
Yogyakarta, Obsessionnews – Pendidikan merupakan satu hal yang tidak bisa diabaikan. Semua orang tua pasti ingin memberikan pendidikan terbaik kepada anaknya. Begitu pula aktivitas para anggota Coin A Chance (CAC). Sebuah koin menjadikan inspirasi bagi komunitas ini.
Komunitas CAC merupakan sebuah gerakan yang bisa diaplikasikan untuk semua orang. Diperuntukkan pada kesempatan yang lain, memiliki tujuan yang sama dalam kesempatan yang besar. Terutama dalam bidang pendidikan, membantu anak-anak yang kurang mampu dengan mengumpulkan rupiah berupa koin.
Dalam menyebarkan virus-virus CAC ini, Allousius Dian Hartanto yang biasa disapa Anto sebagai pembawa virus dan temannya, Karlina, awalnya sedikit susah. Hanya terkumpul puluhan sampai ratusan ribu rupiah saja berupa koin. Anto dan teman-temannya mendapat inspirasi mengumpulkan koin ketika melakukan kuliah kerja nyata (KKN).
“Setiap bulan kami melakukan kegiatan droping. Berawal kami kumpulkan siapa saja yang mengikuti kegiatan seperti ini. Kami jalan beberapa bulan dulu dan cukup banyak yang datang. Awalnya karena kami suka dengan yang namanya kegiatan sosial. Namun, bingung untuk mewujudkannya kami mau berbuat apa. Akhirnya menemukan ide yang bisa dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana saja seperti mengumpulkan koin ini,” ujar Anto.
Untuk gerakannya, terang Ardhi, anggota CAC, terbentuknya CAC sudah ada pada tahun 2008 yang kemudian dibawa oleh Anto dan Karlina ke Yogyakarta. Awal Februari 2009, CAC sudah memperkenalkan diri kepada masyarakat dan pada April 2009, dicetuskannya CAC di Yogyakarta.
Bicara soal diskusi, terang Anto, komunitas CAC ini biasanya berkumpul setiap bulannya di bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan kegiatan yang biasa disebut coin collecting day. Diisi dengan diskusi dan menghitung hasil droping.
Anggota yang tergabung di CAC ini terdiri dari berbagai kalangan sekitar 20-an orang, kebanyakan mahasiswa dan yang sudah bekerja. Ada pun anak-anak yang diasuh oleh komunitas ini dari Yogyakarta dan sekitarnya. Sekitar belasan anak kurang mampu yang didampingi olehnya. Biasa mereka sebut dengan adik asuh.
Menurut Ardhi, dengan uang receh saja ternyata bisa menyekolahkan anak kurang mampu dan menjadikan anak tersebut berprestasi. “Awalnya bingung akan digunakan untuk apa. Biasanya jika mempunyai uang receh diletakkan begitu saja. Tapi dengan uang receh bisa membantu anak-anak dalam pembiayaan sekolahnya dan perkembangannya,” paparnya.
Ada pun kegiatan droping yakni meletakkan wadah di tempat-tempat umum seperti rumah makan dan tempat kumpul anak muda Yogyakarta lainnya. Beberapa di antaranya ada di ketiga cabang kedai kopi, tempat makan, dan tempat bimbingan belajar seperti kursus Bahasa Inggris. Biasanya per dua bulan diambil hasil droping itu. Nantinya akan diberikan ke sekolah-sekolah di mana anak-anak asuh ini menimba ilmu.
“Tak jarang adik-adik asuh kami sangat senang sekali dengan adanya gerakan ini. Ada juga yang berprestasi seperti kejuaran se-Kabupaten Sleman, mengikuti lomba-lomba MIPA dan baca puisi. Bahkan yang rumahnya dulu terkena musibah gempa mengikuti kejuaran karate bersama universitas yang ada di Korea,” kata Ardhi.
Komunitas ini mengelola anak SD, SMP, dan SMA yang biaya sekolahnya mereka inilah yang membantu dengan mengumpulkan koin-koin bermanfaat itu. Untuk SD senilai Rp 180.000/semester, SMP senilai Rp 300.000/semester, dan SMA senilai Rp 500.000/semester. Pada dasarnya, anak-anak harus wajib belajar 12 tahun atau lulus SMA. Ada juga yang berkelanjutan sampai jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.
CAC ini, terang Ardhi, anak-anak kurang mampu tapi punya semangat belajar yang tinggi dan nilai yang bagus. “Awalnya mereka di sekolah masih biasa-biasa saja. Lama-kelamaan anak-anak ada peningkatan prestasi, baik nilai yang bagus dan beberapa dari adik asuh banyak yang mengikuti lomba,” ucapnya.
Ketika liburan, lanjut Ardhi, CAC mempunyai agenda liburan bersama adik-adik asuh dengan memberikan liburan yang mendidik aanak asuhnya dengan kegiatan yang positif. “Mengajaknya ke kebun binatang atau tempat wisata yang edukatif. Selain meringankan beban orang tua, juga sebagai wadah pendukung. Ketika ada anak-anak yang nilainya turun , kami beri semangat dan kami damping belajarnya. Kami juga memantaunya melalui sekolahnya,” jelasnya.
Ke depannya yang ingin bergabung mudah saja berkumpul dalam komunitas ini. Kemudian supaya bisa diaplikasikan di seluruh Indonesia. (Nissa)