
Jakarta, Obsessionnews.com – Keputusan DPP Partai Golkar untuk menjadikan Setya Novanto kembali sebagai Ketua DPR RI bisa dinilai bahwa ketua umum Golkar tersebut ‘menjilat ludah sendiri’.
Rencana mengembalikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI semakin menguat, setelah DPP Partai Golkar mengirimkan surat pergantian Ade Komarudin ke pimpinan DPR. Proses politik itu berlangsung begitu cepat saat Golkar mengadakan rapat pleno Senin (21/11/2016) dan memutuskan Ade dicopot.
Namun, keinginan untuk menjadikan Novanto sebagai Ketua DPR tersebut adalah pelanggaran terhadap janji Novanto sendiri pada saat berkampanye sebagai calon ketua umum Golkar. Dia berjanji tidak akan menjadi Ketua DPR apabila terpilih sebagai ketua umum Golkar.
“Saya pasti akan mundur dari DPR jika terpilih nanti,” kata mantan Ketua DPR RI itu usai menggelar pertemuan dengan kader Partai Golkar Jawa Timur di Surabaya, Senin (22/2/2016).
Menurutnya, menjadi ketua umum Golkar mengemban tanggung jawab yang besar. Karena itu, ia harus bisa fokus melaksanakan tugas-tugas partai, tanpa dicampuri dengan urusan parlemen.
“Pimpinan partai adalah tugas penting dan tidak boleh diduakan dengan tugas lainnya,” ucap Novanto.
Ia menuturkan, Golkar saat itu tengah dihadapkan pada kondisi konflik yang berkepanjangan. Bahkan suara Golkar cenderung menurun. Sebab itu tugas ketua umum Golkar harus bisa mengembalikan citra partai agar suara meningkat. Caranya dengan menguatkan konsolidasi.
“Meskipun kalah, saya akan tetap mendukung pemenang dan mengajak semua kader untuk bersama-sama mendukung ketua baru,” tambahnya.
Menurutnya, konsolidasi diperlukan agar Golkar bisa memenangkan Pilkada, Pileg, dan juga Pilpres pada 2019 mendatang. Ia menyatakan, untuk mencapai itu perlu kerja keras dari ketua umum Golkar bersama jajaran pengurusnya.
Pernyataan Novanto di atas jelas sangat kontras dengan kondisi saat ini, di mana tiba-tiba ia ingin kembali menjabat sebagai Ketua DPR, dengan alasan MK sudah memutuskan untuk mengembalikan nama baiknya, pasca terlibat dalam kasus “papa minta saham”. (Albar)