Jakarta – Dalam dua pekan ini, dunia hukum diramaikan dengan isu pembebasan bersyarat terhadap narapidana korupsi yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Publik pun banyak yang kecewa dengan kebijakan tersebut dan mendesak Kemenkumham untuk mencabut kembali pembebasan bersyarat terhadap koruptor.
Lantas apa sih, syarat dan ketentuan seorang narapidana bisa mendapatkan pembebasan bersyarat?
Persoalan itu bisa dijelaskan dalam pasal 12 huruf (K) UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa yang dimaksud pembebasan bersyarat adalah bebasnya narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidana dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.
Kemudian dalam pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 juga menjelaskan tentang ketentuan dan tata cara pembebasan bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Dalam pasal tersebut yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat yakni “proses pembinaan Narapidana dan Anak Pidana di luar lemba pemasyrakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 narapidananya minimal sembilan bulan.”
Berikut syarat-syaratnya yang harus dipenuhi oleh Narapidana ataupun Anak Pidana, sesuai dengan Pasal 6 Permenkumham No 01 2007.
A. Persyaratan Subtantif
1. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.
2. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif.
3. Berhasil mengikuti program pembinaan dengan tekun dan semangat.
4. Masyarakat dapat menerima kegiatan pembinaan Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan.
5. Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin untuk, (A). Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu enam bulan terakhir. (B). Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-kurangnya dalam waktu sembilan bulan terakhir. (C). Cuti Bersyarat sekurang-kurangnya dalam waktu enam bulan terakhir.
6. Bagi Narapidana maupun Anak Pidana berhak atas pembebasan bersyarat apabila telah menjalani 2/3 dari masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.
B. Persyaratan Administratif.
Bagi Narapidana yang hendak mengajukan pembebasan bersyarat hendaknya haru memenuhi persyaratan administrasi antara lain.
1. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis).
2. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan Anak Didik permasyarakatan yang dibuat oleh Wakil Permasyarakatan.
3. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat terhadap Narapidana Anak Didik permasyarakatan yang bersangkuta.
4. Menyertakan salinan register, F (Daftar yang memuat tata tertib yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik permasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan.
5. Menyerahkan salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana seperti, Grasi, Remisi, dan lain-lain dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan.
6. Menyerahkan surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah. Instansi pemerintah, atau swasta, dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya Lurah atau Kepala Desa.
7. Bagi Narapidan atau Anak Pidana atau Anak Pidana warga negara asing diperlukan syarat tambahan.
a. Surat jaminan dari Kedutaan Besar atau Kosulat negara orang asing yang bersangkutan bahwa Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan tidak melarikan diri atau menaati syarat-syarat selama menjalani Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat.
b. Surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian yang bersangkutan.
Peraturan tersebut berlaku kepada setiap Narapidana atau Anak Pidana sesuai dengan Pasal 14 Ayat 1 Huruf K UU 12 Tahun 1995. Pembebasan bersyarat diberikan sepanjang Narapidana atau Anak Pidana memenuhi syarat di atas.
Pembesan bersyarat ini bisa dimohonkan langsung oleh Narapidana atau Anak Pidana sendiri atau keluarga, atau orang lain asal memenuhi syarat yang berlaku. Permohonan itu diajukan kepada Kepala Lapas atau Kepala Rutan.
Kontroversi Pembasan Bersyarat
Meski sudah ada ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang mengenai prosedur pembebasan bersyarat, tetap saja dalam implementasinya sering menuai pro dan kontra. Misalnya pembebasan bersyarat yang diberikan kepada para koruptor dianggap telah mencidrai rasa keadilan masyakat.
Dalam kaitanya dengan kasus korupsi, Kemenkum HAM telah memberikan pembebasan bersyarat kepada mantan Narapidana kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu, Hartati Murdaya terkait kasus kepengurusan izin usaha perkebunan di Boul, Sulawesi Tengah.
Namun, pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati langsung menuai protes dari semua kalangan. Termasuk KPK yang meminta kepada Kemenkumham untuk segera membatalkan pemberian tersebut, karena dianggap tidak sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam undang-undang.
“Nah, syarat itu tak terpenuhi. Kalau tak memenuhi syarat harusnya batal demi hukum. Kalau batal produk yang dihasilkan maka tak bisa digunakan, artinya orang itu tak bisa diberikan kebebasan bersyarat,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Senin (1/9/2014).
Bambang menilai pemberian pembebasan bersyarat untuk Hartati tersebut tidak memenuhi persyaratan, salah satunya terkait status justice collaborator. Menurut dia, KPK tidak pernah memberikan Hartati status justice collaboratorsehingga sedianya Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation itu tidak mendapatkan pembebasan bersyarat.
“Asumsi dasarnya, tak mungkin pembebasan bersyarat dikasih kalau JC (justice collaborator) tak diberikan karena itu semacam akumulasi. Kalau itu tak dapat, bagaimana itu bisa bebas bersyarat?” terangnya.
Selain Hartati, Terpidana kasus percobaan penyuapan kepada penyidik dan pimpinan KPK, Anggodo Widjojo juga telah mengajukan surat permohonan pembebasan bersyarat. Terlebih ia sudah mendapatkan remisi Hari Raya Natal pada 2013 selama satu bulan 15 hari dari Lapas Sukamiskin Bandung. (Abn)