Jalan-jalan ke Danau Toba tanpa mengunjungi Pulau Samosir sama seperti makan nasi tanpa sayur, nggak lengkap rasanya. Danau Toba dan Pulau Samosir adalah satu kesatuan geografis. Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba besarnya kira-kira seluas negara Singapura (lihat gambar di bawah, sumber dari sini). Oh ya, Danau Toba yang luas ini dikelilingi oleh tujuh kabupaten, yaitu Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tobasa (Toba Samosir), Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi, Kabupatyen Karo, dan Kabupaten Samosir. (Baca: 7 Kabupaten yang mendiami kawasan Danau Toba).
Setelah sarapan dan check-out dari Hotel Inna Parapat, kami rombongan Garuda menyeberang ke Pulau Samosir menaiki perahu wisata. Dari dermaga di dekat Hotel Inna Parapat menuju ke Pulau Samosir membutuhkan waktu berlayar kira-kira 40 menit. (Baca: Jalan-Jalan ke Danau Toba dan Samosir (Bagian 1))
Air Danau Toba cukup tenang, tidak berombak seperti lautan. Membayangkan diri kita berlayar di Danau Toba sebenarnya kita mengarungi kaldera bekas letusan supervalcano ribuan tahun yang lalu. Saya sempat berpikiran nakal, jika tiba-tiba supervolcano Toba ini meletus kembali, habislah diri kami di sini.
Sepanjang perjalanan di danau yang sangat luas ini kita dapat melihat hamparan Pulau Samosir yang memanjang. Hotel dan vila berjejer di sepanjang pantai pulau. Pulau Samosir sekarang menjadi kabupaten sendiri, bernama Kabupaten Samosir dengan ibu kotanya di Panguruan. Panguruan adalah kota kecil yang terletak pada posisi persambungan Pulau Samosir dengan Pulau Sumatera. Jadi, sebenarnya Pulau Samosir ini dahulu tidaklah terpisah seluruhnya dengan daratan Pulau Sumatera. Ia belum menjadi pulau dalam arti sebenarnya, tapi masih merupakan bagian pulau Sumatera. Ada bagian tanjung yang sangat sempit yang tersambung dengan pulau Sumatera. Tetapi, Belanda pada zaman penjajahan dulu memotong persambungan ini sehingga Pulau Samosir resmi terpisah dengan Pulau Sumatera, dipisahkan oleh sebuah kanal. Sekarang daratan antara Pulau Samosir dengan Pulau Sumatera dihubungkan dengan sebuah jembatan sepanjang 20 meter (Baca tentang jembatan itu di sini: Sejarah Pulau Samosir yang Banyak Orang Belum Tahu, dan Kisah Jembatan Satu-satunya dari Pulau Samosir ke Sumatera).
Setelah menempuh waktu 40 menit, sampailah kami di dermaga Pulau Samosir. Inilah titik singgah pertama wisatawan dari Parapat ke Samosir. Dari dermaga ini kita berjalan melewati jalan setapak menuju sebuah kampung Ambarita, kampung marga Huta Siallagan. Di kampung ini terdapat situs bersejarah peninggalan masa lalu berupa beberapa rumah adat Batak Toba serta meja dan kursi dari batu tempat rapat marga Huta Siallagan. Menurut kepercayaan orang Batak, Pulau Samosir dianggap sebagai tempat asal-muasal suku Batak. Berikut foto-foto di kampung Ambarita.
Konon, di meja dan kursi batu inilah Raja Huta Siallagan melakukan sidang untuk mengadili orang yang dituduh melakukan tindak kejahatan atau mata-mata. Sebelum disidang, tersangka pelaku dipasung di dalam sebuah ruangan di depan rumah adat ini.
Tidak jauh darti meja batu tadi, terdapat meja batu lain sebaga tempat eksekusi pelaku yang sudah dijatuhi hukuman mati. Hukuman matinya adalah dengan cara memenggal kepala si tersangka. Hii…seram ya.
Kata pemandu kami, kepala yang sudah dipenggal kemudian dibuang ke Danau Toba. Menurut kepercayaan penduduk Samosir, Danau Toba setiap tahun meminta tumbal berupa kepala manusia. Hiiii….lagi-lagi seram ya.
Di kampung Ambarita ini wisatawan dapat menikmati paket wisata berupa menari tor-tor bersama-sama dengan pakaian ulos dan busana batak lainnya, serta melihat atraksi patung sigale-gale.
Sebenarnya masih banyak situs-situs yang perlu dikunjungi di Pulau Samosir ini, misalnya Tomok. Namun, karena keterbatasan waktu, kami tidak dapat mengunjunginya. Untuk menjelajahi seluruh Pulau Samosir ini dibutuhkan waktu sedikitnya satu minggu. Jangan khawatir, di pulau ini banyak terdapat hotel dan penginapan.
Di kampung Ambarita, tempat meja batu tadi, kita dapat berbelanja souvenir khas Batak. Pedagang souvenir di sini sangat gigih merayu wisatawan untuk membeli dagangannya. Inang-inang (ibu-ibu suku Batak) menghiba-hiba untuk mampir ke kiosnya. Belilah satu, belilah satu pak, kata inang-inang itu setiap kali saya melewati satu kios. Satu tips yang penting berbelanja souvenir di sini adalah pandai-pandai menawar. Jika beruntung dan deal, anda dapat setengah harga. (Rinaldi Munir, Dosen Teknik Informatika ITB) (Bersambung)