Sabtu, 20 April 24

Inspirasi dari Korea

Inspirasi dari Korea

Oleh: Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute 

Mendagri Tjahjo Kumolo bilang kita baiknya meniru Korea Utara dalam menghormati pemimpin. Kenapa dipersempit lingkupnya sekecil itu? Saya ini dari dulu termasuk pengagum Korea, baik Selatan maupun Utara. Karena keduanya sejatinya punya alat vital dan ketahanan nasional yang mengagumkan secara IPOLEKSOSBUD-HANKAM. Sehingga bisa dengan cepat bangkit dari keterpurukan pasca Perang Dunia II.

Kalau kemudian Korea harus terbelah antara Korea Selatan dan Korea Utara, itu gara-gara korban dari bagi-bagi kekuasaan antar pemenang Perang Dunia II. Khususnya antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang kemudian juga Republik Rakyat Cina yang sejak 1949 kekuasaan beralih dari Chiang Kai Shek yang pro Amerika ke Mao Zedong yang komunis dan bersekutu dengan Soviet.

Namun terlepas dari karakter sistem poilitik Korea Utara dan korea Selatan yang berbeda karena menjadi negara satelit dua negara adikuasa yang juga berbeda tajam dalam sistem politik dan ideologinya, kedua bangsa Korea yang terbelah secara paksa ini, sebenarnya sama-sama jadi bangsa yang berkarakter, mandiri dan punya daya tahan budaya.

Lihat saja tim kesebelasan sepak-bolanya. PSSI kita waktu Pra Olimpiade pada sekitaran 1976 waktu pelatih kita masih Tony Pogaklnik yang asal Yugo, pernah merasakan betapa dahsyatnya kekuatan dan daya tahan fisik dan mental kesebelaaan Korea Utara ketika keduanya berhadapan di final.

PSSI kita akhirnya kalah melalui adu pinalti 3-2 yang cukup dramatis setelah melalui perpanjangan waktu tetap seri 0-0.

Di ranah olahraga bulutangkis, saya ingat waktu tim Uber Cup Indonesia harus berhadapan dengan tim Korea Selatan. Ketika kita dalam posisi unggul, dan salah satu pemain Korsel yang jadi tumpuan untuk mengejar ketinggalan dari tim Uber kita atau akan berakhir tamat, untuk memotivasi si pemain saat istirahat, pelatihnya memukuli berkali-kali si pemain Korsel tersebut.

Bagi kita mungkin ini disiplin yang keterlaluan atau malah mungkin masuk kategori penyiksaan. Namun bagi kultur Korea, dalam hal ini termasuk Korsel, metode pelatih Korsel itu dianggap biasa biasa aja. Karena itu sudah melekat dalam kultur dan etos masyarakat Korea itu sendiri.

Kalau Mendagri bilang kita baiknya meniru orang Korea Utara menghormati pemimpin, justru itu aspek yang mungkin belum tentu pas karena ini berkaitan dengan sistem politiknya yang serba tertutup dan terpusat.

Tapi menginspirasi dari bangsa Korea, baik Selatan maupun Utara, bagaimana kedua bangsa serumpun itu bisa sedemikian rupa mempertahankan dan mengembangkan karakternya sebagai bangsa, saya kira itu yang justru lebih penting.

Coba saja perhatikan, bagaimana ibu-ibu rumah tangga kita begitu menggemari film film Korea yang tentunya dalam hal ini Korea Selatan. Karena menurut saya masyarakat kita merindukan hal hal yang seperti di film Korea itu. Hal-hal sederhana, kehidupan sehari-hari, namun disajikan sedemikian rupa sehingga kehidupan sederhana itu begitu mendalam maknanya. Sehingga dari sini saja, kita sudah bisa menilai betapa dahsyatnya strategi kebudayaan Korea Selatan dalam membangun pengaruhnya lewat film dan musik di negara-negara seperti kita.

Tentu saja dalam kajian-kajian saya, ini masuk kategori ancaman serangan Asimetris di sektor kebudayaan. Namun pada sisi lain, kita juga disadarkan betapa sebuah bangsa yang kuat ketahanan budayanya, dan berkarakter kuat sebagai bangsa secara bersama, pada perkembangannya bisa menjadi ekspansif dan ofensif secara kebudayaan ke negara negara lain.

Menurut saya, Tjahjo Kumolo mending mempertimbangkan soal kedigdayaan budaya dan karakter bangsa Korea, baik Utara maupun Selatan, untuk menginspirasi kita bagaimana caranya membangkitkan kembali jatidiri bangsa. (*)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.