
Surabaya, Obsessionnews – Kualitas air kali Surabaya tak layak untuk dikonsumsi masyarakat. Pasalnya, sampah domestik lebih mendominasi dibanding limbah industri yang mencemari air kali Surabaya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim, Bambang Sadono menegaskan bahwa buruknya kualitas air kali Surabaya tidak semata diakibatkan oleh limbah industri. Hal ini didasarkan atas hasil laboratorium yang menunjukkan bahwa tingkat BOD (Biochemical Oxygen Demand) yang diakibatkan oleh limbah domestik lebih tinggi daripada COD (Chemical Oxygen Demand) yang dihasilkan industri.
“Bayangkan saja, setiap pagi masyarakat di 16 kabupaten/kota membuang limbah rumah tangga mereka ke sungai yang hilirnya ada di Surabaya tanpa melalui pengolahan. Tentu ini akan berpengaruh,” terang Bambang Sadono, Selasa (18/8/2015).
Ia mengaku telah melakukan upaya untuk pengawasan sungai dengan MoU bersama kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan itu.
“Hasilnya cukup bagus. Pengelolaan limbah di perusahaan-perusahaan sudah semakin bagus. Kalau memang saat ini ada pencemaran tinggi, maka harus dibuktikan dengan uji laboratorium,” tambahnya.
Sayangnya ia enggan menjalaskan langkah kongkret yang telah dilakukan BLH Jatim dalam menindak perusahaan-perusahaan yang membuang limbah ke Kali Surabaya.
Sebaliknya, Koordinator Forum Ekologi Jatim Hadi Suprayitno, menuding BLH Jatim mandul, dan tidak becus dalam menjalankan tugasnya. Dampaknya, pencemaran air tetap saja terjadi tanpa bisa dihentikan.
“Pencemaran kali Surabaya rata-rata dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Namun, nyatanya mereka dibiarkan saja,” dalih Hadi.
Ia juga heran, instansi yang seharusnya konsen terhadap perbaikan kualitas lingkungan di Jatim ini diam saja melihat fakta pencemaran Kali Surabaya.
“BLH Jatim harusnya rutin turun ke bawah, agar kualitas air kali ini layak, aman dan sehat untuk dikonsumsi,” bebernya.
Sebelumnya, lembaga konservasi Ecoton (Ecological Observation and Wetland Conversation) mengungkapkan hasil penelitian yang menunjukkan pencemaran kali Surabaya sudah barada pada tahap membahayakan. Karena berbahayanya, senyawa yang disebabkan limbah industri dan limbah domestik ini bisa merubah kelamin ikan.
Kondisi ini muncul sejak 2011 silam. Sejak saat itu, sungai tersebut mengandung senyawa ekstrogenik. Ironisnya, hingga saat ini belum ada penanganan apapun dari kedua pemangku kebijakan itu.
Direktur Ecoton Prigi Arisandi mengatakan Pemkot Surabaya maupun BLH Jatim harusnya bekerjasama memperbaiki kualitas air kali Surabaya. Misalnya, dengan melakukan pengawasan ketat terhadap ancaman pencemaran itu.
“Mereka bisa bekerjasama dengan BLH kabupaten/kota untuk menertibkan perusahaan-perusahaan yang membuang limbah sembarangan. BLH Jatim dulu pernah ada pengawasan dan patrol sungai. Tetapi sekarang kita tidak tahu lagi,” pungkas Prigi. (GA Semeru)