Kamis, 25 April 24

Kelas Menengah Indonesia Terpengaruh Ekstrimisme Agama

Kelas Menengah Indonesia Terpengaruh Ekstrimisme Agama
* Cendikiawan membahas perilaku kaum menengah Islam Indonesia di CDCC (baron)

Jakarta, Obsessionnews- Kelas menengah Indonesia yang makin banyak merupakan salah satu faktor pendukung pembangunan bangsa.

Mereka berpendidikan tinggi, mapan, bekerja di perusahaan besar dan tentunya bergaji besar.

Tapi ada trend belakangan ini bahwa mereka cenderung konservatif bahkan ekstrim dalam beragama.

Ketiga cendekiawan berkumpul di kantor Center for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC), Jakarta Pusat pada pertengahan pekan lalu untuk membahas hal diatas, sekaligus membahas buku “In Search of Middle Indonesia-Middle Class in Provincial Town oleh Prof. Gerry van Klinken dan Ward Berenschot.

Prof Gerry van Klinken, Peneliti Senior Royal Netherlands Institute for Southeast Asian and Carribean Studies (KITLV) Leiden, Belanda mengatakan kelas menengah Indonesia kebanyakan memilih tinggal di kota besar atau di kota satelit pendukung kota besar itu.

Karena mereka menganggap infrastruktur kota lebih mendukung aktivitas dan gaya hidup mereka.

Dalam soal pendidikan, mereka selalu mengutamakan. Tapi dalam soal agama, terutama bagi yang muslim, mereka cenderung konservatif.

Menurut van Klinken, hal ini terbentuk karena mereka mereka kecewa dengan keadaan Indonesia sekarang, dan mereka mempelajari agama dengan tujuan mencari mana yang benar dan salah.

Prof Sudarnato Abdul Hakim, Ketua Dewan Pakar Kornas Fokal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah/Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, menambahkan bahwa kelas menengah Indonesia cenderung mengamati dunia politik, bahkan cenderung berpartisipasi dalam politik.

Tapi belakangan muncul fenomena yang mengaitkan agama dengan politik, terutama bagi umat Islam. Tujuannya tentu meraih kekuasaan dan pengaruh, dengan cara memberi pengaruh pada rakyat.

Tapi, sekarang kecenderungannya menyebar paham ekstrim, jauh dari cita-cita Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyebar paham itu sebenarnya hanya ingin berkuasa, paham yang dia ajarkan itu sepenuhnya untuk menarik masyarakat agar mengikuti kemauan dirinya.

Tapi berbahaya bagi masyarakat awam yang tak mengerti dan waspada, bisa menjadi bibit ekstrimisme agama yang mengancam NKRI.

Sementara Jajang Jahroni Ph.D, Peneliti PPIN-UIN Jakarta/Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi PB Nadhlatul Ulama, menyoroti perilaku kelas menengah Islam dari sisi lain.

Trend yang terjadi sekarang, setelah bekerja mengumpulkan uang, sebagian menggunakannya untuk naik haji atau umroh. Tapi sebagian dari mereka tidak mendapat pengalaman spiritual. Mereka hanya menjalankan perintah agama.

Tercermin saat ditanah suci, mereka berfoto selfie dengan latat belakang Ka’bah. Setelah balik ke tanah air dan bergelar haji, perilakunya masih tidak sesuai dengan gelar yang disandangnya.

Lebih lanjut Jajang menggambarkan salah satu konflik yang terjadi antara Nadhlatul Ulama dengan Islam garis keras.

Islam garis keras ini menuduh NU syirik, dengan sering mengadakan haul untuk memperingati tokoh, misalnya Gus Dur.

Jajang tentu saja tidak menyalahkan hal itu, tapi dia menyayangkan makin marak haul-haul berbiaya besar yang dilakukan pihaknya.

Menurut Jajang, seharusnya NU tidak membalas tudingan Islam esktrimis dengan mengadakan haul sesering mungkin.

Lebih baik NU mengadakan kerja yang berkontribusi pada pembangunan bangsa. (baron)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.