Sabtu, 23 September 23

Keberadaan Mafia Migas Dilindungi Kekuasaan

Keberadaan Mafia Migas Dilindungi Kekuasaan

Jakarta – Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengungkapkan kembali permainan mafia migas di Indonesia yang sudah sangat menggurita melalui acara diskusi bertema “Mafia Migas, Siapa dan Bagaimana Bekerjanya?” yang digelar di Jakarta, Selasa (9/9/2014).

Menurut Ichsan, keberadaan mafia migas di Indonesia sangat susah untuk diberantas. Keberadaannya ‎sudah terstruktur secara rapih dan kuat sehingga tidak mungkin lagi Indonesia punya harapan untuk berdaulat secara ekonomi.
Proses penguatan itu kata Ichsan, sudah dimulai sejak jaman Soeharto, tahun 1988. Dimana saat itu Soeharto membuka kembali undang-undang penaman modal yang disebut menjadi cikap bakal dibukanya liberalisasi sektor ekonomi di Indonesia yakni dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi investor asing untuk membuka perusahaan migas di Indonesia.
‎Bagaikan ketiban durian runtuh, Ichsan menganggap undang-undang tersebut sudah membawa angin segar bagi para investor membuka lahan surga di Indonesia yang sangat kaya dengan minyak dan gas buminya. Maka disitulah benih-benih mafia migas itu bermunculan.
“Ini susah, karena yang menjadi persoalan mafia migas sudah diciptakan cukup lama. Bahkan keberadaannya dilindungi oleh kekuasaan,” katanya.
Ichsan mengatakan, proses itu terus berlanjut mewariskan generasinya sampai ‎kepemerintahan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri sampai ke Susilo Bambang Yudhoyono telah menciptakan mata rantai yang panjang. Menurutnya hanya presiden Soekarno yang berani menentang kapitalisme dan ekonomi libral. Bahkan ia disebut dijatuhkan dari kursi presiden karena menolak adanya undang-undang penanaman modal.
“Coba Soekarno jatuh karena apa? Karena ia menolak kebijakan yang lebih menguntungkan pihak asing,” terangnya.
 
Misalnya saja kata Ichsan, jika dikaitkan dengan konteks saat ini, sejauh mana kebijakan pemerintah mengenai pengaturan minyak dan gas bumi bisa menguntungkan kepentingan nasional. Hampir tidak ada. Menurutnya kebijakan pemerintah itu dibuat justru untuk memuaskan kepentingan asing. Bahkan katanya, pihak asing sempat ada yang mengatakan pemerintah Indonesia selalu memuaskan jika disuruh membuat kebijakan ekonomi libral.
Dalam beberapa kasus Ichsan menyebut PT Pertamina yang merupakan perusahaan milik Indonesia hanya menguasai14,7 persen lebih pada minyak, dan 11,6 persen pada gas. Sedangkan PT Freeport hanya mendapatkan 20 persen dari total hasil yang didapatkan.
Padahal jika merujuk pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945, maka BBM adalah komoditas yang harusnya dikuasai negara dan merupakan hajat hidup orang banyak. Maka yang berhak menikmatinya adalah rakyat Indonesia tanpa membedakan orang kaya atau ‎miskin.
Selain itu, Ichsan juga mempertanyakan kenapa pemerintah Indonesia selama ini tidak pernah bisa menjelaskan berapa pokok produksi atas minyak yang diolah oleh kilang sendiri, dan berapa biaya pokok produksi atas minyak yang diimpor.
“Sampai saat ini dua pertanyaan itu tidak bisa terungkap,” katanya.
Ini yang ditengarai para mafia migas itu bersembunyi. Para mafia ini kata Ichsan sudah bermain saat pertama pemerintah membuat kebijakan, atau kontrak bagi hasil antara pemerintah dengan investor. Kemudian berlanjut ke produksi, distribusi, ekspor impor, keuntungan sampai pajak yang harus ditanggung perusahaan.
“Itu semua Perlu biaya yang banyak ada transaksi disitu. Tapi apakah pemerintah bisa membuka secara transparan,” terangnya.
‎Maka tidak heran, kata Ichsan susah untuk menjadikan Indonesia berdaulat secara ekonomi dalam hal minyak dan gas bumi. Mafia migas juga disebut olehnya sudah menciptakan kaderisasi mereka menarohnya di pemerintahan yang punya akses dengan kekuasaan.
“Liat aja, banyak orang Indonesia yang di tempatkan untuk bekerja di Bank Dunia, IMF. Itu kan sudah bisa kebaca maksudnya apa,” ujarnya.
‎Oleh sebab itu, Ichsan berharap pemerintahan Jokowi mampu mewujudkan janji-janjinya untuk lebih memperhatikan mengenai persoalan migas di Indonesia. Ia diminta untuk tidak hanya berbicara mengenai ketahanan pangan dengan mengalokasikan subsidi BBM ke sektor produktif, seperti pertanian, perikanan dan perkebunan, tapi juga berbicara yang lebih penting mengenai kedaulatan ekonomi.
Menurutnya, ketahanan ekonomi dan kedaulatan ekonomi adalah sesuatu yang berbeda. Ketahanan ekonomi hanya bisa dijangkau oleh mereka yang memiliki ekonomi cukup. Sedangkan kedaulatan ekonomi menyangkut kemerdek‎aan dan hak-hak masyarakat seluruh Indonesia yang wajib didapatkan.
 
Melihat kondisi saat ini, Ichsan sendiri belum sepenuhnya yakin Jokowi mampu memberantas mafia migas. Toh kenyataannya dia masih berencana menaikan harga subsidi BBM‎. Selain itu, ia juga belum bisa melihat sekema atau cara apa yang akan dilakukan oleh Jokowi untuk mengatasi persoalan ini.
 
“Jokowi pernah bilang hanya akan tunduk pada konstitusi. Pertanyaannya apakah iya dia mau menjalankan amat Undang-Undang 1945 mengenai kedaulatan ekonomi,” katanya.
 
“Jokowi selalu bilang konsep Tri Sakti ala Soekarno, dan revolusi mental. Tapi apa iya itu benar-benar bisa diterapkan,” sambungnya.

Ichasan sadar, keberadaan mafia migas memang susah untuk dihilangkan, karena menyangkut kepentingan global. Namun setidaknya, kedepan Jokowi mau bersifat transparan, bijaksana dan konstitusional untuk mengungkap transaksi-transaksi keuangan negara disektor minyak dan gas bumi. (Abn)

 

Related posts