Kamis, 25 April 24

Kota Gagal Akibat Tidak Seimbangkan Tiga Hal

Kota Gagal Akibat Tidak Seimbangkan Tiga Hal
* Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil.

Nusa Dua Bali, Obsessionnews.com – Kota yang gagal biasanya tidak menyeimbangkan tiga hal. Yakni relasi terhadap alam, relasi terhadap manusia dan budaya, serta relasi terhadap tuhan. Tidak punya ketiganya, kota itu cenderung menjadi suatu dimensi yang terbatas.

Hal itu dikatakan Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil saat menjadi pembicara simposium pada acara World Culture Forum (WCF) 2016, di Nusa Dua Bali, Selasa (11/10/16).

“Banyak kota di dunia yang fokusnya hanya membangun ekonomi seolah setelah sejahtera kaya bahagia, padahal tidak. Itu menunjukan banyak kota maju masyarakatnya gak betah gak bahagia,” ujarnya.

rk-di-wcf-4

Menurutnya tiga hal tersebut telah diterjemahkan di Bandung dengan diperbanyak ruang – ruang alam, ruang – ruang interaksi, ruang budaya, festival, ruang kemanusiaan.

“Saya suka menyapa warga miskin tapi ada sisi religiusnya ada maghrib mengaji, kunjungan ke gereja, vihara dan lain sebagainya. Kuncinya seimbang,” katanya.

Lanjut Ridwan, ditengah era teknologi, interaksi fisik masih sangat penting dilakukan, teknologi cukup untuk memudahkan tanpa harus menghilangkan kemanusiaan.

“Budaya kan ekspresi manusia saya selalu bilang teknologi itu memudahkan tapi jangan sampai menghilangkan kemanusiaan, dan teknologi ini punya sisi baik dan buruk. Interaksi fisik masih penting ketemu orang penting gak bisa direduksi di ruang digital saja, maka ruang budaya itu penting karena manusia itu makhluk yang multidimensi,” jelasnya.

Kalau manusia dimensinya dibatasi oleh teknologi setengah dimensi lainnya tidak tereksplor disitulah letak lahirnya stres, kejahatan, tidak ada toleransi, karena tidak pernah bertemu. Di Bandung ruang fisik itu paling penting, bagi saya itu tujuan paling baik.

Tak hanya itu, Ridwan mengatakan pemuda harus paham bahwa pemuda pemilik masa depan.

“Pemuda harus paham, ia mau tinggal di sebuah budaya yang gitu-gitu saja yang semua sama dihomogenisasi atau tinggal di budaya yang kaya raya,” tegasnya.

Ridwan mengatakan pemuda ini harus menggali nilai-nilai budaya. Antara pemuda yang kalah atau yang menginspirasi dunia.

“WCF ini kuncinya memberi pesan, keberhasilannya diukur apakah pesannya sampai atau tidak. Kalau pesannya sampai dengan platform kebijakan dan peraturan berarti berhasil,” pungkasnya. (Dudy Supriyadi)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.