Kamis, 25 April 24

Kenapa Ribut dengan Satgas Covid-19 dan Ramuan Herbavid-19?

Kenapa Ribut dengan Satgas Covid-19 dan Ramuan Herbavid-19?
* Haris Rusly Moti

Oleh: Haris Rusly Moti, Aktivis/Koordinator Petisi 28

Saya pernah menyampaikan kritik yang diedarkan di media sosial yang mempertanyakan perasaan kemanusian para pejabat negara dan daerah, mempertanyakan peran Parpol dan calon Kepala Daerah dalam situasi teror wabah corona yang sangat mencekam.

Ketika itu saya mempertanyakan kenapa di saat rakyat terpapar diteror pandemi Covid dan terhimpit secara ekonomi, kelaparan, tapi mereka tak kelihatan batang hidungnya? Kenapa para pejabat itu tak bagi-bagi masker, handsanitaizer hingga sembako kepada rakyat yang sedang kesulitan? Bukankah di musim kampanye mereka rajin turun ke Dapil untuk bagi-bagi kaos, kalender, sembako, hingga duit cash ke rakyat?

Karena itu, saya sangat mengapresiasi ketika dibentuk Satgas Covid DPR untuk mengkoordinasikan aksi sosial kemanusiaan yang dilakukan anggota DPR. Bila perlu, 70 persen aktivitas anggota DPR saat ini berada di Dapilnya untuk membantu meringankan penderitaan yang sedang dialami rakyat.

Kenapa Ributkan Herbavid 19?

Pada awal kasus corona diumumkan menginveksi sejumlah warga Jakarta, ketika itu situasi di Ibu Kota Negara memang terasa mencekam. Apalagi saat itu sejumlah pejabat negara dan daerah, diantaranya Menhub Budi Karya diumumkan terinveksi Corona. Beberapa Dirjend di Kementerian juga diumumkan wafat terinveksi Covid 19.

Situasi yang mencekam itu makin diperparah oleh tidak adanya harapan bagi setiap orang untuk dapat sembuh jika terinveksi Covid 19. Ketika itu, tak ada perusahaan obat, termasuk BUMN Farmasi (Kimia Farma, Indofarma dan Phapros), juga tak ada perusahaan jamu nasional dan lokal yang berani mengumumkan bahwa produk obat atau ramuan jamunya dapat mencegah penularan atau menyembuhkan Covid 19.

Bahkan sejumlah BUMN Farmasi yang selama ini tampil dengan produk obat-obatannya, ketika itu tak ada batang hidungnya. Minimal mereka itu memproduksi masker, sarung tangan hingga handsanitaizer yang saat itu sangat langka dan mahal, itupun tidak dilakukan perusahaan “pelat merah” itu, pada saat situasi memanggil dan membutuhkan peran mereka.

Tentu kita bersyukur jika dalam situasi yang mulai tenang dan terkendali saat ini, sejumlah perusahaan jamu nasional dan lokal kemudian tampil dengan produknya yang katanya dapat mencegah penularan Covid 19. Namun, bayangkan saja situasi yang mencekam saat itu, bukankah mereka juga tak tampil menawarkan solusi pengobatan untuk menyembuhkan atau mencegah penularan virus corona?

Dalam situasi tidak ada harapan itulah, maka masing-masing orang mencari pegangannya sendiri, mencari jalannya sendiri untuk menemukan obat atau ramuan, diantaranya dengan bersumber dari informasi yang beredar di news link maupun medsos. Ada juga yang menggunakan jaringan para ahli ramuan obat herbal untuk meramu sejenis jamu yang dapat menyembuhkan dari virus Corona.

Saya masih ingat, saat itu ada seorang dokter mengatakan bahwa ramuan jahe merah dapat mencegah penularan Covid 19, maka beramai-ramai orang mendatangi pasar, memburu dan memborong jahe merah, hingga jahe merah menjadi komoditi langka, harganya meroker hingga di angka Rp. 150.000/Kg.

Pada waktu yang lain, saya juga baca opini yang beredar di medsos yang menjelaskan bahwa buah jambu merah dapat menambah kekebalan tubuh dan mencegah penularan virus corona, maka beramai-ramai lah orang memborong buah jambu merah, hingga harganya meroket dari Rp. 7.000/kg menjadi Rp. 25.000/kg.

Saya yakin jika saat itu, ada perusahaan jamu nasional dan lokal, atau BUMN Farmasi berani mengumumkan produk ramuan jamu atau produk obatnya yang dapat menyembuhkan atau mencegah penularan Covid 19, maka pasti produknya akan diburu dan diborong oleh masyarakat, sebagaimana jahe merah hingga jambu merah.

Saya juga yakin, Sufmi Dasco Ahmad bersama beberapa rekannya yang positif tertular Covid 19 ketika itu juga tak akan repot mengumpulkan para ahli untuk membuat ramuan Herbavid 19. Demikian juga seluruh pasien yang positif Covid 19, mereka pasti berbondong-bondong memburu dan memborong produk jamu nasional dan atau obat obatan produk BUMN Farmasi.

