Kamis, 25 April 24

Mahfud: Lafran Pane Tak Mau Pahlawan Nasional

Mahfud: Lafran Pane Tak Mau Pahlawan Nasional

Yogyakarta, Obsessionnews – Ketua Presidium Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Prof Mahfud MD meyakini, pendiri HMI Prof Lafran Pane tidak dijadikan sebagai pahlawan nasional. Sebab, Lafran dikenal sebagai orang yang rendah hati,  tidak tertarik dengan jabatan apapun.

“Saya yakin Pak Lafran Pane tidak mau jadi pahlawan nasional, semua tahu, Lafran sepanjang hidupnya sama sekali tidak tertarik diangkat-angkat, dia sosok rendah hati,” kata Mahfud saat memberi sambutan dalam Seminar Nasional “Jejak Hayat dan Pemikiran Lafran Pane” di Kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Selasa siang (10/11/2015).

Namun demikian, Mahfud meminta kader-kader HMI dan seluruh alumni  harus bekerja keras
membalas pengabdian Lafran Pane dengan mendorongnya menjadi pahlawan nasional.  ‎Menurutnya, Lafran Pane layak dijadikan sebagai pahlawan nasional, karena pemikiran dan karya-karya yang sudah banyak mengilhami banyak orang dengan adanya HMI.

“Indonesia ini bisa utuh hingga sekarang, salah satunya karena semangat keindonesiaan-keislaman yang dirintis setelah kemerdekaan Indonesia oleh Lafran Pane, dan semangat itu hidup hingga sekarang,” ungkap Mahfud MD yang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Senada dengan Mahfud MD, politikus senior, Akbar Tanjung yang juga hadir dalam seminar itu mengungkapkan, saat akan masuk partai politik, ia terlebih dahulu datang ke Yogyakarta, khusus meminta nasehat Lafran Pane. Kepadanya, Lafran Pane bilang “dimanapun kau berkiprah tak ada masalah, yang penting semangat keislaman-keindonesiaan itu kau pegang terus,”  ujar Akbar

Narasumber lainnya, Hariqo Wibawa Satria (penulis biografi Lafran Pane) menjelaskan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, muncullah polarisasi politik, semua partai politik menyusun kekuatan untuk menghadapi pemilu yang direncanakan tahun 1946.

Lafran Pane memilih independen, karena Indonesia juga menghadapi dua tantangan lain, yaitu ancaman nyata agresi militer Belanda dan rendahnya pemahaman keislaman di kalangan mahasiswa Islam, bahkan di kampus Islam seperti Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta sekalipun.

Menurut Hariqo Wibawa, posisi Lafran Pane ini sebenarnya tidaklah terlalu istimewa, karena banyak juga yang seperti Lafran Pane. Bedanya adalah, Lafran Pane mampu melembagakan pikirannya itu dalam sebuah wadah bernama HMI dengan tujuan mempertahankan Indonesia, mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

“Lafran lebih mengedepankan kepentingan nasional ketimbang kepentingan kelompoknya, HMI juga mengajarkan toleransi antar sesama aliran dalam Islam dan kepada umat lain, karena kita satu Indonesia. Tidak mudah mendirikan organisasi yang bisa eksis hingga sekarang, Lafran itu konsolidator ulung, orang mau ikut dia, karena dia jujur, bukan karena dia punya uang.”  kata Harico menerangkan.

Sementara itu, Chumaidy Syarief Romas terlihat meneteskan air mata dan hampir tidak bisa berkata ketika menyampaikan materinya. Chumaidy adalah mantan Ketua Umum PB HMI sebelum Abdullah Hehamahua (Mantan Penasehat KPK). Dimata Chumaidy, Lafran Pane dikenal sosok yang zuhud sepanjang hidupnya, tidak rakus terhadap materi.

“Saya kenal benar Lafran Pane, ia senior yang jujur dan zuhud, saya kira ini yang harus kita teladani, banyak bersyukur dan ingat Allah akan semakin menjauhkan kita dari korupsi dan perbuatan yang merugikan negara,”  kata Chumaidy.

Menurut Chumaidy, Lafran Pane bisa saja kaya raya dengan memanfaatkan jaringan dan pengaruhnya, namun sampai akhir hayatnya, rumah pribadipun dia tidak punya. “HMI bukan tidak boleh kaya, namun kayalah dengan tidak merugikan orang lain dan negara,” lanjut Chumaidy.

Dalam seminar itu dibahas juga pemikiran Lafran Pane tentang ketatanegaraan yang disampaikan oleh Dr. Dr. Nikmatul Huda, S.H. Seminar ini dipandu Prof. Dr. Jawahir Thontowi, S.H., Ph.D

Seminar Nasional Lafran Pane yang diadakan oleh KAHMI ini  dihadiri 320 orang dari berbagai kampus di Yogyakarta, Solo, Semarang dan Salatiga. Hadir juga Mantan Dubes RI untuk Chile, Ibrahim Ambong, Mahadi Sinambela, Zulfkifli Halim, Senopati, Lukman Hakiem, Subandrio dan Pengusaha Ulla Nuchrawati, dan lain-lain.

Seminar juga merekomendasikan agar Lafran Pane diusulkan menjadi pahlawan nasional, namun demikian KAHMI akan terus mengadakan berbagai seminar dan pameran foto di berbagai daerah guna menggali pemikiran dan kiprah Lafran Pane. Rabu (11/11)  juga akan diadakan seminar tentang perjuangan Lafran Pane di Universitas Negeri Yogyakarta dengan narasumber Dr Akbar Tanjung, Prof Dochak Latief, dan Prof Dr Syafri Sairin.

Lafran Pane
Pendiri HMI Prof Lafran Pane

Sekilas Tentang Lafran Pane
Lafran Pane lahir 5 Februari 1922 di Kampung Pangurabaan, Sipirok, Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Ia adik dari dua sejarawan dan sastrawan terkenal di Indonesia, yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane. Setelah Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Lafran Pane bergabung dengan Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), salah satu organisasi mahasiswa pertama di Yogyakarta ketika itu.

Pada 5 Februari 1947, disebuah ruang kelas, Lafran Pane bersama teman-temannya mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam dengan dua tujuan utama; mempertahankan Negara Republik Indonesia, dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Amanat terakhir yang diembannya adalah sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dalam bukunya ”Sang Pelintas Batas,”  intelektual Djohan Effendi mengaku pernah diminta datang oleh Lafran Pane ke hotel tempat Lafran Pane menginap, ”Lafran Pane sebagai orang Yogya bingung, gajinya sebagai anggota DPA terlalu besar baginya, mau diapakan uang ini,” tulis Djohan. banyak kisah kesederhanaan Prof Lafran Pane.

Almarhum Nurcholish Madjid atau Cak Nur menuliskan bahwa HMI yang dirintis oleh Lafan Pane sejak 1946mengatasi jurang pemisah antara mahasiswa ‘agama’ dan mahasiswa ‘umum’. Mayoritas mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) berasal dari madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren, sehingga mereka mengetahui banyak hal tentang masalah keagamaan.

Sedangkan mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM), kebanyakan mahasiswanya berasal dari sekolah umum dan pada umumnya pengetahuan mereka tentang agama juga kurang. HMI kemudian menjadi pohon yang uratnya menghujam ke bumi dan cabang-cabangnya menjulang ke langit, memberikan buahnya setiap waktu dengan izin Tuhan. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.