Rabu, 24 April 24

Kemunculan Gerakan Identitas Pribumi

Kemunculan Gerakan Identitas Pribumi

Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior Network for South East Asian Studies (NSEAS), dan alumnus Program Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1986

 

Kemunculan gerakan identitas pribumi adalah salah satu bentuk dampak jangka pendek dari hubungan kerja sama politik dan ekonomi Indonesia dan Cina.

Selama era Orde Baru dan awal era Reformasi, labeling atau identitas “pribumi” untuk menunjukkan suatu kelompok politik di Indonesia sangat langka. Bahkan dapat disimpulkan tidak ada kemunculan gerakan identitas pribumi.

Namun, seiring semakin meningkatnya kerja sama rezim Jokowi dengan Cina, dan perbincangan publik beragam dampak Indonesia berpaling ke Cina, mulai bermunculan kelompok-krlimpok masyarakat madani atas identitas dan nama pribumi. Kelompok-kelompok identitas pribumi tersebut dapat ditemukan pada WA Group,   ormas  bahkan parpol.

Ada sejumlah  Group WA identitas pribumi. Yakni Gerbang Boemiputra, Kebangkitan Pribumi,  Pribumi Bangkit,  Perhimpunan Boemipoetra, Gerbang Boemipoetra,  Gerakan Pribumi Indonesia, Garda Pribumi Raya, Suara Pribumi Raya, Suara Pribumi Selamatkan, Panitia Kongres Pribumi, dan lain-lain

Untuk portal medsos aantara lain Www.mediapribumi.com.

Sedangkan ormas identitas pribumi antara lain GEPRINDO (Gerakan Pribumi Indonesia). Visi GEPRINDO,  menciptakan kesejahteraan Bumiputera Indonesia, Keadilan sosial dan tatanan politik negara  melandaskan diri pada nilai-nilai Nasionalisme dan Religiusitas dalam wadah NKRI  berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.

Akan muncul lagi ormas baru diprakarsai Majelis Pribumi Nusantara Indonesia. Majelis ini  akan melaksanakan  konferensi pers pada
23 Mei 2017 di Gedung Bidakara, Jakarta. Mejelis akan menyelenggarakan tiga kelompok kegiatan. Yakni sekali seminar masing-masing di tiga kawasan di Indonesia, deklarasi dan Kongres Pribumi Nusantara.

Dr. La Ode (pakar politik) salah seorang perintis Majelis Pribumi Nusantara. Ia peletak dasar nilai-nilai atau prinsip-prinsip  perjuangan (Trilogi Pribumi) yakni:
1. Pribumi Pendiri NKRI.
2.Pribumi Pemilik NKRI.
3.Pribumi Penguasa NKRI.

Tiga prinsip ini harus diaplikasikan. Bagi  La Od, hal itu merupakan solusi supaya tidak terjadi konflik horizontal di Indonesia dalam jangka panjang. Ini mengingat Indonesia menganut paham Bhinneka Tunggal Ika.

Gerakan  identitas pribumi paling terlembaga  secara politik adalah Partai Pribumi. Kelahiran oarpol ini untuk memperjuangkan agar masyarakat pribumi dapat menjadi tuan di negeri sendiri.

Dalam aksi-aksisuara kritis masyarakat madani  terhadap rezim Jokowi juga dapat ditemukkan isu pribumi. Mereka pada umumnya menuntut rezim memihak dan melindungi  kepentingan pribumi, dan pribumi harus diutamakan, bukan asing dan aseng.

Kelompok-kelompok identitas pribumi  ini pada umumnya mengkritik dan memprotes ketidakadilan terhadap rakyat pribumi dan dominasi non pribumi khususnya ras Cina atas sumber daya ekonomi Indonesia. Kritik dan kecaman bermunculan di WA Group dan pernyataan-pernyataan  publik  secara langsung maupun tidak berupaya membela kepentingan pribumi. Pernyataan itu terkait dengan kesenjangan ekonomi dan prilaku KKN.

Kesenjangan ekonomi antara pribumi dan Cina  terjadi karena warga Cina menguasai perekonomian negara sampai dengan hampir 70 persen. Padahal secara kultur dan populasi, warga Cina hanya berjumlah sekitar 5 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.

