
Tragis. Berjasa besar dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan menjadi Presiden pertama Indonesia, tapi Ir Sukarno atau Bung Karno tidak dihargai oleh pemerintahan Orde Baru (Orba). Salah satu buktinya adalah Orba tidak pernah memberikan gelar pahlawan nasional kepada Bung Karno. (Baca: Jalan Berliku-liku Bung Karno Peroleh Gelar Pahlawan Nasional (Bagian Terakhir dari 2 Tulisan))
Bung Karno yang terkenal dengan julukan “Putera Sang Fajar” atau “Penyambung Lidah Rakyat” menjadi Presiden pertama Republik Indonesia pada tahun 1945. Tahun 1966 Bung Karno jatuh dari kursi kekuasaannya sebagai buntut dari pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) atau yang terkenal dengan sebutan Gerakan 30 September 1965 (G-30-S)/PKI. Dalam peristiwa yang menelan korban jiwa beberapa jenderal tersebut PKI disebut-sebut akan melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah. Namun, gerakan itu berhasil ditumpas oleh ABRI.
Pasca kudeta PKI yang gagal tersebut, kekuasaan Bung Karno dilucuti oleh pimpinan militer Letjen Soeharto. Saat itu berembus isu santer Bung Karno adalah ia diduga dalang manuver G-30-S/PKI. Tahun 1966 Bung Karno memberikan Surat Perintah Sebelas Maret (Super Semar) kepada Soeharto untuk memulihkan situasi. Namun, surat sakti itu ternyata disalahgunakan oleh Soeharto untuk mendongkel kekuasaan Bung Karno.
Secara de jure Bung Karno adalah Presiden, namun secara de facto yang memiliki kekuasaan besar adalah Soeharto.
Tahun 1966 itu dimulai pemerintahan Oba, menggantikan Orde Lama (Orba). Pemeritahan Orba di bawah kepemimpinan Soeharto menahan Bung Karno sebagai tahanan kota tanpa pernah mengadilinya di pengadilan. Bung Karno kemududian menghembuskan nafasnya yang terakhir karena sakit di Jakarta pada 21 Juni 1970 dalam usia 69 tahun.
Setelah Bung Karno wafat, Orba semakin agresif menjelek-jelekkan Bung Karno. Salah satu isu besar yang diangkat adalah Bung Karno diduga terlibat dalam G-30-S/PKI. Tuduhan keterlibatan Soekarno dalam peristiwa tahun 1965 itu tersirat dalam dalam Tap MPRS 33 tahun 1967 yang dikeluarkan oleh rezim pemerintahan Soeharto.
Ketidaksukaan penguasa Orba itu juga diwujudkan dalam penolakan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Bung Karno. Orba hanya memberinya gelar Bapak Proklamator.
Kebencian rezim Orba bukan hanya terhadap Bung Karno, tapi juga terhadap keluarganya. Pemerintah membatasi kiprah anak-anak Bung Karno di pentas politik dan bisnis.
Orba Jatuh
Soeharto yang berkuasa sejak 1966 yang didukung oleh militer dan Golkar berambisi menjadi presiden seumur hidup. Namun, obsesinya itu tidak terwujud.
Soeharto jatuh dari kekuasaannya pada 21 Mei 1998 akibat gerakan reformasi yang dilancarkan mahasiswa. Aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan mahasiswa yang menuntut pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), akhirnya berhasil memaksa Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun mengundurkan diri. Saat itu Soeharto tercatat sebagai salah satu kepala negara yang lama berkuasa di dunia.
Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden BJ Habibie. Dan saat itu dimulailah era reformasi.
Sejatinya Habibie berkuasa hingga 2003. Namun Sidang Istimewa MPR pada November 1998 memutuskan dilakukan percepatan Pemilu dari semula tahun 2003 menjadi tahun 1999.
Pada Pemilu 1999, pemilu pertama di era reformasi yang diikuti 38 partai politik, PDI Perjuangan tampil sebagai juara, mengalahkan Golkar. Sebelumnya di era Orba Golkar selalu berjaya dengan memenangkaan enam kal pemilu, yakni Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997.
Anti Golkar dan Orba terus berlanjut dalam Sidang Umum MPR 1999. Sebagian besar fraksi di MPR menolak pencalonan Habibie sebagai presiden yang dipilih oleh MPR. (@arif_rhakim) (Bersambung)