Sabtu, 20 April 24

Kubu ARB Diminta Batalkan Perundingan dengan Kubu Agung

Kubu ARB Diminta Batalkan Perundingan dengan Kubu Agung

Jakarta – Meski UU Parpol menyatakan perkara gugatan dualisme kepengurusan DPP Partai Golkar yang mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (6/1/2015), harus diputus dalam 60 hari dan kubu Agung Laksono menginginkan perundingan islah jalan terus pada 8 Januari mendatang, namun sebaiknya ketua umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) segera membatalkan dan menghentikan kelanjutan perundingan tersebut karena tidak ada gunanya lagi.

Hal ini ditegaskan Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo dalam pesan BBM-nya yang diterima Obsession News, Selasa (6/1) pagi. Anggota Komisi III DPR RI yang juga Bendahara DPP Partai Golkar ini menyebut ada lima alasan agar ARB membatalkan dan menghentikan perundingan dengan kubu Agung Laksono.

Pertama, tidak etis meminta islah melalui perundingan tapi tidak mencabut gugatan di pengadilan sesuai kesepakatan perundingan sebelumnya. Kedua, pengadilan adalah forum yang tepat untuk membuktikan kubu mana yang menyelenggarakan Munas-munasan dan kubu mana yang betul-betul menggelar Munas sesuai ketentuan UU dan AD/ART Partai Golkar.

Ketiga, adanya permintaan yang macam-macam yang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh DPP Partai Golkar hasil Munas Bali. Keempat, ada kesan kubu Ancol melakukan taktik mengulur-ulur waktu sambil berharap  dukungan politik dan dukungan  kekuasaan dari pemerintah.

Kelima, kita tidak melihat keseriusan kubu Ancol untuk betul-betul ingin mencapai islah demi kepentingan masa depan partai.

“Jadi sekali lagi, ARB agar segera menarik Tim juru runding yang ada dan menghentikan perundingan islah yang ‘basa-basi’ itu. Lebih baik penyelesaian kekisruhan tersebut melalui pengadilan, agar ada kepastian hukum bagi masa depan Partai Golkar,” tegas Bambang Soesatyo.

“Islah dapat dilakukan setelah pengadilan memutuskan siapa pemenangnya. Mumpung pemilu masih 5 tahun lagi. Soal Pilkada kan tidak ada pengaruhnya. Di KPU atau KPUD, tandatangan yang masih diakui secara legal formal konstitusi dan masih tercatat di sana adalah Ketua Umum dan Sekjen hasil Munas Golkar VIII Riau 2009. Yaitu  Aburizal Bakrie dan Idrus Marham,” tandasnya.

Sebelumnya, kubu Agung Laksono menggelar rapat pimpinan harian partai di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Jumat (2/1), guna membahas persiapan islah dengan kubu ARB yang akan digelar pada 8 Januari 2015. “Kita akan membahas hal-hal yang menjadi pekerjaan rumah DPP Golkar kedepan terkait dengan hubungan kesiapan sidang islah antara kami dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie pada 8 Januari mendatang,” kata Ketua Umum Partai Golkar Hasil Munas Ancol, Agung Laksono.

Menurut Agung, rapat pada Jumat itu digelar untuk memantapkan kembali posisi partai, serta pandangan politik, salah satunya tentang sikap untuk keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP). Agung menganggap keputusan untuk keluar dari KMP merupakan keputusan hasil Munas. “Jadi itu amanat munas dan harus dijalankan seperti Partai Golkar menjadi pendukung pemerintah. Kami memandang sudah saatnya tidak berkoalisi. Maka kami keluar dari KMP. Itu semua keputusan munas,” ujar Menko Kesra era SBY ini.

Agung mengatakan, kubu dia akan tetap mengupayakan perundingan dengan Golkar kubu ARB melalui jalur islah. Namun jika dalam islah pada 8 Januari 2015 belum ada titik temu, Agung mengatakan masih akan ada islah-islah selanjutnya.

Lebih lanjut, Agung menyatakan, pihaknya tidak ingin permasalahan internal Golkar ini diselesaikan dengan kembali membentuk munas. “Untuk munas islah, kami hindari. Karena masalahnya banyak hal,” kilahnya.

Menurut Agung, pembentukan munas sebagai sarana islah tidak perlu dilakukan. Sebab, munas yang digelar baik di Bali maupun di Jakarta, keduanya sudah diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM. “Munas yang ada dua ini diakui, tapi belum disahkan. Dari surat Menkumham ini diakui. Tapi siapa yang disahkan belum tahu,” paparnya. (Ars)

Related posts