
Jakarta – Indonesia dinilai belum merdeka dari perilaku koruptif yang melanda negeri ini. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa tren korupsi cenderung meningkat pada semester I tahun 2014. Pada periode tersebut, terdapat 308 kasus korupsi hasil temuan kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan jumlah tersangka sebanyak 659 orang.
“Terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada periode semester satu 2014 dibanding perode sebelumnya,” ujar Koordinator Divisi Investigasi ICW Tama S Langkun melalui siaran pers, Minggu (17/8/2014).
Dari 308 kasus yang ditemukan periode ini sebanyak 51 korupsi dilakukan dengan modus penggelapan di wilayah kabupaten, 19 kasus dengan modus penyalahgunaan anggaran di wilayah kota, 4 kasus dari laporan fiktif di wilayah provinsi, dan 4 kasus penyalahgunaan anggaran di wilayah pusat. “Korupsi dengan modus laporan fiktif mengalami peningkatan sebanyak 27 kasus,” katanya.
Dia menilai perilaku koruptif dari pejabat baik pada level eksekutif, legislatif, maupun yudikatif masih menjangkiti para penyelenggara negara. Dan katanya, itu terjadi di semua level dari pusat hingga daerah. Meskipun demikian, korupsi yang menyebabkan kerugian negara relatif besar terjadi pada pemerintahan pusat. Total kerugian negara secara keseluruhan mencapai Rp3,7 triliun. “Kita belum terbebas dari belenggu perilaku korupsi,” tutur Tama.
Kasus-kasus korupsi yang terjadi di pusat antara lain dugaan korupsi pengadaan E-KTP yang ditaksir sebesar Rp 1,12 triliun, dugaan korupsi biaya penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 1 triliun dan dugaan korupsi terkait penerimaan permohonan wajib pajak atas surat ketetapan pajak nihil (SKPN) PPh sebuah bank swasta di Dirjen Pajak sebesar Rp 375 miliar.
Tama menjelaskan kejaksaan merupakan aparat penegak hukum yang paling banyak menangani kasus korupsi. Terjadi peningkatan penanganan kasus korupsi yang dilakukan kejaksaaan sebanyak 48 kasus, peningkatan kasus juga terjadi pada KPK yang mencapai 16 kasus, sedangkan penanganan kasus di kepolisian tercatat menurun 8 kasus.
Adapun penangan kasus korupsi paling banyak terjadi pada sektor infrastruktur, disusul sektor keuangan daerah dan sektor pendidikan serta sosial kemasyarakatan. Sementara enam aktor paling banyak ditetapkan tersangka, yakni pertama pejabat atau pegawai pemda/kementerian, kedua direktur/ komisaris/ konsultan/ pegawai swatsa, ketiga kepala dinas. Aktor keempat yaitu anggota DPR atau DPRD, disusul direktur/ Komisaris/ pejabat pegawai BUMN atau BUMD dan terakhir kepala daerah.
“Tindak pemberantasan korupsi pada periode ini paling banyak dilakukan di wilayah kabupaten sebanyak 205 kasus,” ungkapya. (Has)