Kamis, 25 April 24

INDEF: Rupiah Sulit Kembali Dibawah Rp12 Ribu

INDEF: Rupiah Sulit Kembali Dibawah Rp12 Ribu

Jakarta, Obsessionnews – Pengamat ekonomi INDEF, Enny Sri Hartati, memprediksi rupiah akan sulit mencapai angka 12 ribu kembali. Menurutnya, potensi resiko rupiah akan tetap ada selama permintaan lebih besar daripada suplai-nya, maka resiko masih sangat terbuka.

“Kalau rilis BPS kemarin, kan kita surplus tetapi yang menjadi persoalan kan yang surplus ini kan hanya neraca perdagangan. Kalau neraca pembayaran kita masih devisit. Itu yang mempunyai potensi untuk resiko rupiah tetap ada. Jadi, selama permintaan lebih besar daripada suplainya maka resiko depresiasi masih sangat terbuka,” jelasnya kepada Obsessionnews di Jakarta, Senin (20/4/2015).

Menurut Enny, mengukur berapa dimen suplay pembayaran harus ada pemisahan rupiah tidak hanya diimpor, dimana neraca perdagangan selama ini hanya mencerminkan ekspor impor. “Padahal mengetahui berapa kebutuhan pasar untuk financial dan sebagainya sudah tercermin diperdagangan atau neraca pembayaran,” tuturnya.

Ekonom INDEP ini menilai, rupiah untuk kembali mencapai angka 12 ribu akan mengalami kesulitan. “Padahal data finansial kita masih deficit. Neraca pembayarannya masih deficit, itu artinya tensi rupiah untuk kembali berfluktuasi tetap tinggi. Hanya hitung-hitungan kita memang sangat sulit untuk bisa menembus ke 12 ribu kembali. Jadi, keseimbangan barunya ya di kisaran ini 13 ribu, kadang juga di atas kadang juga di bawah. Kecuali ini memang ada terobosan,” jelasnya.

Enny menyesalkan BI belum tegas untuk menetapkan kebijakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) rupiah sebagai alat transaksi keluar negeri. “Harapannya kemarin PBI yang mewajibkan transaksi di luar negeri itu rupiah benar-benar bisa teriplementasi. Cuma kan kemarin PBI bukan PP karena kan PBI implikasi untuk punishment-nya ke sektor-sektor koperasi kan. Saya nggak terpikir kalau ada korporasi yang melanggar terus apa yang bisa dilakukan BI kalau PBI itu,” tandasnya.

Ia pun membandingkan melalui Peraturan Pemerintah Upah Minimum Provinsi (PP UMP) yang langsung dapat diidentifikasi siapa yang melakukan pelanggaran. “Kalau melalui PP UMP dapat diidentifikasi siapa yang melakukan pelanggaran. kita sudah tau siapa yang melanggar mereka pemerintah bisa mencabut izin usaha dan sebagainya. Tapi ini suatu sosialisasi bahwa kedepan ini semua transaski di dalam negeri ini pake rupiah supaya mengurangi resiko tingginya permintaan rupiah dan tingginya potensi rupiah yang dilakukan regulasi,” terangnya.

Tapi menurutnya, kalau rupiah hanya digunakan transaksi internasional maka maiping kebutuhannya akan lebih jelas. “Bahwa untuk kebutuhan impor sekian untuk reparasit sekian, sehingga dilihat berapa pasokan yang masuk, sehingga nanti Bank Indonesia juga mudah, apakah BI perlu interfensi atau tidak mudah intervensi,” tegasnya. (Asma)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.