Sabtu, 20 April 24

Lewat Panjat Tebing, Komunitas ini Ingin Sampaikan Pesan Alam

Lewat Panjat Tebing, Komunitas ini Ingin Sampaikan Pesan Alam

Jakarta – Menengok sejenak aktivitas komunitas panjat tebing di Jakarta. Kala mereka berkumpul di Pasar Festival, Kuningan, Jakarta, kegiatan panjat tebing yang dilakukan tidak hanya sekadar menyalurkan hobi, melainkana ada pesan khusus yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

“Iya karena berelatih di alam terbuka seperti ini ingin kita memberi kesadaran lingkungan yang tinggi kepada masyarakat. Kita ingin menyelamatkan alam ini,” ujar Mamay Salim, pendiri Federasi Panjat Tebing Indonesia saat ditemui, di Pasar Festival, Jakarta, Minggu (14/12/2014).

Mamay bergabung dalam komunitas ini sejak masih remaja. Dia mengaku telah merasakan banyak manfaat dengan melakukan kegiatan panjat tebing seperti melatih disiplin diri, menjaga kebugaran dan tentunya memiliki banyak relasi. “Seperti dilihat saat ini, banyak teman yang berkumpul di sini, ya karena kita anggap ini sebagai ajang ketemuan juga,” katanya.

Mamay bersama rekan sekomunitasnya sedang menguji kemampuan teknik dengan memanjat papan tebing setinggi kurang lebih 50 meter. Yang menarik dari sini kegiatan ini juga mengikutsertakan anak-anak seusia 8 hingga 10 tahun. Meski terbilang masih di bawah umur akan tetapi kemampuan mereka bisa melebihi orang dewasa.

Mamay merupakan salah satu yang memprakarsai pembentukan Federasi Panjat Tebing Indonesia, pada 21 April 1988. Saat itu ia bersama rekan-rekanya mengikat kesepakatan di bawah Tugu Monas. Mereka mulai mengkonsolidasikan semua atlet. Panjat tebing bagi mereka tidak hanya sekadar hobi akan tetapi ada harapan prestasi yang ingin dicapai.

“Terutama setelah tahun 1996 itu sudah mulai eksebisi di PON. Kemudian PON 2000 sudah mulai dipertandingkan demikian perhatian pemerintah jadi berkesinambungan,” tutur Mamai.

Dalam ajang kejuaraan Internasional tahun 1993 satu medali emas berhasil diraih oleh atlet Indonesia. Sedangka pada ajang SEA Games Palembang tahun 2011 Indonesia mampu meraih 11 medali emas dari cabang ini. Mamai pun berhasil prestasi ini ada baiknya ditingkatkan lagi melalui program pembinaan generasi muda.

“Dinding panjat kalau bisa didirikan di fasilitas umum seperti di taman jadi kalau anak bermain itu pun bisa, tapi kita tidak perlu banyak minta dari pemerintah takutnya banyak permintaan malah gak dapat,” ucap Mamay.

Jadoel Rock Master

Kegiatan yang berlangsung di arena panjat dinding Pasar Festival kemarin sejatinya merupakan ajang reuni akbar para pemanjat dan pegiat panjat tebing Indonesia era 1980 hingga 1990-an. Itulah era-era awal masuknya olah raga panjat tebing di Tanah Air, sehingga para veteran yang berkumpul kemarin itu bisa disebut para perintis. Bukan saja perintis di Indonesia, bahkan bisa disebut perintis di kawasan Asia Tenggara.

Selain Mamay, sejumlah nama-nama beken tampak hadir, seperti, Adiseno dari Mapala UI, Djati Pranoto pentolan dari Bandung, Andreas SM dan Budi Cahyono dari Jakarta, dan para pemanjat senior lainnya. Sebagian masih aktif memanjat dan terlibat dalam berbagai hal terkait dunia panjat tebing, sementara sebagian lainnya secara fisik sudah meninggalkan dunia panjat tebing, meskipun jiwa mereka tak pernah meninggalkan dunia climbing.

“Buktinya, para senior ini rela datang jauh-jauh dari berbagai daerah, dari Aceh hingga Bali,” ungkap Bondan Kartiko, Ketua Panitia, yang dibenarkan Andakara, mantan pemanjat Peringkat I Nasional asal Semarang.

Di bawah ini adalah sekilas tapak sejarah perjalanan panjat tebing di Indonesia, yang melibatkan beberapa nama yang hadir pada reuni akbar kemarin:
1986
Adiseno dari Mapala UI menemani Patrick Morrow, pendaki dan fotografer Kanada yang kelak mempopulerkan ide mendaki Seven Summits. Ini puncak terakhir dari rangkaian Seven Summits yang didaki Pat Morrow.

