Jumat, 19 April 24

Kue Sagon, Panganan Langka yang Tetap Eksis

Kue Sagon, Panganan Langka yang Tetap Eksis

Bantul – Tak mudah membuka usaha yang tetap dipertahankan sejak zaman penjajahan Jepang. Berasal dari mana kue yang satu ini? Sang pemilik pun tak tahu. Ia hanya meneruskan usaha nenek moyangnya. Namun berkat keuletannya, Wariyanto tetap eksis menjajakan kue sagon hingga sekarang.

Tahun 1980-an, Wariyanto memulai usaha kue sagon. Dinamainya sagon Wiyoro karena ia tinggal di daerah Wiyoro Lor. Tepatnya Jalan Wonosari km 7, Wiyoro Lor RT 02, Kelurahan Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sekaligus menjadi tempat pembuatan kua sagon.

Usaha tersebut turun-temurun dari sang kakek, Mbah Harjo. Mbah Harjo disebutnya sebagai perintis awal pembuatan kue sagon Wiyoro ini. Kemudian diturunkan kepada ibu Wariyanto yang akhirnya dilanjutkan oleh Wariyanto bersama isterinya. “Sudah 50 tahun lebih saya menggeluti bidang ini. Sejak kecil saya melihat pembuatannya dari mbah saya. Dan menurut saya kue sagon sudah langka. Bahkan di Jogja sekalipun,” tuturnya  kepada obsessionnews.com pekan lalu.

“Dulu waktu mbah saya masih membuat kue sagon ini ramai sekali didatangi pengunjung baik wilayah Jogja dan luar kota. Biasanya terbanyak dari Jakarta dan Batam. Tapi sekarang ya relatif saja yang menyukainya,” ujarnya.

memanggang adonan sagon
Memanggang adonan  sagon

Kemudian untuk pilihan rasa, Wariyanto mengaku tetap mempertahankan paduan rasa manis dan gurih. Pembeli bahkan lebih suka buatannya yang tetap menjadi ciri khas kue sagon miliknya.

Begitu juga untuk peralatan yang digunakan. Ia masih menggunakan alat tradisional atau manual. Karena itulah yang menjadikan kue sagon buatannya tetap terasa khas.

“Dari awal saya meneruskan usaha ini tidak sekalipun mengubah rasa maupun khas dari mbah saya. Resep-resep yang ada ya tetap dari mbah saya. Alat-alatnya pun lebih enak manual. Alasan saya membuat kue sagon karena sudah turun-temurun,” tuturnya.

Bersama isteri dan seorang karyawannya, Wariyanto lantas menjalankan usaha turun-temurun ini hingga sekarang. Banyak pesanan membanjiri rumahnya. Biasanya untuk hajatan arisan keluarga, bahkan oleh-oleh hingga ke luar kota. Hampir seluruh Indonesia pelanggannya. Kadang jika mendapat pesanan banyak. Wariyanto dibantu juga oleh anak-anaknya.

“Apalagi kalau hari besar atau hari raya seperti Lebaran per harinya bisa membuat hingga 300 kue sagon. Kue sagon juga termasuk kue yang langka sekarang ini. Jarang yang memproduksinya,” ujarnya.

Untuk oleh-oleh, kue sagon milik Wariyanto ini biasa dipasarkan hingga luar kota Jogja. Seperti Jakarta, Batam, bahkan sampai Papua. Kebanyakan pembeli datang langsung ke tempat usahanya. Atau paling tidak memesan kue sagon melalui telepon.

“Ukurannya dari zaman mbah saya sampai saya sekarang ini ya segitu saja sudah patokannya. Bisa dibilang takarannya satu piring padat. Kue sagon dipanggang menggunakan beberapa tungku seperti memanggang kue serabi,” katanya sambil menunjukkan dapurnya.

Pembuatan kue sagon diakui Wariyanto gampang-gampang susah. Dari pukul empat pagi ia bersama isterinya sudah bergumul dengan asap di dapur. Isterinya yang memarut butiran kelapa. Kemudian mencampurkan gula dan adonan tadi bersama parutan kelapa.

Wariyanto senang bisa membuat kue sagon yang memang sudah jarang ditemukan. Terutama di kota Jogja sendiri. Dalam sehari Wariyanto bisa membuat 100 kue sagon.

Dia  berujar akan seterusnya melanjutkan usaha ini. Karena baginya kue sagon turun- temurun dari keluarga juga sudah mencakup lidah masyarakat Jogja khususnya. “Dan sampai nantinya ya saya tetap menjalankan usaha dari mbah saya ini,” pungkas lelaki kelahiran 1 Januari 1954 ini. (Anissa Nurul Kurniasari)

Related posts