Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Investor Takut Taruh Uang di Indonesia?!

Investor Takut Taruh Uang di Indonesia?!
* Ketua DPR Setya Novanto.

Kaukus Muda Berantas Korupsi (KMBK)

Serial Mangkraknya Mega Korupsi

(Mana Berani Investor Taruh Uang di Indonesia, Jika Koruptor Merajalela dan Kebal Hukum)

Setya Novanto, Honggo Wendratno dan Raden Priyono adalah Penyebab Hengkangnya Investor

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong, mengakui jika investor frustasi menanamkan modal nya di Indonesia, karena ia menilai Indonesia saat ini sudah tidak lagi menjadi negara hukum, namun negara peraturan. Banyak aturan dibuat untuk membelit diri sendiri, tapi di saat yang sama hukum tidak tegak, tak ada kepastian hukum. (www.kompas.com, 17 Oktober 2017).

Salah satu contoh tidak tegaknya hukum ditandai oleh merajalelanya bandit perampok uang dan kekayaan negara yang justru mendapat kekebalan hukum. Mereka, para pejabat negara, yang melakukan kejahatan, merampok uang negara, tapi justru mendapat kekebalan hukum. Sementara untuk mereka yang berjuang mencegah kejahatan dan menegakan kebenaran, malah dikriminalisasi dan dipenjarakan oleh penegak hukum. Sangat tepat kata Ronggowarsito, “wolak walik zamane”.

Bandingkan dengan di China, investor merasa nyaman untuk berinvestasi, merasa aman untuk “naruh” uang di negeri itu, lantaran dimanjakan oleh adanya kepastian hukum. Investor tak takut uang mereka dirampok oleh pejabat negara yang jadi bandit dan maling. Hukum di negeri terai bambu itu memang tegak lurus, tanpa pandang bulu.

Hukuman mati adalah hadiah tertinggi untuk setiap pejabat negara yang secara sengaja berkomplot menyalahgunakan kewenangan, atau memperdagangkan penggaruh kekuasaannya, untuk memperkaya diri, memperkaya keluarga atau memperkaya teman-temannya.

Di China, jika ada pejabat tinggi negara seperti Setya Novanto, Ketua Umum Golkar sekaligus Ketua DPR (lembaga tinggi negara), yang diduga melakukan rangkap kejahatan, yaitu merampok anggaran E-KTP yang disertai dugaan menjual data penduduk kepada kekuatan asing, pasti telah dihukum gantung, seluruh keluarga dan keturunannya dikutuk secara sosial.

Di China, jika ada persekutuan jahat antara pejabat negara seperti Raden Priyono (mantan Kepala BP Migas) dengan pengusaha seperti Honggo Wendratno (pemilik PT TPPI), yang merekayasa projek untuk merampok uang negara, yang merugikan negara sangat besar, Rp35 triliun, pasti nasibnya berakhir di tiang gantungan, dihukum mati, tanpa ampun.

Namun lain di China, lain di Indonesia. Kepastian dan penegakan hukum China dengan Indonesia, bedanya seperti langit dan bumi. Untuk di Indonesia, penegakan hukum hanya ada di spanduk-spanduk kampanye, ada di bacot nya Presiden saat berpidato di depan relawan pendukungnya. Kepastian penegakan hukum juga hanya ada di congornya anggota DPR dan pejabat penegak hukum saat di wawancara atau talk show di tivi.

Setiap saat pejabat negara menyampaikan pidato politik dan wawancara berbusa-busa di depan media massa terkait kepastian penegakan hukum tanpa diskriminasi, hingga telinga kita berdesing mendengarnya. Tapi di saat yang sama mereka justru diduga turut terlibat merekayasa hukum untuk membebaskan Setya Novanto (kasus mega-korupsi E-KTP) melalui pra peradilan.

Para pimpinan penegak hukum setiap saat memastikan untuk menegakan hukum secara tegas dan adil. Tapi di saat yang sama mereka membebaskan penjahat perampok uang negara dalam projek kondensat BP Migas yang melibatkan Honggo Wendratno dan Raden Priyono.

Dalam sebuah kesempatan Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai posisi Indonesia yang menduduki peringkat pertama untuk Trust and Confidence in National Government, atau tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah berdasarkan Gallup data.