Tahun ini pula, bersamaan dengan EXPO di Vancouver, Kanada, Pat Morrow menemani Norman Edwin, Adiseno, dan Tituz Pramono dari Mapala UI memanjat puncak granit Bugaboo Spire (3186 m), salah satu puncak terpopuler Kanada yang terletak di kawasan British Columbia.

Mapala UI berlatih di Carstensz dengan ketuanya Adiseno. Kelak, Mapala UI meneruskan tradisi latihan di Carstensz ini nyaris secara reguler.

1987
Adiseno dan Rudi Badil dari Mapala UI bergabung dengan tim Wanadri Bandung untuk mencoba mendaki Puncak Vasuki Parbat (6792 m) di Garhwal Himalaya, India.

1988
Speed climbing pertama di Indonesia dilakukan oleh Sandy Febyanto & Jati Pranoto di dinding utara Parang selama 3 jam. Ini sekaligus pemanjatan big wall pertama tanpa menggunakan alat pengaman sama sekali, di mana keduanya hanya dihubungkan dengan tali.

Di Yosemite, AS, Sandy dan Jati dari tim Jayagiri memanjat Tebing Half Dome (gagal memecahkan retor John Bachar & Peter Croft 4,5 jam) dan Tebing El Capitan (gagal memecahkan rekor 10,5 jam).

Mapala Ul mendaki Chimborazo (6267 m) dan Cayambe (gagal) di Pegunungan Andes , Ekuador (Amerika Selatan). Anggota tim adalah Adiseno (ketua ekspedisi), Tantyo Bangun, alm. Didiek Samsu, Aloysius Febrian (Dedi), dan Setyo Ramadi.

1989
Akhir tahun ditutup dengan gebrakan Budi Cahyono melakukan pemanjatan solo di Tower III Tebing Parang. Artificial solo climbing pada big wall yang pertama di Indonesia.

1991
Rapat Paripurna Nasional FPTI yang pertama di selenggarakan di Puncak Jabar. Untuk pertama kalinya Indonesia mengirimkan atlet panjat tebing di kejuaraan Oceania di Australia. Dari empat atlit yang dikirim, hanya Andreas SM dan Deden Sutisna yang mendapat peringkat keempat dan kelima. Dengan keikutsertaan ini membuka mata dunia panjat tebing Internasional, bahwa Indonesia sudah mempunyai atlet panjat tebing berskala Internasional.

1992
Adiseno dan Budi Cahyono ke Carstensz Mei 1992, dan bertemu dua pemanjat dari Eropa Timur.

Kejurnas Panjat Tebing I di selenggarakan di Padang. Tampil sebagai juara adalah kontingen dari Jakarta.

Ronald Marimbing dan Panji Santoso mengikuti Asian Championship di Seoul. Sementara Mamay Salim dan Maully MW Wibowo mengikuti kursus Juri dan Pembuat Jalur, disambung dengan Rapat CICE Asia.

Budi Cahyono, yang dikontrak oleh perusahaan Rokok, berangkat ke Taiwan untuk melakukan Pemanjatan Iklan.

FPTI diterima secara resmi menjadi anggota UIAA, disusul dengan pengiriman ke Rapay CICE Asia di Hongkong.

1994
Secara resmi FPTI menjadi Anggota KONI yang ke 50. Ronald M dan Nunun Masruruh menduduki peringkat ke sembilan dan keduabelas di kejuaraan Asia ke III di Jepang, sementara Hendricus Mutter rapat CICE di Jepang, Mamay dan Kresna Huiarna melakukan pembuatan jalur di tebing-tebing Taiwan.

1995
Adi Seno bersama Patrick dan Baiba Morrow mendaki 21 gunung di atas ketinggian 3000 meter di Jepang. Mereka menyeberangi Pulau Honsyu dari Laut Jepang sampai Laut Pasifik sambil mendaki marathon.

1997
Pratu Asmujiono anggota pendaki dari Kopassus menjadi orang Indonesia sekaligus orang Asia pertama yang menjejakkan kakinya di puncak Everest. Asmujiono berangkat bersama tim Ekpedisi Everest Indonesia yang merupakan gabungan anggota Kopassus dan pendaki sipil lainnya. Tiga pendaki Mapala UI terlibat dalam ekspedisi ini. Rudi Nurcahyo mendaki dari sisi selatan, Ripto Mulyono dari sisi utara, dan ada pula Adiseno. (Has)

 

Related posts