
Teater Gandrik kembali digelar dengan tajuk Hakim Sarmin pada 5-6 April 2017 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Naskah Hakim Sarmin ditulis oleh Agus Noor, diproduseri oleh Butet Kartaredjasa, dan disutradarai oleh G. Djaduk Ferianto. Pementasan ini juga didukung oleh Bhakti Budaya Djarum Foundation dan melibatkan para seniman.
Pementasan kali ini terlihat menarik. Hal ini dikarenakan, pementasannya dibawakan dengan menyisipkan lantunan lagu pada dialog-dialognya. Selain itu, lakon yang di bawakan seperti bentuk dari representatif kondisi sosial yang ada saat ini.
Lakon Hakim Sarmin ini mengisahkan tentang sebuah jaman dimana keadilan dan kegilaan sudah tidak bisa dibedakan. Para hakim yang berada di jaman tersebut memilih masuk rumah sakit jiwa dengan nama Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sumber Waras, yang disebut-sebut sebagai Pusat Rehabilitasi yang dipimpin oleh seorang dokter, dr. Menawi Diparani. Sementara hakim-hakim yang menolak untuk masuk rsj tersebut dikabarkan mati terbunuh. Isu mengenai pembersihan hakim pun menebar kecemasan bagi banyak pihak.
“Kegilaan dimulai dari pikiran. Revolusi selalu diawali oleh mereka yang gila. Inilah jaman ketika kegilaan sudah menjadi trend. Kalau tidak gila dianggap jadul, kurang gaul,” ujar Hakim Sarmin yang diperankan oleh Butet Kartaredjasa dalam potongan dialognya.
Kepentingan politik, ambisi kekuasaan, dan siasat licik untuk saling menjatuhkan terasa begitu kental dalam setiap adegan yang diperankan di pementasan kali ini. Dibentuknya pusat rehabilitasi ini memiliki dua sisi yang berbeda. Satu sisi, pusat rehabilitasi ini menjadi jalan keluar bagi wabah kegilaan yang merebak.
“Lakon yang membongkar kegilaan masyarakat di tengah carut-marut hukum ini akan menjadi lakon yang kocak dan penuh satir ketika dimainkan di atas pentas. Guyonan dan adegan demi adegan yang ditampilkan dengan gaya Teater Gandrik akan membuat lakon Hakim Sarmin ini menjadi tak sekadar penuh tawa, tapi juga ironi yang membuat kita harus memikirkan kembali kewarasan kita,” ujar Agus Noor. (Indah)