Presiden Joko Widodo senang dan bangga dengan peringkat kepercayaan diraih tersebut, dengan berharap kepada para investor untuk tidak ragu-ragu dalam meng investasikan uangnya ke dalam infrastruktur dan sektor riil.

Presiden Joko Widodo mungkin tak paham jika para investor jauh lebih paham terhadap situasi Indonesia ketimbang Jokowi dan para aparat pemerintahannya. Para investor sangat memahami terkait adagium yang berbunyi, “sexs dapat dibeli, tapi cinta tak mungking bisa dibeli”.

Demikian juga soal kepercayaan. Rasa percaya sama dengan rasa cinta. “kita dapat membeli rating kepercayaan di lembaga rating international, tapi kepercayaan itu sendiri tak mungkin bisa dibeli. Mana mungkin kita dapat menyogok orang untuk dapat percaya kepada kita”.

Ternyata kepercayaan yang tinggi terhadap Pemerintahan Jokowi hanya ada di dalam rating atau peringkat dibuat oleh lembaga international pembuat peringkat. Kenyataannya ketika investor asing ragu-ragu, bahkan frustasi untuk berinvestasi, itu menunjukan tidak adanya kepercayaan kepada pemerintah.

Kekebalan Hukum Pelaku Mega-Korupsi E-KTP dan Kondensat

Ada banyak skandal mega-korupsi yang mendapat kekebalan hukum, yang meruntuhkan citra pemerintah di mata investor, karena tidak adanya kepastian hukum. Diantaranya adalah Skandal BLBI, skandal Bank Century, skandal E-KTP dan skandal mega-korupsi kondensat BP Migas.

Untuk skandal BLBI, walaupun terseok-seok kini sedang berproses ditangani oleh KPK. Untuk skandal bank Century, masih sedang berproses dan salah satu pejabat teras Bank Indonesia, Budi Mulya, telah dihukum masuk penjara. Untuk skandal E-KTP menjadi sangat strategis untuk dituntaskan karena melibatkan pejabat pimpinan lembaga tinggi negara yang sangat kebal hukum.

Di luar itu, ada satu skandal perampokan uang negara yang sangat besar yang melibatkan sejumlah pejabat negara di BP Migas dan Kementerian ESDM, yaitu kejahatan perampokan uang negara dalam projek kondesat. Bayangkan dua pejabat teras BP Migas dan seorang pengusaha telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri.

Dua tersangka yang sempat ditahan dan kemudian ditangguhkan penahannya tersebut adalah mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono. Bahkan Bareskrim Polri juga mengeluarkan red notice untuk memburu pengusaha pemilik TPPI, Honggo Wendratno, yang melarikan diri ke negara tetangga Singapura.

Bebasnya Setya Novanto sebagai tersangka dalam kroupsi E-KTP, dan mangkraknya penanganan kejahatan korupsi kondensat di Bareskrim Mabes Polri adalah satu faktor menurunnya kepercayaan investor terhadap komitmen pemerintahan Joko Widodo dalam menegakan hukum dan menjamin kepastian hukum di negeri ini.

Karena itu, menurut Presidium Nasional Kaukus Muda Berantas Korupsi (KMBK) hanya ada satu jalan untuk membangun kembali kepercayaan investor terhadap penegakan hukum dan kepastian hukum di negeri ini, yaitu: Pertama, KPK harus segera keluarkan sprindik baru untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka E-KTP. Kedua, Bareskrim Polri harus segera menyeret Honggo Wendratno dan Raden Priyono untuk dipenjarakan.

SEGERA KELUARKAN SPRINDIK BARU KEPADA SETYA NOVANTO SEBAGAI TERSANGKA KORUPTOR E-KTP)!! SEGERA TANGKAP DAN PENJARAKAN HONGGO WENDRATNO DAN RADEN PRIYONO (TERSANGKA KORUPTOR KONDENSAT BP MIGAS)!!

Jakarta, 18 Oktober 2017

Presidium Nasional
Kaukus Muda Berantas Korupsi
(KMBK)

SOELEMAN HARTA
Juru Bicara

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.