Sabtu, 20 April 24

Manfaat Oposisi Loyalis Badja Terhadap Gubernur Baru DKI

Manfaat Oposisi Loyalis Badja Terhadap Gubernur Baru DKI

Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior Network for South East Asian Studies (NSEAS), dan alumnus Program Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1986

 

Di medsos beberapa hari ini beredar berita pendukung buta Ahok yang populer disebut loyalis Basuki-Djarot (Badja) tidak mengakui Anies-Sandi sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta. Mereka menuduh kemenangan Anies-Sandi karena intimidasi, tidak fair. Terkesan masih belum bisa menerima kekalahan Ahok-Djarot.

Pendukung buta Ahok ini mengusulkan perlu pemerintahan DKI Jakarta bayangan untuk menyaingi Anies-Sandi. Mereka menegaskan dengan kekuatan hampir 42 persen pendukung Badja, bisa menjadi kekuatan penyeimbang terhadap Anies-Sandi. Mereka masih menganggap Badja itu Gubernur yang sebenarnya.

NSEAS (Network for South East Asian Studies) sangat setuju atas gagasan pendukung Badja ini, khususnya tentang kekuatan penyeimbang terhadap Anies-Sandi. Gagasan pendukung Badja ini sangat layak didukung agar keberadaan kekuatan pendukung Badja yang kalah pada Pilkada 2017 lalu menjadi “fungsional”, “produktif” dan “bermanfaat” bagi percepatan demokratisasi di DKI. Tak perlu lagi berkepanjangan bersedih dan bahkan memfitnah Anies-Sandi.

Sebagai kekuatan penyeimbang bagi Gubernur baru, tentu saja eksistensi pendukung Badja akan memainkan peran oposisi yang mutlak dibutuhkan dalam alam demokrasi.

Manfaat kelompok/kekuatan oposisi loyalis Badja terhadap Gubernur baru DKI Jakarta antara lain:

1. Gubernur baru terkontrol, takkan terjerumus dalam penyalahgunaan kekuasaan seperti Gubernur lama.

2. Gubernur baru akan terkendali, takkan memperbesar, memperkuat, dan juga memusatkan diri seperti Gubernur lama.

3. Gubernur baru takkan semena-mena, terhindar dari kemungkinan salah kebijakan/tindakan.

4. Gubernur baru akan mengetahui apa yabg harus dilakukan, apa yang idak harus dilakukan, apakah sesuai harus atau tidak harus dilakukan.

5. Kebijakan Gubernur baru akan berkualitas. Apa yang baik dan benar diperjuangkan melalui kontes politik dan diuji dalam wacana politik terbuka dan publik.

6. Kebijakan Gubernur baru akan efektif dan efesien, serta betul-betul mempertimbangkan kepentingan rakyat, selain negara, dunia usaha dan lingkungan.

Kehadiran kekuatan oposisi membuat Gubernur baru harus selalu menerangkan dan mempertanggungjawabkan mengapa suatu kebijakan diambil, apa dasar, apa pula tujuan dan urgensi, dan dengan cara bagaimana kebijakan itu akan diterapkan.

Pengalaman Gubernur lama, yakni dia acap kali berkilah. mengaitkan suara oposisi dengan masalah pribadi, bukan masalah kelembagaan. Gubernur lama tidak berani mengakui eksistensi kekuatan oposisi. Inilah salah satu faktor kegagalan Gubernur lama menyelenggarakan urusan pemerintahan dan rakyat DKI. Akhirnya, Gubernur lama tumbang melalui cara demokratis dan konstitusional melalui Pilkada 2017.

Di mana posisi kekuatan oposisi pendukung Badja tersebut? Dalam alam demokrasi, bidang kehidupan ini mencakup:

1. Bidang pemerintahan/negara. Untuk DKI mencakup antara lainl Pemprov DKI dan DPRD. Kekuatan oposisi pendukung Badja bisa terwakili pada fraksi-fraksi parpol pendukung utama Ahok-Djarot pada Pilkada lalu, yaitu satu atau gabungan fraksi parpol PDI-P, Golkar, Nasdem dan Hanura. Dengan posisi fraksi-fraksi ini oposisional, maka terhindar dari pengelompokan koalisi kartel yang selama ini berlaku di dunia legislatif baik daerah maupun nasional.

2. Bidang masyarakat madani. Bisa juga pendukung Badja membangun kelompok-kelompok kritis sebagai komponen masyarakat madani melakukan penekanan (public pressure), bahkan aksi demo jalanan terhadap Gubernur baru. Hal ini dibolehkan sepanjang mematuhi peraturan perundang-undangan.

3. Bidang dunia usaha bisa juga menjadi oposisi dalam bentuk kritik, kecaman, protes atas kebijakan-kebijakan tertentu Gubernur baru. Sebagai misal penolakan atas ketentuan upah minimum buruh/pekerja atau kebijakan penghentian pembangunan pulau-pulau palsu/reklamasi Teluk Jakarta. Tidak ada larangan bagi pengusaha untuk mengkritik dan mengecam kebijakan Gubernur baru.

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, loyalis atau pendukung Badja, bisa menjadi kekuatan oposisi terhadap Anies-Sandi. Namun, sebelum memposisikan diri sebagai kekuatan oposisi harus ada prinsip-prinsip yang ditegakkan. Setidaknya ada dua prinsip pokok.

Prinsip pertama, dalam beroposisi terhadap Anies-Sandi berdasarkan data, fakta dan angka yang relevan dengan kebijakan Gubernur baru ysng dikritisi, ditolak atau dipersoalkan. Jangan berdasarkan fiksi atau isu atau fitnah.

Prinsip kedua, setelah ditunjukkan permasalahan atas kebijakan tersebut, disampaikan sebab-sebab permasalahan dimaksud dan sekaligus cara pemecahan terbaik (solusi). Orientasi berpikir pada problem solving dan tetap menggunakan metode ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Sementara ini, kita anggap saja kekuatan pendukung Badja menghendaki kekuatan oposisi terhadap Gubernur baru mempunyai kemampuan untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Kita jangan dulu apriori atas kemampuan mereka. Mari sillakan lanjutkan dan realisasikan gagasan penyeimbang ini demi percepatan demokratisasi di DKI. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.