
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tertutup kemungkinan akan menjerat keluarga dan kerabat mantan Menteri Agama Suryadharma Ali jika ditemukan dua alat bukti yang cukup. Sebab Dalam kasus korupsi dana haji yang menjerat SDA sebagai tersangka sarat akan nuansa nepotisme.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengaku pihaknya tengah menelusuri sejauhmana pengaruh nepotime dalam kebijakan pelaksanaan haji di Kementerian Agama. “Kami ingin telusuri sejauh mana muatan-muatan nepotisme dan kronisme mempengaruhi kebijakan-kebijakan di sektor haji sehingga menyeret mantan Menteri Agama sebagai tersangka,” ujar Busyro saat dihubungi, Kamis (24/7/2014).
Penggunaan kuota haji oleh pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan Suryadharma ini dianggapnya mengorbankan kepentingan rakyat. Pola pengelolaan kuota haji yang sarat nepotisme ini, menurut Busyro, bisa merusak demokrasi.
Dia juga mengatakan bahwa KPK akan memaparkan buruknya pengelolaan haji tersebut dalam surat dakwaan Suryadharma Ali yang akan dibacakan dalam persidangan nanti. “Sehingga publik bisa tahu bahwa ini loh model pengelolaan ibadah haji yang berlangsung bertahun-tahun,” katanya.
Dalam kasus ini Suryadharma Ali diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan statusnya sebagai menteri agama saat. Ia mengisi sisa kuota haji pada tahun 2012 dengan orang-orang terdekatnya, termasuk ada di antaranya anggota DPR dari PPP.
Tercatat tak kurang dari 30 orang ikut dalam rombongan bawaan SDA itu. Terkait hal ini, beberapa peserta rombongan yang telah diperiksa KPK mengatakan mereka tetap membayar biaya haji dan tak menggunakan uang negara sepeserpun.
Meski pun demikian KPK bisa menjerat mereka secara bersama-sama. Busyro menjelaskan, hal yang menjadi masalah bagi KPK bukan ada atau tidaknya ongkos haji yang dibayarkan anggota DPR dalam rombongan Menag tersebut, melainkan penggunaan sisa kuota calon jamaah haji oleh pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan Suryadharma.
“Masalahnya bukan bayar atau tidak. Anggota DPR kan mewakili rakyat, memperjuangkan kepentingan rakyat. Sedangkan kalau sudah ada rakyat yang bertahun-tahun daftar haji dengan dibarengi jual sawah, kerbau, gadaikan alat rumah tangga, harusnya dia bisa berangkat, tapi jatahnya diambil orang-orang yang memiliki previlage karena satu partai,” papar Busyro
Penggunaan kuota haji untuk kroni-kroni menteri ini juga dinilai Busyro sebagai bentuk disfungsi Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) haji yang dibangun Kemenag. Sistem teknologi tersebut sedianya bisa menjadikan pelaksanaan haji transparan dan tersistem. Pengelolaan Siskohat ini, kata Busyro, menjadi salah satu hal yang diperiksa KPK terkait penyidikan kasus dugaan korupsi haji yang menjerat Suryadharma.
“Mengapa sheet (kursi) yang kosong tidak diberikan jamaah haji di daerah-daerah dengan usia yang lebih tua dulu? Kan ada Siskohat, semua sudah computerized, sudah online, jadi untuk tahu di Jakarta ada 10 kursi kosong karena di Jabar ada yang meninggal, sistem bisa bekerja, oh mana yang lebih tua, Papua satu, Sleman berapa, itu bisa diketahui. Tapi ini kan tidak,” tutur Busyro.
KPK telah memanggil sejumlah anggota DPR dan keluarga Suryadharma yang diduga ikut dalam rombongan haji yang menggunakan sisa kuota calon jamaah haji. Anggota DPR yang dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi bagi Suryadharma di antaranya, Reni Marlinawati dan Irgan Chairul Mahfiz.
KPK juga memanggil suami Reni, Mochamad Amin, istri Irgan, Wardatun N Soenjono, serta sejumlah politikus PPP lainnya, yakni Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan Provinsi Banten Muhammad Mardiono, beserta istri, Etty Triwi Kusumaningsih, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan Joko Purwanto dan istrinya, Deasy Aryan Larasati. (Has)