Jumat, 19 April 24

Inilah Kisah Gempa Besar dan Tsunami di Jepang

Inilah Kisah Gempa Besar dan Tsunami di Jepang
* Dr Uyi Sulaeman MSi

Tanggal 11 September 2011 adalah pengalaman yang tak pernah terlupakan, ketika Dr Uyi Sulaeman MSi pertama kalinya merasakan gempa yang hebat di Jepang, tepatnya di Sendai, Miyagi, Jepang, ketika Uyi Sulaeman menempuh studi Program Doktor di Universitas Tohoku, Jepang. Gempa tersebut berkekuatan 9.0 skala richter merupakan gempa terbesar sepanjang sejarah Jepang dalam 1.200 tahun terakhir, yang diikuti gelombang tsunami setinggi 10 m.

Kali itu hari Jumat, setelah selesai melaksanakan Sholat Jumat di Masjid Islamic Cultural Centre of Sendai (ICCS), satu-satunya masjid di Sendai yang dibangun tahun 2008. Biasanya Uyi naik sepeda dari Laboratorium (lab) menuju masjid kurang lebih 45 menit. Setelah melakukan Sholat Jum’at, Uyi langsung ke lab dan buka komputer, tidak melakukan eksperimen, karena Uyi sudah menyelesaikan studi program doktor dan sudah menempuh sidang terakhir dan lulus, hanya menunggu graduation (wisuda) pada 25 Maret 2011, hari yang bersejarah bagi Uyi yang biasanya dirayakan oleh universitas.

Tapi impian yang akan menjadi kenangan dan foto bersama saat graduation (wisuda) itu menjadi tiada. Gempa datang, mulanya hanya kecil, getaran-getaran yang sudah biasa bagi Uyi merasakan dan pria kelahiran Karawang, 5 Juli 1973 ini, tak menghiraukannya. Namun lama-lama, gempa itu semakin hebat, dan Uyi pun tak punya kesempatan untuk keluar.

Uyi dan anggota lab lainnya hanya bisa berlindung dibawah meja, salah satu prosedur yang harus Uyi lakukan saat gempa datang, agar tidak tertimpa benda-beda keras yang jatuh. Meja Uyi cukup kuat karena memang terbuat dari besi. Uyi merasakan goyangan itu sangat keras, Uyi hanya bisa berserah diri pada Allah, apapun yang terjadi, Uyi berfikir mungkin bangunan ini akan runtuh.

Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unsoed ini merasakan seperti berada di atas air dalam perahu ditengah lautan. Bumi itu ternyata bergerak, dan lembek. Cukup lama Uyi merasakan gempa entah berapa menit. Uyi hanya khawatir apa yang terjadi dengan anak-anak dan istri Uyi karena mereka tinggal di apartemen tua yang bangunannya tidak sekuat bangunan laboratorium.

Setelah gempa mulai mereda, Uyi bersama anggota lab keluar menuju lapangan dan berkumpul, memastikan tidak ada korban dan Uyi berdiri di lapangan, terasa gempa susulan datang, rasanya tanah ini telah bergerak bagaikan gelombang dan sulit untuk melangkah. Secara otomatis listrik dan sambungan telepon mati, Uyi tidak bisa mengontak isteri, lalu Uyi izin ke professor, untuk pulang ke apartemen dengan sepeda.

Sepanjang naik sepeda, hati Uyi gelisah dan bergetar, di tengah jalan salju putih halus turun, seakan meneguhkan hati dan menghilangkan rasa gelisah dan cemas. Ketika sampai di apartemen, Uyi merasa kaget, kunci kamar keluarga Uyi tergantung di pintu, sepertinya ada masalah, dan Uyi masuk ke kamar, terlihat, TV, barang-barang elektronik, barang-barang dapur, berantakan tidak karuan. Semuanya pada tumpah ke ruangan tengah.

Uyi berfikir, mungkin anak-anak Uyi ke rumah sakit, tak ada orang yang bisa hubungi Uyi. Kemudian, Uyi hanya kembali dengan sepeda, mengikuti jalannya ayunan sepeda akan kemana Uyi melangkah, karena tidak tahu kemana Uyi harus pergi. Akhirnya, kegalauan Uyi hilang, Allah mempertemukan keluarga Uyi di depan jalan asrama mahasiswa dan semuanya selamat.

