Sabtu, 20 April 24

KPK Tolak 6 Pasal Revisi UU KPK

KPK Tolak 6 Pasal Revisi UU KPK

Jakarta, Obsessionnews – Melalui siaran pers Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/10/2015), secara umum KPK menolak revisi UU KPK yang menurutnya enam poin dapat merugikan ruang geraknya. KPK sendiri sependapat dengan sikap dan keputusan Presiden untuk menolak revisi UU KPK yang diusulkan enam partai saat Rapat Legislasi DPR RI pada Selasa (6/10) kemarin.

Revisi terhadap draf UU KPK Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK menuai pro kontra, PKS dan Demokrat menolak UU revisi KPK, sedangkan Gerindra dan PAN belum menentukan sikap. Lima fraksi lainnya di DPR diduga ngotot merevisi UU KPK yang megarah kepada ‘pelemahan’ KPK.

Oleh karena itu, dalam siaran pers KPK, secara tegas lembaga antirasuah ini menolak revisi UU KPK dengan pertimbangan pertama mengenai masa kerja KPK. Menurut KPK, tidak perlu ada pembatasan masa jabatan mengingat Pasal 2 Angka 6 Tap MPR Nomor VIII Tahun 2001 menyatakan, MPR mengamanahkan pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dalam Tap MPR tersebut tidak menyebutkan adanya pembatasan tertentu.

Kedua, KPK tidak menginginkan ada penghapusan kewenangan penuntutan sebab hal tersebut bagian yang tidak terpisah dari proses penanganan perkara secara terintegrasi. “Tidak perlu dihapuskan kewenangan penuntutan karena proses penuntutan yang dilakukan KPK merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari proses penanganan perkara secara terintegrasi. KPK juga mampu membuktikan adanya kerja sama yang baik antara penyelidik, penyidik dan penuntut umum yang dibuktikan dengan dikabulkan seluruh penuntutan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (100% conviction ratei).”

Ketiga, mengenai pembatasan wilayah penanganan perkara oleh KPK diatas Rp 50 miliar dianggap tidak berdasar sebagaimana pada dasarnya KPK fokus pada subyek hukum, yaitu penyelenggaraan Negara sesuai Tap MPR Nomor XI tahun 1999 dan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Selanjutnya poin ke-empat, Komisi Pemberantasan Korupsi menilai pembentasan kewenangan penyadapan yang mesti seizing ketua Pengadilan Negeri merupakan upaya melemahkan KPK sendiri dalam memberantas korupsi. Tindakan penyadapan yang dilakukan KPK selama ini berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, tertuang dalam perkara Nomor 006/PUU-I/2003 dan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, sebagaimana Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa kewenangan penyadapan KPK tidak melanggar konstitusi sehingga perlu dipertahankan dan selama ini kewenangan penyadapan sangat mendukung keberhasilan KPK dalam pemberantasan korupsi. Apabila kewenangan ini dicabut maka sama dengan keinginan untuk melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi.

KPK juga memiliki kewenangan melakukan penyadapan berdasarkan undang-undang (legal by regulateI) yang berbasis pada evaluasi/audit proses penyadapan, sehingga ketika KPK melakukan penyadapan tidak diperlukan adanya ijin dari pengadilan (legal by court order).

Kelima, terkait Undang-undang refisi KPK diberi wewenang untuk mengeluarkan SP3, namun dalam siaran persnya KPK menyebutkan KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3, terkecuali terhadap perkara-perkara secara limitiatif tersangka meninggal dunia, tersangka tidak layak diperiksa di pengadilan (unift to stand trial).

Poin ke-enam KPK juga menegaskan agar diberi wewenang untuk melakukan rekrutmen pegawai secara mandiri, termasuk mengangkat Penyelidik dan Penyidik berdasarkan kompetensinya bukan berdasarkan statusnya sebagai Polisi atau Jaksa. (Asma)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.