
Bima, Obsessionnews – Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Hairuddin membantah terlibat kasus korupsi proyek penguatan kapasitas dan perluasan jaringan listrik di Desa Kawinda To’i, Kecamatan Tambora, tahun 2013 lalu.
‘’Proyek itu ada sebelum saya dilantik menjadi kepal dinas. Saya hanya melanjutkan pekerjaan pejabat lama. Yang bertanggung jawab atas proyek itu adalah pelaksana tugas (Plt) kepala dinas lama,’’ ungkap Hairuddin kepada obsessionnews.com, Selasa (12/5/2015) siang.
Dia mengaku sudah dua kali menghadiri panggilan penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Kabupaten Bima. Dia dilaporkan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) LIDIK beberapa waktu lalu.
‘’Pada panggilan pertama saya tidak memberikan keterangan, karena laporan LIDIK tidak sesuai kegiatan dinas,’’ terangnya.
Sedangkan penggilan kedua dengan laporan LSM yang sama. Namun objek kegiatan yang dilaporkan berbeda. Dalam laporan itu dia dituding terlibat dalam dugaan korupsi rehabilitasi proyek tersebut.
‘’Sebagai orang yang taat hukum saya penuhi panggilan kedua. Saya memberikan keterangan sesuai permintaan penydik,’’ katanya.
Hairuddin menjelaskan, dia hanya melanjutkan kegiatan proyek itu dari Plt kadis lama. Jadi tidak benar dirinya terlibat atas kasus dugaan korupsi pembangunan jaringan listrik tersebut.
‘’Tetapi saya memang tahu ada pelaksanaan proyek itu,’’ ujarnya.
Ia menambahkan, proyek itu dikerjakan sejak tahun 2009 dengan anggaran miliaran rupiah. Namun, proses pengerjaan anggaran tersebut macet di tengah jalan karena kapasitas pembangunan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat.
‘’Konon, fasilitas yang dibangun itu sudah dirusak warga. Sehingga di tahun 2013 pemerintah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 3,27 miliar untuk melanjutkan sisa pengerjaan pembangunan,” katanya.
Proyek itu ditender melalui Unit Pelelangan Pemerintah Kabupaten Bima dan dimenangkan oleh PT Margarita Utama Mandiri.
“Dalam kontrak proyek ini berakhir tahun 2013. Namun memiliki kendala hingga diperpanjang sampai 2014,’’ katanya.
Namun perusahaan itu, lanjutnya, masih saja memiliki kendala sampai saat ini dan meminta untuk dicabut kontraknya.
‘’Tapi saya menolak. Hingga pada akhirnya perusahaan asal Bali itu diberikan sanksi denda sebesar Rp 120 juta. Selain itu kami memotong anggaran senilai Rp 50 juta saat terima terakhir, karena pengerjaan tidak sesuai yang diharapkan,’’ pungkasnya. (Uly)