
Jakarta- Konvensi pendidikan nasional yang bakal digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) September 2013 mendatang harus menjadi ajang evaluasi dan melahirkan komitmen agar dunia pendidikan tidak mudah diintervensi bidang lain. Bidang pendidikan harus konsisten melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukumnya.
“Tugas pendidikan pula untuk melahirkan politikus dan iklim yang kondusif bagi dunia pendidikan,” ujar pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Wakhudin Abubakar di Jakarta, Jumat (3/5/2013).
Menurutnya, , agar iklim pendidikan di Indonesia berjalan normal, maka konvensi tersebut harus mereview UU Sisdiknas bersama turunannya, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Mendikbud, termasuk di dalamnya Ujian Nasional (UN) dan berbagai macam program pendidikan agar kembali ke semangat pendidikan, yaitu semangat mendidik. Bukan semangat jual-beli atau berpolitik.
Pada bagian lain, Wakhudin mengatakan, perubahan kurikulum merupakan keniscayaan dan kelaziman. Sebab, kurikulum merupakan alat mendesain pendidikan.
“Kalau pendidikan haus berubah, maka yang diubah kurikulumnya. Kalau saja kurikulum yang berubah mengikuti hukum pendidikan, maka itu wajar. Tapi kalau kurikulum berubah mengikuti hukum politik, itu yang rusak,” tegasnya.
Ia menilai, perubahan menuju Kurikulum 2013 lebih banyak campur tangan politiknya. Meski demikian, sesungguhnya hal itu masih bisa dilakukan treatmen pendidikan, selama semua stakeholders konsisten dengan hukum pendidikan. Namun sayangnya, pemerintah yang berwenang menetapkan Kurikulum 2013 gampang berubah dengan iklim politik.
“Itulah sebabnya, kurikulum tidak mengalami kestabilan,” tuturnya. (rud)