
–Semarang, Obsessionnews – Jawa Tengah (Jateng) sebagai provinsi besar di Indonesia ternyata masih dianggap banyak kalangan sebagai darurat korupsi. Berbagai kasus mulai kalangan birokrat hingga mahasiswa terjerat “racun dunia” dan mengesampingkan akal sehat untuk memperkaya diri sendiri. Bisa dilihat dari banyaknya tersangka kasus korupsi yang hingga saat ini mendekam di balik jeruji besi.
Mulai dari daerah Rembang – notabene jarang terlihat di media massa. Bupati Rembang non aktif, M Salim yang masuk dalam jajaran koruptor dan menjalani penjara atas korupsi APBD Rembang 2006 terindikasi ikut melakukan dana bantuan sosial pemprov Jateng ke Kabupaten Rembang tahun 2012. Ia terancam masuk ke meja hijau kembali dengan tuduhan ikut menikmati uang haram sebesar Rp. 400 hingga Rp. 500 juta.
Apalagi di Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Kasus korupsi begitulah menggurita menyeret para birokrat. Paling terbaru, deposito pemkot kota Semarang raib entah kemana. Kedua tersangka yakni mantan Kepala UPTD Dinas Pengelolaan Keuangan dan mantan pegawai BTPN Semarang diyakini memiliki aliran bukti kuat Rp. 30 juta hingga Rp. 50 juta atas hilangnya deposito sebesar Rp. 22, 705 milliar.
Beda lagi di Kebumen, kasus korupsi menyeret elit legislatif, mantan anggota DPRD dari fraksi PDI-P dimeja hijuakan atas dugaan korupsi pemotongan dana bansos pemprov Jateng untuk Kabupaten Kebumen di tahun 2008. Sang tikus rakyat, Untung Suparyono menilep dana bantuan bidang pendidikan dan keagamaan yang seharusnya menerima Rp. 40 – Rp. 70 juta, dijadikannya hanya Rp. 5 juta.
Istri pejabat juga tak kalah seru meramaikan bursa koruptor di provinsi pimpinan gubernur bersemboyan “mboten korupsi, mboten ngapusi”. Titik Kirnaningsih, istri Walikota Salatiga, merugikan negara sampai Rp. 12,23 milliar dengan mengembat proyek Jalan Lingkar Selatan (JLS) Kota Salatiga tahun 2008.
Ini hanyalah sedikit potret kecil dari buruknya korupsi di jawa tengah. Setidaknya itu menurut Eko Haryanto, koordinator Komisi Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN). “Di Jawa Tengah seperti kita ketahui korupsi cukup tinggi. Dan di level nasional, selalu masuk 5 besar tertinggi korupsinya,” ujar Bang Eha, sapaan akrabnya.
Ini terbukti dari data pengadilan tipikor Semarang. Di awal tahun hingga sekarang, sudah sekitar 40-50 kasus disidangkan. Sejak pengadilan tipikor didirikan pada tahun 2011,tren korupsi masih terbilang stagnan bahkan mengalami peningkatan. “Korupsi bisa diklasifikasi, mulai dari kepala daerah, dana bansos dan hibah, terkait pengadaan barang jasa, korupsi di pemerintahan dan kasus melibatkan dana pusat,” terangnya saat disambangi obsessionnews.com
Bahkan level terbawah hirearki birokrasi banyak tersentuh virus korupsi. “Banyak sekali kalau kepala desa. Korupsi sekarang sudah lintas gender. Perempuan pun ada. Umurnya juga beragam.”
KP2KKN sendiri berfungsi sebagai pendorong kasus agar tidak dilupakan oleh aparat penegak hukum. Pelaporan masyarakat akan didampingi supaya masuk ke ranah Pengadilan. Dia menyoroti terutama bagi kepolisian agar transparan dalam proses penyidikan.
Eko juga menyayangkan sikap KPK yang takut terhadap instalasi Polri. “KPK sekarang kan cemen. Kita tau sekarang disana ada si” hitam” yang latar belakangnya semua tau gimana,” sindirnya, Selasa (14/4).
Seperti diketahui pucuk pimpinan KPK sepeninggal Abraham Samad terlihat rapuh dan mudah disetir oleh pihak-pihak berkepentingan. Bahkan ketika kasus mantan calon Kapolri tunggal dilungsurkan ke Polri, KPK hanya bisa berdiam diri.
Ia berujar tidak bisa mengharapkan KPK seperti dahulu dimana mempunyai keberanian mengungkap kasus besar bahkan milik rekening gendut pejabat polisi. Seharusnya saat ini KPK membuktikan pada masyarakat bahwa mereka tidaklah “cemen”.
“Dengan cara melakukan operasi tangkap tangan kembali. Untuk membuktikan harus dengan kinerja. Kalau KPK cemen masyarakat mau berharap pada siapa? Polisi? Kalau bisa tangkap oknum yang punya kuasa, itu baru bagus,” tutup Eko. (Yusuf IH)