal ‘bubar’ karena prilaku Menkeu Sri Mulyani? Amit-amit, jangan sampai deh.

Oya, hidup Marie berakhir di ujung pisau Guillotine. Bagaimana dengan Ani? Wah, kalau untuk yang satu ini no comment, deh. Tapi pastinya, sampai sekarang dia masih anteng dan adem-ayem aja, tuh. KPK, Polisi dan atau Kejaksaan sepertinya belum bernafsu menyentuh madam defisit, eh Sri Mulyani… (*)

 

Jakarta, 22 Juni 2017

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.