
Jakarta, Obsessionnews – Pihak istana menolak disalahkan dalam kebijakan penambahan uang muka beli mobil pejabat. Menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto sebenarnya usulan itu pertama kali datang dari Ketua DPR Setya Novanto.
“Waktu itu surat dari Ketua DPR tentang permintaan penyesuaian uang muka itu diterima awal Januari, kalau nggak salah 5 Januari 2015,” ungkap Andi di komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Presiden lanjut Andi, hanya menindaklanjuti surat permonanan dari Setya yang meminta penyesuaian uang muka mobil pejabat. Surat tersebut kemudian diproses awal Februari oleh Menteri Keungan sebelum presiden mengeluarkan Perpres.
“Jadi di bawah permintaan Ketua DPR. Kajiannya sudah selesai, lalu kami sampaikan ke presiden dengan penjelasan bahwa ini rutin dilakukan dan sudah ada permintaan dari Ketua DPR. Setelah itu baru Perpres-nya turun,” ujar Andi.
Ia menjelaskan, semula DPR justru meminta kenaikan menjadi Rp 250 juta. Kementerian Keuangan lantas membuat kajian dan menetapkan uang muka bisa ditingkatkan dari Rp 161 juta menurut Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 menjadi Rp 210 juta.
“Jadi sejak 2010 ada Perpres yang memberikan bantuan uang muka untuk kendaraan bagi pejabat negara di lembaga tingi negara. Naik menjadi Rp 210 juta berdasarkan permintaan Ketua DPR,” tuturnya.
Mantan pengamat militer itu membantah bahwa persetujuan presiden terhadap permintaan Ketua DPR sebagai upaya menjaga hubungan baik dengan parlemen karena presiden khawatir kinerja pemerintah bisa terhambat.
“Itu proses yang biasa dilakukan di masa tugas anggota DPR baru,” papar Andi.
Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan menyebutkan kenaikan tunjangan uang muka pembelian kendaraan pejabat negara sebesar Rp 94 juta menjadi Rp 210,89 juta per orang.
Pada Pasal 3 Ayat (3) Perpres Nomor 39 Tahun 2015 menyebutkan alokasi anggaran dalam rangka pemberian fasilitas uang muka dibebankan pada anggaran Lembaga Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun pejabat negara yang dimaksud meliputi anggota DPR, DPRD, Hakim Agung Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, anggota Komisi Yudisial dan DPD. (Has)