Jumat, 22 September 23

Inilah Penyebab Tak Sempurna Debat Capres Kedua

Inilah Penyebab Tak Sempurna Debat Capres Kedua

Jakarta – Debat Calon Presiden (Capres) kedua yang digelar di Hotel Grand Melia, Kuningan Jakarta, Minggu  (15/06) malam telihat ada yang berbeda dari debat Capres yang pertama.

Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), M. Afifuddin memberikan apresiasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan adanya penerjemah bahasa isyarat (sign intepreter) dalam debat kandidat Pilpres kedua.

“Ada pemandangan yang berbeda kalau kita melihat televisi yang menyiarkan debat kandidat, yaitu adanya penerjemah bahasa isyarat yang disiapkan KPU,” ujar Afifuddin di Jakarta, Senin (16/06/2014).

Menurut Afifuddin, ini merupakan terobosan Bagus untuk menjembatani penyandang disabilitas rungu (tuna rungu) yang ingin mengetahui visi dan misi Capres. Dia juga mengatakan, hal ini seharusnya juga disediakan dalam iklan-iklan  layanan masyarakat yang dibuat oleh KPU.

“Akses informasi harus dibuat sebanyak mungkin untuk mensosialisasikan gagasan dan visi misi Capres,”ungkapnya.

Namun hal yang berbeda disampaikan oleh Komisioner KPU, Arief Budiman yang mengatakan terobosan tersebut menjadi kurang sempurna dikarenakan moderator debat capres tidak cukup mampu mengelola debat.

“Moderator debat juga harus ahli di bidang yang menjadi tema debat,”ujar Arief kepada wartawan di Gedung KPU

Menurutnya, moderator tidak bisa hanya cas cis cus saja. Karena, moderator juga harus memahami betul apa yang harus dibahas dalam debat itu dengan tema dan pertanyaan yang akan diajukan.

“Moderator debat tidak hanya berperan membacakan pertanyaan kepada kandidat Pemilu Presiden,”ungkapnya.

Arief juga mengatakan, moderator juga menyampaikan pertanyaan yang menjadi pendalaman atas visi dan misi yang disampaikan kandidat pada sesi debat sebelumnya.

“Jadi tugasnya bukan hanya tukang pos, bukan bertanya saja,” katanya.

Menurut Arief, moderator harus menjadi bagian dalam tim ahli yang menyusun materi debat. “Dua kali pelaksanaan debat capres, moderator selalu menjadi sorotan publik, stidaknya di media massa,”ungkapnya.

Keritikan terhadap moderator tersebut salah satunya diungkapkan oleh Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Melalui akun @komar_hidayat, dia menuliskan, “Moderator debat capres apa ya harus kering begitu?”

Arief menilai, Moderator debat capres pertama, Zainal Arifin Mochtar dinilai terlalu mengatur penonton. Sedangkan, moderator debat kedua, Ahmad Erani Yustika justru dinilai kurang powerfull, dan tidak menghidupkan suasana. (Pur)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.