
Koalisi Merah Putih (KMP) Bakal Bubar?
Ada pameo yang sebenarnya sangat diketahui para politisi, bahwa dalam dunia politik tidak ada yang namanya musuh atau teman abadi, yang ada adalah teman karena kepentingan yang sama, dan menjadi musuh saat berbeda kepentingan. Maka pasti akan diketawain orang bila ada orang yang mengklaim adanya koalisi permanen.
Koalisi Merah Putih (KMP) yang anggotanya terdiri dari Partai Golkar, Gerindra, PAN dan PPP sebenarnya didesign semacam itu. KMP dibentuk dengan tujuan dan harapan menjadi koalisi permanen. Asumsinya, setelah mereka kalah dalam Pemilihan Presiden (Pilpres), diharapkan perjuangan mereka akan berlanjut sampai teraihnya kekuasaan di tangan mereka.
Nyatanya antara harapan dan fakta berbeda, harapan supaya KMP tetap utuh sampai lima tahun ke depan. Faktanya, baru beberapa bulan sudah runtuh satu persatu. Diawali dengan perpecahan di tubuh PPP, yang sebenarnya telah terjadi sebelum pendeklarasian KMP. Namun konflik internal di tubuh PPP semakin meruncing, setelah pendeklarasian KMP. Sebab tidak semua pengurus DPP PPP setuju dengan Ketua Umum (Ketum) Suryadharma Ali (SDA) yang mendukung pencapresan Prabowo Subianto.
Dan konflik tersebut semakin menjadi-jadi, setelah dalam Pilpres calon presiden yang didukung SDA kalah, dan juga ditetapkannya mantan Menteri Agama (Menag) itu menjadi tersangka kasus korupsi dana haji oleh KPK. Dengan dilengserkannya SDA, praktis PPP terbelah. Karena kubu yang melengserkannya kemudian menetapkan Romahurmuzij (Romi) jadi Ketum PPP. SDA yang tidak puas kemudian menyelenggarakan Muktamar dan menetapkan Djan Faridz jadi Ketum.
Sejak ada dualisme kepengurusan di PPP, praktis keberadaan fraksi partai tersebut jadi tidak jelas. Karena sebagian besar anggota fraksi merapat ke kubu Romi, dan sekitar enam tujuh orang anggota dewan PPP lainnya mendukung Djan Faridz. Jadi kesimpulannya PPP terbelah dukungannya, sebagian besar ke pemerintah, terlebih setelah kader partai tersebut ada yang dijadikan menteri. Dan lainnya tetap di KMP.
Yang tidak terduga adalah terbelahnya Golkar. Meskipun benih perbedaan pendapat diantara para tokohnya soal dukungan kepada siapa telah muncul saat Pilpres lalu, tetapi orang tidak pernah menyangka kalau akan muncul dua Munas dan dua kepengurusan. Karena partai ini adalah partai besar, sarat pengalaman, dan banyak sekali orang pinternya. Banyak pengamat menganggap Golkar pasti mampu mengatasinya.
Ternyata, konflik itu semakin runyam dan nampaknya sulit didamaikan. Sehingga praktis nasib Golkar sama dengan PPP terbelah dukungannya, sebagian ke pemerintah, yang lain tetap di KMP. Maka tidak heran jika politisi Gerindra Desmon Junaedi Mahesa merasa tidak yakin bahwa KMP akan tetap utuh atau solid. Lihat saja saat sebagian anggota KMP berharap menolak Perppu Pilkada, yang lain malah menerima.
Kekuatiran Desmon memang cukup beralasan jika kita kembalikan kepada dalil awal bahwa dalam dunia politik tidak ada persekutuan abadi, yang ada adalah perkawanan untuk kepentingan yang sama dan cuma sesaat. Karena itu jangan terlalu yakin dengan janji politik, kalau tidak mau dikecewakan dikemudian hari. (Arief Turatno, wartawan senior)