Rabu, 22 Maret 23

Konflik Golkar Bisa Hasilkan Partai Baru

Konflik Golkar Bisa Hasilkan Partai Baru
* Deddy As Shidik, pengamat hukum dan kebijakan publik. (Foto: Teddy Widara/obsessionnews.com)

Subang, Obsessionnews – Memanasnya pertikaian internal Partai Golongan Karya (Golkar) antara kubu Aburizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono (AL) bisa melahirkan partai baru.

“Kalau kedua belah pihak tidak sampai legowo dalam menerima keputusan akan muncul partai baru. Akan muncul Golkar tandingan,” ujar pengamat hukum dan kebijakan publik Deddy As Shidik kepada obsessionnews.com di Subang, Jawa Barat, Selasa (31/3/2015).

Menurut Deddy, konflik kedua kubu di Golkar memiliki dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum. Keduanya adalah satu kesatuan. “Politik harus taat hukum. Sebaliknya hukum juga produk politik,” tandasnya.

Untuk mengatasi konflik dengan baik, kata Deddy, Golkar seharusnya menyelesaikan internal politiknya dulu. “Jangan dulu saling lapor secara hukum, Ini ‘kan kubu Bali (kubu ARB) tiba-tiba melaporkan secara hukum, begitu juga kubu Ancol (kubu AL),” katanya.

Harusnya kedua kubu berkumpul dulu dalam internal partai melalui Mahkamah Partai, karena keputusan tertinggi internal politik itu adalah Mahkamah Partai. “Jadi jangan dulu saling menggugat ke pengadilan. ‘Kan ini mah internal politik. Tidak lucu atuh. Konflik internal tapi minta tulung ke orang luar,” ujar Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Subang (Unsub) ini.

Kubu AL bermain di internal partai. Sayangnya, kubu ARB tidak datang ketika digelar sidang di Mahkamah Partai. Sehingga timbul indikasi menyalahkan kepada ARB yang tidak hadir pada proses Mahkamah Partai. Malah yang aktif adalah kubu AL. “Sehingga muncul penafsiran Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang on the track itu adalah kubu AL. Padahal bukan memenangkan tetapi menafsirkan,” jelas Deddy.

Melihat putusannya seperti itu, hendaknya kubu ARB jangan lagi melaporkan ke pengadilan umum atau Bareskrim Polri untuk mengadukan pidana. “Sekarang lebih tepat mengajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) bahwa Kemenkumham keliru membuat ketetapan yang mengakui kubu AL karena berdasarkan keputusan Mahkamah Partai yang tidak jelas. Pengakuannya samar,” kata Deddy.

Kalau keputusan pemerintah tidak berdasarkan fakta, maka itu bisa dinyatakan batal dan bisa dinyatakan tidak sah oleh PTUN.

Sayangnya sekarang terjadi perebutan ruang Fraksi Golkar DPR dengan perusakan. Itu bahaya bisa pidana. Ini juga akan menjadi pertimbangan PTUN indikasi pemalsuan surat mandat terbukti. Bisa jadi kubu Ancol dinyatakan tidak sah. Harusnya dilaporkan ke Bareskrim Polri tentang pemalsuan. “Ke Bareskrim Polri itu minta diperiksa asli atau palsu. Jangan pidananya,” ujar Deddy. Ia menambahkan, apabila palsu bisa dipakai sebagai barang bukti pemalsuan. Hasilnya akan bisa dijadikan bukti untuk membatalkan.

Mengenai posisi kekuatan di parlemen, apabila kubu AL menang hampir dipastikan kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP) akan ompong, karena komitmen kubu AL mendukung Presiden Jokowi.

“Namun secara hukum saat kini kubu ARB yang sah. Karena untuk merombak struktur DPR itu harus diajukan ke Ketua DPR. Hingga kini putusan PTUN masih belum memperjelas atas putusan Mahkamah Partai yang masih dianggap samar,” tandas Teddy.

Persoalan ini hendaknya disikapi dengan tenang oleh kedua belah pihak. “Tidak ditanggapi dengan emosional. Supaya menjadi pelajaran politik yang bagus,” jelasnya. (Teddy Widara)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.