Semakin meluas persepsi kaum pribumi, penduduk etnis Cina hanya 5%, ternyata menguasai dan mengendalikan lebih 75% ekonomi di Indonesia. Pada tahun 2016 diperkirakan melebihi 80% ekonomi Indonesia. Buktinya, daftar orang terkaya Indonesia sejak tahun 1998 hingga 2013 menunjukan lebih 90% dari 10, 100 atau 1000 orang terkaya Indonesia adalah konglomerat etnis cina. Tragisnya, 10% pribumi tercatat dalam daftar orang Indonesia terkaya, sebagian besar pengusaha pribumi itu adalah kuasa usaha / proxy/pengusaha boneka dari konglomerat cina Indonesia. Pribumi sebenarnya masuk dalam daftar orang terkaya Indonesia tidak lebih dari 5%.

Fenomena kesenjangan sosial tampaknya begitu mewarnai hubungan antara Cina dan pribumi di Indonesia, sehingga stereotip di antara mereka pun kebanyakan negatif, padahal manusia sebagai makhluk sosial memerlukan orang lain untuk hidup dan berkembang.

Beberapa persepsi kelompok identitas  pribumi tentang kesenjangan ekonomi sebagai berikut:

1. Konglomerat Cina diperkirakan sudah menguasai 85 persen kekayaan ekonomi Indonesia. Pribumi menjadi jongos para tuan besar Cina. Hampir semua di mal atau super market di setiap kota, Cina berdagang. Gedung perkantoran dikuasai Cina dan karyawan juga kebanyakan Cina. Eksportir hasil bumi keluar negeri dikuasai Cina. Pemilik toko dan tengkulak di perdesaan sudah dikuasai Cina. Pemilik pabrik dan pengusaha besar adalah Cina. Media cetak dan elektronik (TV) dikuasai Cina. Jakarta Barat, Jakarta Utara dan sebagian Jakarta Pusat saat ini sudah dikuasai Cina, sedangkan warga asli pribumi tersingkir. Toko-toko elektronik, material bangunan dan distributor bahan pokok juga umumnya dikuasai Cina.

2. Mereka (Cina) sudah menguasai hampir seluruh aset ekonomi Indonesia. Bahkan, boleh dikatakan Cina sudah menguasai Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Mereka sejak zaman Soeharto hingga SBY selalu banyak mendapat kemudahan dari perbankan, dan akhirnya memeras rakyat dengan cara menaikan harga dagangannya, demi mendapatkan keuntungan berlipat-lipat, sehingga membuat rakyat bangkrut dan menjadi kere.

3. Saat ini kelompok identitas pribumi merasa Cina sudah sangat keterlaluan dan mengarah kepada tindakan penjajahan yang membahayakan kesatuan NKRI. mereka mengaku juga sebagai WNI, ternyata tidak lebih hanya memperkaya diri atau kelompok Cina semata.

4. Kerusakan mental dan sosial pun selalu dimulai oleh orang-orang Cina seperti  kebiasaan menyuap pejabat pemerintah, minum minuman keras, narkoba, sex bebas, dan sebagainya. Pola hidup mereka ini selalu diikuti oleh masyarakat lain.

Selanjutnya prilaku KKN  menjadi kebiasaan pengusaha etnis Cina mempengaruhi  kinerja para birokrat.

Sementara itu hubungan interaksi  antara Cina dan pribumi dalam kehidupan sehari-hari belum terjadi proses pembauran seperti diharapkan, serta tampaknya kurang atau bahkan tidak harmonis.

Telah juga beredar dasar-dasar ideologis mengapa pribumi harus dibela, dan menolak dominasi non pribumi, bahkan hak-hak non pribumi terlibat dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.

Kemunculan gerakan identitas pribumi ini pada perjalanannya kelak dapat membantu timbulnya konflik manifes (terbuka) antara rakyat pribumi dan ras Cina. Karena itu, rezim Jokowi harus paham dan mampu mengendalikan gerakan identitas pribumi ini dengan kebijakan kekuasaan negara bertujuan meminimalkan ketidakadilan dominasi ras Cina atas sumberdaya ekonomi Indonesia. Rezim Jokowi harus menerbitkan kebijakan – kebijakan kearah sana. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.