Rabu, 24 April 24

Ini Tiga Ujian Allah dan Cara Mengatasinya

Ini Tiga Ujian Allah dan Cara Mengatasinya
* Ustaz Adi Hidayat. (suaramuslim)

Jakarta, Obsessionnews.comAllah subhanahu wa ta’ala memiliki cara untuk menaikkan derajat atau kedudukan seorang hamba di hadapan-Nya. Cara itu berupa ujian yang akan ditimpakan sesuai dengan kadar keimanan kepada-Nya.

Ustaz Adi Hidayat menjelaskan bahwa ada tiga jenis ujian yang diberikan Allah subhanahu wa ta’ala dalam kehidupan manusia.

“Kalau Antum sedang dibimbing oleh Allah menuju kedudukan yang tinggi, maka sadarlah teman-teman pada saat yang bersamaan Antum tidak akan sunyi dari rintangan-rintangan sekitar,” kata Ustaz Adi dikutip dari muslimobsession.com, Senin (4/2/2019).

Menurutnya, semakin tinggi kedudukan seorang hamba maka semakin tinggi pula ujian yang akan menimpanya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 214 yang artinya, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

Berdasarkan ayat ini, jelas Ustaz Adi, ada tiga bentuk ujian yang Allah turunkan.

Pertama, ujian yang disebut dengan ba’sun atau jamaknya ba’sa (بأسا) yang  bermakna ujian ringan. Misalnya, seseorang yang jarang ke masjid tergerak hatinya untuk shalat berjamaah di masjid. Namun ketika ingin ke masjid, tiba-tiba Allah turunkan hujan gerimis.

“Ini ujian ringan. Jika diuji dengan yang ringan maka Antum kadarnya masih ringan dan akan diuji dengan (ujian) yang menengah. Tapi kalua belum lulus di sini (ujian ringan), maka Antum terus akan di sini sampai lulus,” jelas Ustadz Adi.

Terkait hal ini Ustaz Adi mengemukakan QS. Al-Baqarah ayat 286 yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…”

Kedua, Allah berikan ujian menengah atau disebut dharrun atau jamaknya dharra’ (ضرآء). Ustadz Adi menjelaskan, ujian ini sudah menyangkut fisik. Kalau ada hinaan datang mengarah pada hinaan fisik.

“Lihat rumusnya baik-baik dan ini lebih menenangkan jiwa. Ketika Anda berada pada level seperti ini (naik dari rendah ke menengah), ini artinya Allah sedang menaikkan iman Anda pada level yang tinggi lagi,” tutur Ustaz Adi.

Ketiga, ujian yang disebut zilzal atau jamaknya zulzilu (زلزلوا) yang artinya gempa atau goyang. Ujian ini membuat goyang hati seseorang. Ujian ini datang sehingga membuat seseorang susah tidur karena diserang dari banyak sisi.

Sehingga Rasulullah dan orang-orang beriman, imbuh Ustaz Adi, sampai mengatakan, ‘kapan (ujian) ini berakhir?’.

“Jika Anda berada di level ini, saya ucapkan ‘selamat’ kepada Anda karena Anda akan diangkat pada kedudukan tertinggi dari sekian ujian yang ada,” ujar Ustaz Adi.

Oleh karenanya seseorang seharusnya bahagia berada pada posisi ini. Karena ia terpilih dari sekian banyak hamba Allah di muka bumi. Artinya, Allah akan mengangkat derajatnya.

“Allah percaya pada Anda, maka berbahagialah… Yakinlah, mustahil Allah berikan ujian kalau Anda tidak sanggup. Maka jangan mengeluh!” tegasnya.

Lalu, bagaimana solusi saat diberikan ujian tersebut?

Ustaz Adi mengatakan, Allah memberikan solusinya di dalam QS. Ali Imran ayat 142 yang artinya, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad (kesungguhan) di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar”.

Kalimat jaahadu (جاهدوا) berasal dari kata al-juhdu (الجهد) yang bermakna serius, sungguh-sungguh. Ini artinya jika sebuah persoalan ingin selesai maka harus serius. Misalnya, jika seseorang ingin selesai kuliahnya, maka ia harus serius dalam belajarnya. Begitu juga untuk yang berumah tangga, jika ingin baik urusannya maka harus serius dalam berumah tangga dengan menerapkan hukum-hukum Allah.

Al-juhdu, menurut Ustaz Adi, dibagi ke dalam tiga bagian. Pertama, serius dalam merencanakan atau disebut ijtihad. Kedua, mengaktualisasikan rencana yang sudah dibuat (ijtihad) dalam perbuatan atau disebut jihad.

Dan yang terakhir adalah mujahadah (مجاهدة) atau perjuangan melawan emosi. Karena yang berat itu, menurutnya, bukan menghadapi fisik melainkan menghadapi diri sendiri. Misalnya, mau ke masjid tapi malas. Jika hujan bisa diatasi dengan adanya payung, maka malas mau diatasi dengan cara apa? Lawan! Itulah mujahadah.

“Maka gabungkanlah ketiganya lalu isi dengan sabar,” pungkas Ustaz Adi. (Fath)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.