
Jakarta – Pembangunan belum merata dan kesenjangan masih tinggi baik antar masyarakat maupun antar wilayah. Hal ini dikemukakan Ketua DPD RI Irman Gusman saat memberikan pengarahan kepada seluruh Sekretaris Daerah (Sekda) dalam Rapat Koordinasi Sekda se-Indonesia bertema “Menakar Kesiapan Pemda dalam Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual” di Kantor Kementerian Dalam Negeri RI, Jakarta Pusat (17/12).
Ia mengatakan, hingga saat ini konsentrasi pembangunan dan aktifitas ekonomi Indonesia masih terkonsentrasi di wilayah barat. Dua puluh persen kelompok terkaya di Indonesia menguasai 49 persen perekonomian nasional. Ini menunjukan adanya ketidakmerataan ekonomi di dalam masyarakat yang diakibatkan pembangunan yang masih belum berkualitas dan hanya bertumpu pada sektor-sektor tertentu.
“Sebagai negara agraris dan maritim, kita harus berusaha agar kedua sektor ini dapat kita dorong. Peran pemerintah daerah dalam hal ini sangat penting dalam mengeksplor potensi pertanian dan kemaritiman yang notabene dimiliki sebagian besar wilayah Indonesia. Lebih baik kita menjadi negara petani tapi kaya, daripada mengaku negara ahli teknologi tapi ‘kere’,” tegas Irman.
Lebih lanjut Irman menambahkan saat ini koefisien gini Indonesia sudah menyentuh angka 0,42. Angka ini menjadi lampu merah bagi Indonesia sekaligus menandakan jurang ketimpangan yang begitu lebar telah terjadi. Menurutnya, bila ketimpangan ini menyentuh angka 0,45 maka instabilitas sosial dan politk dapat tercipta dan konflik masyarakat dapat terjadi.
“Pemerintah dan daerah harus bekerja keras serta bersinergi untuk mengatasi gap tersebut. DPD RI pun berupaya menjembatani daerah dengan pusat agar aspirasi dan potensi seluruh daerah dapat disalurkan sehingga pembangunan dapat dirasakan tak hanya sebagian wilayah saja, namun seluruhnya dari Sabang sampai Merauke,” ujar Ketua DPD.
Irman mengemukakan bahwa Bappenas telah menargetkan pada 2025 pendapatan perkapita masyarakat Indonesia mencapai 7000 US$. Untuk untuk mencapai target tersebut diperlukan kerja keras baik pusat maupun daerah agar pertumbuhan ekonomi dapat mencapai kisaran 6,4 persen dan inflasi dapat terus terjaga.
“Kita tentu perlu mengupayakan agar target ini dapat kita capai dengan dukungan seluruh daerah. Untuk itu inflasi di daerah perlu dijaga misalnya melalui pengawasan dan pengendalian stok dan harga kebutuhan pokok di daerah maupun berbagai usaha lainnya.” tutur Irman.
Disamping itu, dalam rangka meningkatkan aktifitas perekonomian daerah, Irman mengusulkan kepada daerah-daerah yang sudah siap laporan keuangannya agar dapat menerbitkan obligasi daerah sebagai upaya mendorong geliat perekonomian masyarakat di wilayah tersebut.
Ia juga mengingatkan kepada seluruh Sekda se-Indonesia mengenai pentingnya daya saing daerah sebagai penunjang daya saing nasional. Menurutnya daya saing daerah dapat unggul apabila di dukung manajemen pengelolaan daerah yang baik dan professional.
“Daya saing daerah kita harus terus ditingkatkan karena saat ini kita sudah berhadapan dengan era pasar bebas, khususnya AFTA. Persaingan tak lagi hanya antara negara satu dengan negara lainnya, namun antara daerah di satu negara dengan daerah di negara lainnya. Apabila tidak siap maka kita akan tergilas,” tegas Irman.
Sebagai upaya meningkatkan daya saing daerah, pembenahan pengelolaan keuangan daerah perlu di lakukan. Penggunaan standar akuntansi yang akrual merupakan salah satu upaya dalam menciptakan transparansi dan efisiensi keuangan daerah. Dengan pengelolaan keuangan daerah yang baik dan professional, diharapkan transparansi dapat tercipta sehingga penggunaan anggaran dapat lebih efektif dan efisien dalam menunjang kemajuan daerah.
“Kita berharap pembenahan manajemen pembangunan daerah yang ditunjang profesionalitas dalam keuangan daerah dapat diwujudkan dalam rangka memajukan seluruh daerah. Kami di DPD RI juga terus mengupayakan agar dana transfer ke daerah terus ditingkatkan agar aktifitas perekonomian daerah dapat lebih tumbuh,” ujar Irman. (Ars)