
Album Achtung Baby milik U2 dirilis sekitar 30 tahun yang lalu, namun salah satu single di dalamnya, One, terus menggemakan kekuatan yang tak lekang waktu.
Pada Oktober 2020, seorang guru sekolah dari Paris bernama Samuel Paty dibunuh oleh ekstremis setelah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di dalam kelas.
Dalam upacara pemakaman yang disiarkan oleh televisi nasional lima hari kemudian, peti matinya dibawa ke sebuah lapangan di Sorbonne, diiringi lantunan salah satu lagu favorit Paty: One, single yang dirilis pada 1992 oleh band U2.
Sehari setelahnya, lagu tersebut menempati posisi teratas yang paling banyak diunduh pada hari itu secara digital di Prancis.
“Ini menunjukkan kekuatannya yang sangat besar,” kata Edge, gitaris U2 kepada BBC Culture. “Ini adalah salah satu lagu yang punya fleksibilitas luar biasa untuk berbagai kesempatan berbeda.”
Album Achtung Baby, di mana One menjadi salah satu single-nya, dirilis 30 tahun lalu. Axl Rose dari Guns N’ Roses pernah berkata bahwa One adalah “salah satu lagu terhebat yang pernah ditulis. Saya menyetel lagu itu dan menangis.”
Dalam edisi khusus Majalah Q pada 2003, lagu ini juga dipilih sebagai lagu terbaik sepanjang masa. Bagi U2 sendiri, lagu ini juga akan selalu memiliki peran khusus.
“Jika saya harus memilih satu lagu yang dapat merangkum semuanya tentang siapa dan apa kami, itu adalah One,” ujar drummer Larry Mullen Jr kepada saya suatu waktu. “Setiap kali saya mendengarkan atau memainkannya, koneksi itu terasa.”
One memiliki kekuatan besar karena, jika bukan karena, ambiguitas yang dibawanya. Keindahan dalam musiknya berarti ia memiliki kemarahan dan luka dan kehangatan dan menyembuhkan di saat yang sama.
Lagu ini kerap dikatakan sebagai kisah tentang band yang mengalami krisis, pernikahan yang berada di ambang kehancuran, hubungan ayah dan anak laki-laki yang bermasalah, sebuah negara yang bersatu kembali, dan pertikaian batin dengan Tuhan, dan mungkin saja lagu ini adalah semuanya itu.
One menimbulkan sebuah pertanyaan penting tentang apakah makna sebuah lagu telah tercipta saat ia ditulis dan direkam, atau mungkinkah, karena fleksibilitasnya, lagu ini akan terus bisa menemukan relevansi baru sepanjang zaman.
Lagipula, siapa yang berhak menentukan makna sebenarnya dari sebuah lagu?
One adalah lagu tentang perpecahan yang ditulis dengan latar belakang reunifikasi. Merasa terperangkap dan lelah dengan kesuksesannya sendiri di akhir 1980-an, U2 mengikuti jejak David Bowie seperti yang tertulis dalam buku otobiografinya dan mencari masa depan di Berlin, di Hansa Studios.
Di era Bowie, studio itu dinamai “Hansa by the Wall”, atau Hansa di dekat Tembok. Tapi sekarang tembok itu telah runtuh.
U2, bersama produser dan teknisi mereka (Brian Eno, Daniel Lanois, Flood) mendarat di Berlin pada 3 Oktober 1990: Hari Persatuan Jerman. Dalam perjalanan ke tempat menginap mereka, para anggota band terseret dalam perayaan di jalan, ketika Jerman menjadi satu negara lagi setelah 41 tahun.
“Ironi dari judul lagu One adalah, pada saat itu kami sedang tidak dekat satu sama lain,” ujar Bono kepada BBC Culture. “Kami membangun tembok kami sendiri tepat di tengah-tengah Hansa Studios.”
Bono dan Edge bertekad untuk melucuti apapun yang mengisyaratkan “ke-U2-an” yang telah terakumulasi selama 1980-an dan memulai dari awal.
Mereka sangat bersemangat untuk bereksperimen dengan mesin drum, loops, dan synth pads, yang kemudian mereka bawa ke dummer Larry Mullen dan pemain bass Adam Clayton.
“Kami berada di wilayah tak bertuan,” kata Edge kepada BBC Culture. “Biasanya kami menghabiskan banyak waktu di dalam ruang latihan, mengumpulkan ide bersama, tapi dalam kasus ini kami menggunakan studio untuk menulis. Adam dan Larry merasa sedikit tertinggal dan kesal.
“Sesi di studio menjadi semakin tegang dan tingkat kepercayaan di antara kami semakin terkikis.”
Di dalam studio, yang terletak di kota yang dingin dan hari-hari hujan, sesi latihan ini pincang dan patah. (Red)
Sumber: BBC News