Sabtu, 20 April 24

Jam Sejarah Berputar Balik

Jam Sejarah Berputar Balik
* PKI saat memiliki kekuatan sbg partai di Indonesia

Oleh: Radhar Tribaskoro, Aktivis Gerakan Mahasiswa Bandung 

Jam sejarah sedang berputar balik. Dulu orang-orang menyanjung dan memuji Sukarno setinggi langit, bahkan memintanya menjadi presiden seumur hidup. Sukarno sendiri mengakui semua itu sebagai bentuk _personal cult_ atau kultus individu. Ia mengakui bahayanya tetapi ia tidak menolaknya.

Sekarang, kultus individu terjadi lagi. Ada orang-orang bilang Presiden Jokowi sekarang mirip Umar bin Khattab, Usman bin Affan, atau bahkan Nabi Muhammad SAW.

Bukan hanya soal kultus yg mirip, corak otoriter Orde Lama pun berulang kembali.

KEKUASAAN ABSOLUT

Sukarno membutuhkan kultus individu untuk melengkapi konsep politik Demokrasi Terpimpin yang ia luncurkan selepas Dekrit Presiden 1959. Ia seorang pemimpin kharismatik, ia membutuhkan kharisma. Sukarno memperoleh kharisma itu dari pemikiran-pemikirannya yang brilyan. Ia juga seorang hero, di sepanjang hidupnya ia telah ditangkap polisi dan ditahan bertahun-tahun karena perjuangannya. Namun semua itu tidak cukup. Ia membutuhkan kharisma sekalipun berasal dari sumber paling tidak rasional.

Apa yang ia lakukan pada dasarnya telah menjadikan dirinya pemimpin absolut, pemimpin yang tidak bisa dipersoalkan dari sudut pandang rasional maupun non-rasional.

Dulu, atas nama kondisi darurat revolusi berbagai UU dan Ketetapan MPR dikeluarkan untuk menunjang absolutisme Sukarno. Misalnya Tap MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Sukarno sebagai presiden seumur hidup.

Sekarang, atas nama wabah corona, UU Minerba disahkan. UU ini merebut kuasa daerah atas pertambangan untuk diambil-alih oleh pemerintah pusat. Dalam pengesahan Perppu No.1/2020 DPR menyerahkan kuasa pembuatan anggaran ke tangan pemerintah. Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, puluhan kuasa-kuasa lain akan disedot oleh pemerintah pusat. DI pemerintahan pusat itu, kekuasaan Presiden menjadi absolut.

Apakah ada kemiripan lain?

PKI DAN ABSOLUTISME

Di balik propaganda kultus Sukarno dan demokrasi terpimpin adalah PKI. Mereka menempel Sukarno, demi perlindungan setelah mereka gagal memberontak di Madiun 1948. Menurut anggapan mereka semakin besar Sukarno akan semakin besar pula PKI.

PKI membesarkan diri dengan memfitnah lalu melikuidasi musuh-musuhnya. Mereka mendesak Sukarno untuk membubarkan Masyumi dan ormas pemudanya GPII karena dianggap terlibat dalam pemberontakan PRRI. Masyumi adalah satu-satunya partai politik yang mengungguli PKI dalam 2 pemilu sekaligus, yaitu pemilu 1955 dan pemilu daerah 1957.

Menggunakan isu yang sama PKI juga berhasil mendorong
Sukarno untuk mmbubarkan PSI. Sukarno bahkan memenjarakan rekan seperjuangannya dan dua mantan perdana menteri yaitu Syahrir dan Muhammad Natsir.

Apakah PKI memainkan peran dalam penindasan orang-orang yang mengritik rejim? Pertanyaan ini sulit dijawab sebab PKI sebagai organisasi telah dibubarkan selepas pemberontakan terakhir 1965. Namun simpatisannya masih banyak. Gerakan yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas penyiksaan dan penindasan anggota dan simpatisan PKI di masa Orde Baru, cukup kuat.

Tanda simpati rejim ini pada diangkatnya sejumlah simpatisan PKI pada jabatan-jabatan pemerintahan.

RUU Haluan Ideologi Pancasila tidak pelak lagi adalah manifestasi dari kebangkitan PKI pada era kedua pemerintahan Jokowi. Di RUU ini Tap MPR No.XXV/MPR/1966 yang melarang ajaran komunis tidak menjadi bahan pertimbangan. Ini berarti haluan ideologi kita tidak lagi memandang komunisme sebagai musuh.

Kalau RUU HIP itu disetujui, bagaimana projeksi anda, berapa lama lagi dibutuhkan untuk PKI berdiri lagi.

_Last but not least,_ suasana _psy war_ sebagaimana dirasakan pada tahun 1960an berulang lagi. Sumpah serapah, cacian dan fitnah bertebaran di media massa dan media sosial. Seperti dulu, polisi tidak bisa menenangkan. Mereka cenderung pilih-pilih tebu, agresif kepada pengritik pemerintah, sebaliknya lamban bahkan tidak peduli kepada pelanggaran oleh pendukung pemerintah. Sikap pilih-pilih tebu itu menjadikan masalah sosial mengendap sebagai masalah pribadi. Di balik tumpukan kayu ada bara.

Sejarah sedang mengulangi dirinya. Kalau anda tidak bijak, sejarah sudah tunjukkan bagaimana akhirnya. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.