Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Kalap Saat Makan, Waspadai Gangguan

Kalap Saat Makan, Waspadai Gangguan

Obsessionnews – Mungkin Anda jarang mendengar istilah binge eating disorder (BED) yakni gangguan pola makan di mana penderitanya akan kehilangan kendali diri saat makan. Tapi, BED ini sama sekali bukan anoreksia maupun bulimia.

Meski belum banyak diketahui, ini tidak berarti angka penderitanya sedikit. Karena berdasarkan catatan medis internasional, tren BED di dunia makin meningkat. Bahkan, angka penderita BED di Indonesia ternyata cukup tinggi. Setidaknya, satu di antara tiga responden pernah mengalami fase bingeing.

Namun, belum diketahui pasti apakah ’’kalap’’ tersebut hanya berlangsung temporer atau dalam waktu cukup lama. Bagi kaum pria yang harus diingat adalah, meski pada awalnya BED dikenali sebagai gangguan yang hanya diidap kaum perempuan, kini tidak lagi. Sejumlah kasus membuktikan kalau pria dengan usia 40 tahun ke atas juga menjadi sasaran BED.

Apa tanda-tandanya? Mengutip National Institute of Mental Health, satu dari sekian indikasi Anda terkena BED adalah ketika berat badan dan tumpukan lemak bertambah meski Anda diet. Semakin gigih Anda mencoba diet, justru semakin stres dan tertekan yang mengaakibatkan Anda makan lebih banyak dari porsi normal. Tapi Anda tidak merasa kenyang, bahkan tetap makan walaupun tidak merasa lapar sama sekali.

Tak jarang penderita binge eating makan secara sembunyi-sembunyi, walaupun mereka selalu mengaku sedang diet. Meski kelihatan sepele, BED bisa menimbulkan problem kesehatan. Jika asupan makanan tidak berkualitas, pengidap BED bisa terancam mengidap penyakit serta kekurangan zat gizi. Akibat paling berbahaya dari gangguan ini adalah munculnya penyakit-penyakit sindrom metabolisme seperti perlemakan hati (fatty liver), kolesterol, diabetes, dan penyakit jantung koroner.

Memang, hingga kini belum ada penelitian tentang penyebab pasti BED.  Eksistensi para penderita BED ini berbeda dengan mereka yang hobi makan atau kuliner, sebab penderita BED memandang makanan sebagai pelarian. Ditengarai, suasana hati yang naik turun kerap jadi alasan para pengidap gangguan pola makan tersebut.

Namun, sebuah penelitian menyebutkan bahwa penyebab biologisnya adalah karena kekurangan serotonin dalam otak sehingga terjadi gangguan fungsi otak yang bertugas mengontrol nafsu makan yaitu di bagian hipotalamus, dimana kemampuan untuk mengirim pesan lapar dan kenyang menjadi terganggu.

Selain itu fakor sosial dan psikologis, seperti tekanan dari lingkungan sekitar yang menyebabkan depresi atau seseorang tak dapat mengontrol emosinya bisa menyebabkan keadaan emotional eating yang berujung pada berkembangnya binge eating disorder. Orang yang riskan terkena penyakit ini adalah wanita, pelaku yoyo diet, bermasalah dengan pola makan, dan mempunyai citra buruk terhadap tubuh.

Tanda-tanda seseorang mengalami binge eating disorder adalah sering makan dalam porsi sangat banyak untuk sekali makan. Tidak bisa mengontrol nafsu makan, selalu ingin mengunyah. Makan dengan cepat atau sering makan sembunyi-sembunyi. Setelah itu merasa bersalah setelah makan, namun tetap kembali makan dalam jumlah banyak. Dari segi kejiwaan, bingeing dipandang sebagai salah satu gejala gangguan mood dan masuk salah satu gejala sampingan depresi. Namun, bisa juga BED yang diidap seseorang murni menyerang kebiasaan makan saja.

Bagaimana Mengatasinya?

Mereka yang rendah diri, tertutup, dan sulit mengungkapkan perasaan serta sulit menerima kenyataan, rentan mengalami bingeing. Hal ini karena emosi negatif tersebut bisa menjadi bom waktu. Oleh sebab itu, mengubah sikap diri menjadi lebih inklusif bisa menjadi salah satu cara untuk menghindari terkena BED.

Bagi Anda yang memiliki teman atau saudara yang mengalami BED, sebaiknya berikan fasilitas yang membuat mereka nyaman. Jangan beri judgement atau menyalahkan, karena kebanyakan orang yang mengalami bingeing punya kesulitan dalam mengolah rasa dan pikirannya. Rajin-rajinlah mengajak penderita BED berkomunikasi supaya dia memahami bahwa dirinya masih diperhatikan orang-orang terdekatnya.

Bagaimana kalau menemui psikiater atau psikolog? Bisa saja, tapi tidak perlu menunggu BED parah. Psikiater atau psikolog bisa memberi solusi sekaligus alternatif menyamankan diri buat penderita. Tapi bagi yang sudah terlanjur mengalami kebiasaan BED yang kompulsif, sebaiknya wajib menjalani terapi psikis dan fisik seperti cognitive behavior therapy (CBT) dan dietary counseling yakni terapi untuk mengubah pola pikir dan pandangan yang bisa memicu bingeing. (Sahrudi/Men’s Obsession)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.