
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pemerintahan baru Jokowi-JK bisa menyusun strategi pembangunan nasional dengan kerangka kerakyatan. Dalam hal ini pasangan yang baru terpilih sebagai presiden dan wakil presiden ini dapat melibatkan Kepala Polri dan Jaksa Agung dalam melakukan pembenahan, khususnya terkait dengan penegakkan hukum. Disamping itu pemerintahan Jokowi-Kalla bisa membangun kebijakan melalui legislasi yang pro pemberantasan korupsi.
Kongkritnya adalah Jokowi-JK harus menarik kembali draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang kini tengah digodok DPR. KPK menilai draf RUU KUHP/KUHAP tersebut memuat poin-poin yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, KPK meminta Jokowi-JK untuk merevisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru disahkan DPR. Undang-undang tersebut juga dianggap KPK berpotensi menghambat proses penyidikan di KPK, terutama yang berkaitan dengan pemanggilan anggota DPR untuk diperiksa.
“Tarik revisi UU KUHP dan KUHAP, lakukan amandemen MD3 jika tidak ada proses judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi), amandemen saja,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di kantornya, Jakarta, Rabu (23/7/2014).
Kewenangan DPR membuat peraturan perundang-undangan terkadang dimanfaatkan untuk maksud tertentu yang hanya menguntungkan segelintir kalangan. Hal ini biasa disebut dengan istilah politik legislasi. Alasan ini didasari atas penilaian KPK bahwa selama ini korupsi cenderung dilakukan secara tersistem melalui legislasi.
“Dilakukan by design (sudah didesain) yang mendasarkan pada kewenangan undang-undang, di antaranya UU MD3, sebelum diputuskan MK, lalu tentang satuan tiga, itu kan produk undang-undang, pasal-pasal soal kewenangan ijon, pemekaran-pemekaran daerah yang tidak didasarkan studi antropologi, sosial budaya, yang melibatkan elemen masyarakat sipil,” tuturnya.
Draf RUU KUHP/KUHAP telah dijadwalkan untuk kembali dibahas mulai dari awal oleh DPR periode 2014-2019. Pembahasan RUU ini oleh DPR periode 2009-2014 dihentikan setelah menuai kritik sejumlah pihak. Busyro sarankan bahwa hal pertama yang harus dilakukan presiden terpilih adalah dengan mengkaji ulang politik legislasi.
“Fakta ini hal yang menarik akademik agar yang pertama-tama dilakukan presiden terpilih. Mereview politik legislasi yang selama ini ditempuh dua periode SBY, semua parpol menyumbang, termasuk PDIP. Ke mana rveiew nya? kembali ke semangat konstitusi dan kerakyartan,” kata Busyro.
Busyro juga mengingatkan Jokowi-JK untuk memilih anggota kabinet dari kalangan yang sudah teruji rekam jejaknya, memahami permasalahan, dan memiliki komitmen kuat untuk menjalankan agenda demokratisasi yang pro rakyat. Jokowi-Kalla diminta tidak mengangkat politikus busuk, birokrat bermasalah, atau pebisnis hitam sebagai pejabat yang duduk di kabinetnya. (Has)