Rupanya, Isteri Uyi ketika gempa, tidak ada di rumah dan meninggalkan kunci tergantung dipintu, dia menyaksikan hebatnya gempa di luar, dan melihat bagaimana bangunan-bangunan itu diguncangkan dengan sangat kuatnya, lalu dia pergi ke sekolah untuk jemput anak-anak.
Setelah itu Uyi sekeluarga tidak tinggal di apartemen, tetapi di sekolah SMP, karena bangunan sekolah dibuat kuat oleh pemerintah Jepang, dan dijadikan tempat untuk mengungsi apabila gempa datang. Semuanya berkumpul di tempat-tempat sekolah, seperti SD ataupun SMP, membawa selimut, dan lain-lain agar bisa bertahan daridingin.

Malam hari, Uyi merasakan, pertama kalinya, kota menjadi gelap tak ada lampu yang menyala, hanya bintang-bintang dilangit yang menerang Uyi di jalan. Saat itu Uyi merasakan bahwa manusia itu lemah, dan penduduk kota sangat tergantung dengan energi: gas dan listrik. Tetapi, saat itu tak ada listrik , tak ada gas, dan bahkan tak ada air.

Uyi tak bisa masak, dan tak ada sesuatu yang bisa dibeli, makanan di supermarket habis. Kurang lebih tiga hari Uyi mengungsi. Dan Uyi pun mendapati informasi yang hebat, tsunami datang meluluh lantakan bangunan-bangunan di dekat pantai.
Setelah itu, bantuan darurat datang, nasi dan furikake (bumbu makanan asal Jepang) dari organisasi/pemerintah Jepang, dan disediakan hanya untuk anak-anak, yang sudah mulai menangis, menginginkan.

Di siang hari Uyi kehilangan Umar (SD di Jepang kelas 4) anak pertama dari tiga putra Uyi yang tinggal di Sendai, kemana dia pergi? Uyi mencarinya, ternyata Uyi dapati Ia (Umar) sedang mengantri sangat panjang berada di tengah-tengah orang Jepang.

Segera Uyi mengajak Umar untuk pulang ke tempat pengungsian, tak perlu mengantri karena lama dan melelahkan, mungkin sudah hampir 3 (tiga) jam dia berdiri. Tetapi dia tidak mau, dia suduh berjuang untuk mengantri dan tak mau meninggalkannya.

Tapi akhirnya dia mau ketika Uyi menggantikan posisi untuk antri membeli makanan di supermarket. Setelah sampai di ujung antrian, ternyata Uyi hanya mendapatkan satu batang cokelat dan satu botol softdrink, Alhamdulillah, dan Uyi berikan pada Umar (anak Uyi).

Uyi terkesan, walaupun ditimpa bencana, orang-orang Jepang sangat tertib. Mereka saling menolong dan saling memberi, yang sudah mendapatkan dua potong roti, dia berikan satu potong roti ke temannya yang sedang antri.

Tak lama kemudian ada bencana yang tak terduga, bangunan SMP tempat Uyi mengungsi kebakaran. Pemadam kebakaran datang dan sibuk menghentikan api yang terus menyala. Semua pengungsi berkemas-kemas dan harus pindah dari tempat itu.

Dan tak lama kemudian bantuan makanan datang dari Indonesia katanya dari PKPU, memberikan makanan mie instant, minuman dan berbagai hal yang diperlukan, setelah itu datang utusan dari KBRI Tokyo menawarkan untuk mengungsi ke Tokyo.

Akhirnya Uyi dan semua dari Indonesia bersiap-siap dan dikoordinasikan oleh KBRI ke Tokyo. Mulanya Uyi berfikir akan tinggal di Tokyo untuk sementara, tapi karena kondisi yang tidak memungkinkan, akhirnya Uyi dipulangkan ke Indonesia, untuk sementara waktu atas perintah presiden (katanya).

Kerja sama riset antara Laboratorium Kimia Anorganik Unsoed dan laboratorium environmental inorganic material chemistry (Sato Lab.), Tohoku University terus berjalan sejak tahun 2012 sampai saat ini. Setelah gempa hebat Uyi tetap berkomunikasi dan berdikusi.

Kerjasama itu terus terjalin, dengan melakukan riset bersama. Profesor di Universitas Tohoku, Jepang (Prof. Tsugio Sato) mempersilahkan untuk melakukan penelitian di Laboratoriumnya (di lab. tersebut, Uyi melakukan penelitian tentang material fotokatalis). Di Lab ini. disamping peralatan riset yang lengkap, juga informasi artikel ilmiah sangat mudah didapat. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.