
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar para penyelenggara pemilu tidak boleh menerima suap dalam menjalankan tugas melakukan proses penghitungan suara. Sebab, ditangan mereka lah akan menentukan kualitas demokrasi dan martabat presiden terpilih.
Sehari setelah pencoblosan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden masih saling klaim menang berdasarkan hasil hitungan cepat dari lembaga survey yang menjadi pegangan masing-masing. Hal inilah dikhatirkan akan terjadi transaksi suap menyuap.
“Saya sangat berharap tidak ada pihak manapun yang main suap, selain tidak menghasilkan kekuasaan yang bersih akan mengalami delegitimasi,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di kantornya, Kamis (10/7/2014).
Busyro mengajak peran serta masyarakat untuk mengawasi berjalannya pemilu presiden ini agar bisa berjalan secara jujur dan adil, tidak ada pihak lain yang dirugikan akibat adanya praktek manipulatif yang bisa saja dilakukan oleh penyelenggara pemilu. “KPU, KPUD dan Bawaslu memiliki posisi menentukan terjaganya proses penghitungan suara,” katanya.
Ditempat terpisah, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpendapat, fenomena saling klaim itu menunjukan tidak adanya kepercayaan atas tahapan Pilpres yang diselenggarakan lembaga negara. Akibatnya, antara elite bahkan antara rakyat saling curiga, saling waspada dan saling mengintai. Muncullah rasa saling terancam dan terserang.
“Pemilu itu harusnya wahana masyarakat di Indonesia untuk melakukan pendalaman demokrasi melalui proses nilai-nilai positifnya. Tak semestinya cara-cara itu dilakukan,” papar Siti.
Siti mengatakan bahwa hitung cepat lembaga survei tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh sebab itu, demi situasi aman dan terkendali, dia meminta dua kubu itu menunggu penghitungan resmi suara berjenjang yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Has)