Karena itu, apa yang salah dengan ramuan Herbavid 19 yang disalurkan secara gratis oleh Satgas Covid DPR kepada mereka yang terinveksi Covid 19? Anggaran untuk membeli Herbavid 19 samasekali tak menggunakan anggaran negara. Herbavid 19 menurut keterangannya juga bukan ramuan impor dari China. Memang ramuan Herbavid 19 mengacu pada buku panduan penanganan Covid 19 di Wuhan. Namun, Herbavid 19 adalah ramuan yang diracik dengan menggunakan delapan jenis bahan herbal yang berasal dari alam Indonesia? Hanya tiga bahan yang tak tersedia di Indonesia yang dibeli dari China

Bukankah ketika itu menemukan obat atau ramuan jamu yang dapat menyembuhkan dari virus Covid, termasuk membeli dari negara lain adalah sebuah respon positif dan spontan dari seorang yang berkehendak untuk dapat sembuh dari pandemi corona? Sebagaimana dijelaskan di atas, ketika tak ada produk nasional, baik ramuan jamu maupun jenis obat-obatan, maka setiap orang ketika itu mencari cara dan jalanya sendiri-sendiri, menemukan obat atau jenis ramuan, agar dapat sembuh atau terhindar dari penularan virus corona.

Bisa dibayangkan, tekanan kepada mereka yang dinyatakan positif terinveksi corona, raganya digerogoti oleh penyakit, mentalnya juga terteror dan dibunuh oleh beragam virus informasi yang menakutkan tentang corona.

Ketika seorang dinyatakan positif terinveksi virus corona, itu pasti terasa seperti langit mau runtuh, membayangkan anak dan istrinya yang berpotensi tertular. Apalagi membayangkan tak ada obat yang dapat menyembuhkan.

Jadi sangat wajar dan manusiawi jika orang seperti Sufmi Dasco Ahmad, yang menjadi Wakil Ketua DPR RI, menjadikan pengalaman pribadinya yang pahit itu, dan merasa dapat sembuh dari Covid 19 setelah mengkonsumsi ramuan Herbavid 19, sebagai dasar untuk membantu orang-orang yang dinyatakan positif terinveksi corona.

Kenapa Satgas Covid DPR?

Pada saat situasi yang mencekam itu, saat itu kita memang belum melihat pimpinan dan anggota DPR tampil melakukan aksi ekstra konstitusional untuk membantu rakyat yang sedang terkapar secara ekonomi, terancam lapar. Saya kemudian menyampaikan kritik terbuka di Medsos. Maka, saya sangat mengapresiasi ketika dibentuk Satgas Covid 19-DPR RI.

Menurut keterangannya, Satgas Covid DPR RI akan mengkoordinasikan bantuan kemanusian dari anggota DPR untuk disalurkan kepada rumah sakit, hingga ke rakyat yang membutuhkan di setiap Dapil anggota DPR. Saya menyebutnya aksi ekstra konstitusional, karena yang dilakukan bukanlah tugas utama DPR yang diatur oleh konstitusi.

Fungsi konstitusional DPR itu adalah mengawasi pemerintah,
membahas RUU yang diajukan oleh pemerintah, hingga fungsi budgeting. Menjadi kewajiban publik untuk mengkritisi fungsi konstitusional DPR, seperti menentang dan menolak Perpu Covid yang akan diajukan ke DPR, hingga RUU Omnibus Law yang merampas hak-hak rakyat yang sedang dibahas oleh DPR.

Namun, diluar fungsi konstitusional itu, terutama dalam menghadapai situasi darurat sosial kemanusian, sudah menjadi kewajiban bagi setiap anggota DPR untuk terpanggil perasaan kemanusiannya, menjalankan fungsi ekstra konstitusional untuk membantu rakyat. Aksi ekstra konstitusional adalah aksi sosial dan kemanusian, seperti menyalurkan obat-obatan hingga sembako, sepatutnya menjadi tanggungjawab kemanusian dan sosial yang mesti dipikul oleh setiap anggota DPR, terutama dalam menghadapi situasi darurat sosial dan kemanusian.

Apalagi saat ini, setiap memasuki wilayah perkampungan atau pedesaan, saya membayangkan banyak sekali rakyat kita yang hidup dari pendapatan harian, mereka pasti kesulitan tak bisa memberi makan kepada anak dan istrinya. Jangankan lauk pauk, beras saja tak mampu beli. Demikian juga mereka yang menganggur atau ter-PHK, pasti sedang kesulitan ekonomi. Mereka membutuhkan bantuan dari segenap mereka yang mampu.

Selain aksi ekstra konstitusional Satgas Covid DPR yang sedang berjalan, kita tetap menanti aksi sosial kemanusian dari konglomerat kaya yang hidup dari kekayaan Indonesia. Terutama DR. Dato Sri Thahir, temannya Bill Gate, yang sering kali tampil menyalurkan bantuan sosial. Kemana orang ini? Kok tidak ada batang hidungnya saat virus corona memangsa bangsa Indonesia?

Jakarta, 2 Mei 2020

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.