Kamis, 25 April 24

Jebakan Utang China Makan Korban

Jebakan Utang China Makan Korban
* Ilustrasi. (Foto: RTR/CNBC)

Kini isu jebakan utang China sedang menjadi sorotan dunia. Sejumlah negara menjadi korban, terperangkap tidak bisa membayar utang dari China sehingga harus menyerahkan aset.

Bulan lalu, Uganda gagal membayar utang (default) kepada China sebesar US$ 200 juta. Utang tersebut digunakan untuk perluasan Bandara Entebbe, satu-satunya bandara internasional di negara tersebut.

Dilansir CNBC, berdasarkan penyelidikan parlemen Uganda, utang dari China itu memiliki banyak syarat dan ketentuan yang berlaku. Salah satunya adalah risiko pengambilalihan bandara.

Joel Ssenyonyi, anggota parlemen yang mengetuai penyelidikan itu, mengungkapkan China Exim Bank menyisipkan klausul bahwa mereka diizinkan untuk menguasai bandara jika utang sampai default. Dalam operasional sehari-hari, pendapatan dari bandara pun dikumpulkan di rekening penampungan (escrow account). Setiap sen yang diambil dari rekening tersebut, termasuk oleh pemerintah Uganda, harus seizin China Exim Bank.

“Uganda terkunci. Ini adalah kontrak sepihak,” tegas Ssenyonyi, seperti dikutip dari Reuters.

Tidak hanya Uganda, Kepulauan Solomon juga digadang-gadang masuk perangkat utang Negeri Tirai Bambu. Pada September lalu, parlemen Kepulauan Solomon mengungkapkan Beijing bersedia memberikan ‘bantuan’ senilai US$ 8,5 juta jika Kepulauan Solomon memutuskan hubungan dengan Taiwan.

“Ekspansi China ke wilayah Pasifik membuat banyak negara terperangkap dalam jebakan utang. Infrastruktur megah yang dijanjikan China harus dibayar dengan kedaulatan,” tutur Joanne Ou, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, sebagaimana diwartakan Reuters.

Mengutip data Utang Luar Negeri (ULN) keluaran Bank Indonesia (BI), utang dari China belum mendominasi. Per Oktober 2021, outstanding utang dari China adalah US$ 20,87 miliar. China menduduki peringkat keempat negara kreditur Indonesia setelah Singapura (US$ 63,72 miliar), Amerika Serikat/AS (US$ 30,61 miliar), dan Jepang (US$ 27,89 miliar).

Menurut mata uang, ULN berdenominasi yuan China pun sangat minim. Per Oktober 2021 nilainya adalah US$ 85 juta. Bandingkan dengan ULN dalam dolar AS yang bernilai US$ 91,26 miliar.

Akan tetapi, laju pertumbuhan utang dari China memang tinggi. Dibandingkan dengan Oktober 2020 (year-on-year/yoy), ULN dari China naik 0,81%. Dalam periode yang sama, ULN dari Singapura turun 8,09% dan dari Jepang berkurang 1,12%.

Secara umum, total ULN Indonesia per akhir Oktober 2021 adalah US$ 422,3 miliar. Dengan asumsi US$ 1 dibanderol Rp 14.346 seperti kurs tengah Bank Indonesia (BI) 13 Desember 2021, angka itu setara dengan Rp 6.058,31 triliun.

Meski masih melampaui Rp 6.000 triliun, ULN turun dibandingkan September 2021. Kala itu, ULN tercatat US$ 423,8 miliar (Rp 6.079,83 triliun).

“Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi ULN Pemerintah dan sektor swasta. Secara tahunan, posisi ULN Oktober 2021 tumbuh 2,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ULN bulan sebelumnya sebesar 3,8% (yoy),” sebut keterangan tertulis BI, Selasa (14/12/2021). (CNBC/Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.