Jumat, 19 April 24

Kepemimpinan di Polri Cenderung Pro Korupsi

Kepemimpinan di Polri Cenderung Pro Korupsi

Pontianak, obsessionnews.com. Wacana yang dilemparkan anggota Komisi III DPR Nasir Jamil tentang potong satu generasi jenderal Polri bintang tiga sontak membuat para pengamat politik tanah air untuk menanggapinya. Salah satunya yang menanggapi adalah pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Kalimantan Barat, Dr. Gusti Suryansyah, M.Si. Gusti berpendapat apa yang diwacanakan oleh anggota DPR itu menunjukkan ada kegelisahan di masyarakat tentang adanya kekuatan kepemimpinan di tubuh Polri yang cenderung mengarah kepada budaya pro pada korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.

Gusti Suryansyah, pengamat politik dari FISIP Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Kalimantan Barat,
Gusti Suryansyah, pengamat politik dari FISIP Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak

“Memang dalam beberapa survei menunjukkan justru aparat hukumlah menjadi bagian dari kebobrokan dalam upaya penegakan hukum di Indonesia,” kata Gusti kepada obsessionnews.com di rumahnya, Gang Padi No. 2 Pontianak, Jumat (30/1).

Menurutnya, di tubuh Polri biasanya orang-orang yang berada dalam posisi aman berusaha untuk membangun citra. Padahal, citra yang mereka bangun itu adalah untuk menutupi segala hal yang mereka lakukan yang mengarah kepada tindakan korupsi dan penyahlahgunaan wewenang.

Di lain pihak, di tubuh Polri terdapat orang-orang yang berjiwa reformis, yaitu bercirikan orang-orang yang ingin memperbaiki organisasi dan sebagainya, tetapi dia menunggu giliran untuk berkuasa.

Yang dibutuhkan dalam kepemimpinan di tubuh Polri saat seseorang berada pada level teratas adalah ia berusaha untuk membangun budaya politik di organisasinya. Hal tersebut dilakukan untuk memperbaiki organisasi menuju ke arah yang lebih baik, ungkap Gusti.

Bagaimana menghilangkan generasi di tubuh Polri? Gusti menjawab, hal itu sangat susah, karena dalam organisasi yang normal selalu ada bagian yang reformis dan tidak reformis. Tinggal kekuatan mana yang menang dalam memimpin organisasi. (Ahmad Saufi)

Related posts