Sabtu, 20 April 24

Kasus PLTU Batang Tinggal ‘Menghitung Hari’

Kasus PLTU Batang Tinggal ‘Menghitung Hari’

Semarang, Obsessionnews – Kasus gugatan warga Kabupaten Batang terhadap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) kian mendekati titik puncak. Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kini menggelar persidangan dengan agenda kesimpulan pada Senin (28/9/2015).

“Sesuai dengan penetapan kita, agenda tinggal putusan. Pembacaan putusan jam 10 pagi on time Senin 5 Oktober 2015 dengan acara pembacaan putusan,” ujar Ketua majelis hakim, Elfi Ritonga di hadapan kuasa hukum tergugat dan penggugat.

Sebelum sidang ditutup, kuasa hukum penggugat, Judianto Simandjutak memberi pernyataan bahwa kasus PLTU Batang mengandung banyak kepentingan. “Kami juga sudah memegang surat temuan dari Komnas HAM dimana banyak terkandung penyimpangan,” terangnya.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum tergugat, Ilham Pribadi menilai perihal keberatan dapat diajukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. ” Kalau ada keberatan di perdata tertentu silahkan ke PN (Pengadilan Negeri), kalau ada pidana silahkan ke polisi,” tanggap ilham.

Terpisah, anggota Greenpeace Indonesia bagian legal and energy campaign, Desriko merasa Pemprov Jateng telah melakukan ‘penyelundupan hukum’ atas masalah pembangunan PLTU. Pasalnya, berdasar Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 590/35/2015, P.T. Bima Power Indonesia berkewajiban membebaskan tanah lokasi. Dalam pelaksanaannya, terdapat kendala sehingga lahan tersebut tidak seluruhnya clear & clean.

“Padahal tenggat waktu (pembebasan lahan) sudah habis. Faktanya mereka tidak mampu membebaskan lahan sampai jangka 2 tahun itu,” jelas Desriko.

Hingga akhirnya pihak BPI menyerah karena kondisi luar biasa berupa perlawanan warga setempat. Pemerintah kemudian berusaha ikut campur membantu PT. BPI melalui BUMN PLN. Selama proses, terdapat perubahan perjanjian yang mewajibkan PLN melakukan pembebasan lahan.

“Jadi diplintir. Awalnya BPI membebaskan lahan, kok sekarang PLN. Sehinga PLN berperan membebaskan tanah. PLN itu negara toh. Sehingga bisa dipakailah undang-undang nomor 2 tahun 2012. Kami sebagai tim hukum melihat ada penyelundupan hukum yang dilakukan oleh Gubernur, ” terangnya.

“Jadi menegarai sesuatu yang swasta. Swasta itu tidak boleh membebaskan lahan. Karena tidak boleh makanya mereka menggunakan alat negara (PLN),” imbuh Desriko.

Sementara itu kuasa hukum tergugat yang juga anggota biro hukum provinsi Jawa Tengah, Ilham Pribadi membantah jika pihaknya dikatakan membuat penyelundupan hukum. “Oh ndak, ndak. Itu kemarin dalam persidangan sudah dijelaskan tidak ada penyelundupan hukum. Dalam proses persidangan kemarin sudah kami buktikan bahwa proses penerbitan keputusan ini sudah sesuai prosedur semua,” jelasnya usai sidang berlangsung.

Menurutnya, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo tetap ‘kekeuh’ pada Duplik yang telah didukung dengan bukti keterangan saksi maupun ahli.

“Dari jawaban duplik segala macem itu kan, jawaban kita bahwa prosedur penetapan atau persetujuan lokasi kepada PLN telah sesuai dengan ketentuan baik substansi maupun prosedurnya termasuk kewenangan gubernur Jawa Tengah menerbitkan keputusan tersebut,” tutur dia.

Ilham pun memohon agar majelis hakim mengabulkan permintaan tergugat untuk menyatakan keputusan Gubernur tentang pemberian persetujuan penetapan lokasi kepada PLN dinyatakan sah. (Yusuf IH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.