
Imar
Jakarta-Dunia usaha memerlukan dukungan yang lebih nyata dari pemerintah agar dapat memanfaatkan berbagai peluang yang terbuka dengan berlakunya ASEAN Economic Community 2015 mendatang. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengharapkan bentuk dukungan pemerintah tersebut bisa bermuara pada peningkatan daya saing industri.
“Peningkatan daya saing industri memang merupakan urgensi yang tidak dapat ditunda-tunda lagi,” ungkap Ketua Umum Kadin Suryo, Selasa, (11/6/2013).
Suryo mengatakan, dalam mempersiapkan diri menghadapi AEC, dukungan pemerintah kepada dunia usaha haruslah dilakukan secara struktural dan bukan sekedar dukungan secara adhock.
“Pemberian kemudahan atau insentif yang sifatnya sementara tidak akan efektif dalam menghadapi AEC,”imbuhnya.
Untuk membangun dunia usaha yang kuat secara struktural, semua pihak diharapkan memahami proses internasionalisasi ekonomi yang hampir tak bisa terbantahkan lagi di masa-masa mendatang.
Menurut Kadin, sedikitnya terdapat dua proses yang harus diperhatikan, yaitu proses globalisasi dan proses regionalisasi. Globalisasi, papar dia, lebih menekankan kepada peran korporasi dan pasar, bukan negara. Sementara regionalisasi dilakukan sebagai respons terhadap proses globalisasi.
“Respons regionalisasi itu tidak dimaksudkan untuk menentang atau membatasi proses globalisasi, tetapi untuk mendapatkan kemanfaatan optimal dari proses globalisasi secara bersama dalam kawasan terbatas atau region. Indonesia sebagai negara yang berpengaruh di Asean harusnya bisa lebih jeli memanfaatkan peluang-peluang,” ujar Suryo.
Di sisi lain, Kadin menilai dalam hal perdagangan internal, Indonesia masih berjalan tersendat-sendat dan belum terintegrasi karena berbagai kendala. “Sistem perdagangan internal kita bahkan masih dalam keadaan chaos, belum tertata secara sistemik dan tidak konsisten. Penataan kelola perdagangan ini merupakan pekerjaan rumah pertama bagi pemerintah dalam rangka mendukung dunia usaha” ungkap Suryo.
Suryo mengatakan, pembentukan FTA harusnya disertai dengan konsekuensi dilakukannya pembenahan di dalam negeri. Menurutnya, FTA memerlukan harmonisasi regulasi pusat dan daerah serta antar kementerian yang bersifat sektoral. Selain itu, standard atas berbagai produk industri memrlukan perhatian khusus.
“Standarisasi mutu produk industri melalui SNI masih jauh dari menyeluruh. Dengan berlakunya AEC nanti, standar mutu produk akan menganut standar ASEAN. Selama ini produk-produk UKM yang memiliki peluang pasar luas di ASEAN, terkendala oleh standard mutu. Demikian juga dengan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan,” jelas Suryo.
Lebih jauh Suryo meminta pemerintah untuk mendukung upaya dunia usaha untuk menciptakan enterpreneur sebanyak mungkin.
“Indonesia yang memiliki pasar yang besar, hampir 40% dari total penduduk ASEAN harusnya bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha nasional, jadi tidak hanya menjadi pasar negara lain,”terangnya.
Berdasarkan data yang diolah Kadin, dewasa ini jumlah entrepreneur Indonesia hanya 0,18% dari jumlah penduduk atau sekitar 400.000-an orang saja. Singapore memiliki entrepreneur sebanyak 7% dan Malaysia 4%. Untuk mencapai tingkat 2%, Indonesia harus bekerja keras mencapai jumlah enterpreneur sebanyak 10 kali dari yang ada sekarang.
Di tempat yang sama, senada dengan Suryo Sulisto, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Koordinator Asosiasi Noke Kiroyan mengatakan bahwa AEC 2015 menciptakan peluang yang besar bagi dunia usaha Indonesia dengan bertambah luasnya pasaran yang tersedia. “Indonesia yang memiliki pasar yang lebih besar seharusnya tidak terlalu takut menghadapi Asean, hanya saja kesiapan dan strateginya harus matang,”jelasnya.
Menurut Noke, dengan kesatuan semua pihak baik pemerintah hingga dunia usaha yang optimal, maka diharapkan secara bersama-sama dapat memainkan peran yang lebih besar dan bertanggung jawab dalam menciptakan lapangan kerja dan memutar roda perekonomian menuju Indonesia yang lebih sejahtera dan tumbuh secara inklusif dengan mengikutsertakan segenap komponen bisnis yang didukung oleh kebijakan yang tepat dan pro bisnis.