
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan menindaklanjuti vonis pengadilan Tipikor Jakarta yang telah menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara terhadap Susi Tur Andayani. Dalam Amar putusan tersebut Susi disebut turut serta memberikan uang sebesar Rp 500 juta kepada M Akil Muchtar selaku hakim konstitusi. Uang tersebut berasal dari pasangan Rycko Menoza-Eki Setyanto selaku termohon dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah Lampung Selatan 2013.
“Akan kita dalam putusan hakim itu,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo saat dikonfirmasi, Senin (23/6/2014).
Kemenangan Rycko-Eki dalam pilkada Lampung Selatan digugat oleh 3 pesaingnya yaitu Wendy Melfa-Antoni Imam, Fadhil Hakim-Andi Aziz, dan Andi Warsino-A Benbela di Mahkamah Konstitusi. Rycko-Eki lalu menunjuk Susi Tur sebagai penasehat hukum. Dalam fakta persidangan terungkap bahwa uang itu diberikan kepada Akil dengan maksud untuk memenangkan Rycko-Eki dalam sengketa pilkada tersebut. Hakim menyatakan uang itu diberikan dalam dua tahap, pertama sekitar awal bulan Agustus 2010 dan sehari setelah vonis MK dibacakan.
Johan mengatakan dalam penanganan kasus suap penanganan sengketa pilkada di Lampung Selatan pihaknya belum menetapkan satupun tersangka. Namun katanya, kasus ini masih akan terus dikembangkan pasca vonis Susi. “Belum ada perkembangan baru,”papar Johan.
Susi Tur juga dinilai terbukti sebagai perantara suap kepada Akil dalam pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Banten. Hakim memutus Susi melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara. Pasal tersebut mengatur tentang pemberian suap atau janji kepada seorang hakim.
“Menyatakan terdakwa Susi Tur Andayani bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dan oleh karena itu menjatuhkan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp150 juta diganti pidana kurungan 3 bulan penjara,” kata ketua majelis hakim Gosyen Butarbutar dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta.
Terjadi Dissenting Opinion.
Sementara Susi dibebaskan dari dakwaan pasal 12 huruf c UU Tipikor junto Pasal 55 KUHP, tentang penerimaan suap oleh hakim. Pasal ini yang digunakan jaksa untuk menuntut Susi dengan 7 tahun penjara. “Karena terdakwa tidak bisa dipandang sebagai hakim,” lanjut Gosen.
Oleh karena itulah hakim memilih Pasal 6 ayat 1 huruf c, memandang Susi sebagai pihak yang melakukan pemberian terhadap Akil. Bukan sebagai pihak yang turut menerima, seperti pandangan jaksa. Terkait hal itu dua anggota majelis hakim pun mengajukan pendapat berbeda. “Terdapat pendapat berbeda dari hakim 3 dan 4,” kata Gosen.
Hakim anggota 3, Sofialdi menyatakan surat dakwaan KPK sudah kabur sejak awal. Oleh karena itu, Sofialdi, mengajukan pendapat berbeda pada putusan sela. Namun karena empat hakim lain menyatakan surat dakwaan memenuhi syarat, maka persidangan tetap dilanjutkan. “Surat tuntutan jaksa juga harus dinyatakan tidak diterima,” kata Sofialdi.
Sedangkan hakim anggota 4, Alexander Marwata menyatakan dirinya tidak sependapat dengan tiga hakim lain. Dari hasil persidangan disimpulkan bahwa Susi Tur melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a. Pasal yang tidak ada di surat dakwaan jaksa. Menurut Alex, hakim tidak bisa memutus dengan pasal yang tidak ada di dalam surat dakwaan jaksa begitu saja.
“Hal ini sama saja mentolerir kecerobohan penuntut umum. Jika diakomodir, tidak menutup kemungkinan ke depannya PU akan membuat dakwaan asal-asalan,” kata Alexander. (Hasan)