
Jakarta – Sebelas tahun terakhir, ini episode yang pertama Indonesia melakukan hukuman mati yang paling terbanyak sejumlah enam orang tepatnya pada pukul 00.00 di Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada Minggu 18 Januari 2015. Satu orang dari Warga negara Indonesia sedangkan lima orangnya merupakan warga negara Asing. Hukuman mati juga ini dilakukan 91 hari Jokowi dilantik sebagai presiden. Tentunya tindakan yang reaksinis ini megundang berbagai negara angkat bicara seperti Presiden Brazil Dilma Roussef yang sebelumya juga meminta kepada Jokowi agar warganya tidak di hukum mati di Indonesia.
“Menjadikan hukuman mati pelaku narkoba tentu mendapatkan reaksi masyarakat internasional karena ini kontradiktif dari kecenderungan-kecenderungan masyarakat dunia. Ada 140 negara dunia saat ini menjauhkan diri dengan keadaan seperti ini,” ungkap Prof. Dr. Hafid Abbas, Ketua Komisi Hak Asasi Manusia pada saat memberikan argumentasi soal mengapa Indonesia harus memberhentikan hukuman mati di depan wartawan, Senin (19/1/2015), di Kantor Komnas HAM, Jakarta.
Adanya kondisi dari belahan dunia mempertanyakan persoalan ini seperti Duta Besar Mesir telah dipanggil balik di negaranya, Duta Besar Belanda juga melakukan hal yang sama. “Bisa saja ada hal yang menyulitkan poisis Indonesia ketika prinsip-prinsip hubungan antara bangsa dimana ada prinsip timbal balik”, duganya.
Jadi lanjutnya kalau kita ingin supaya 278 WNI yang telah dijatuhi hukuman mati diberbagai negara terutama di Arab Saudi dan di Malaysia maka kita memiliki poisisi yang sangat lemah untuk membebasakan mereka karena kita telah menjatuhkan hukuman mati pada warga bangsa lain”, katanya.
Berdasarkan laporan Bank Dunia (Word Bank) bahwa akualisi regulator hidup terendah dimana kualitas hubungan mencapai poin 3,56 yang artinya kualitas hukum Indonesia sangat lemah jika dibandingka Singapore pada poin 10 sedangkan Australia 9,7 poin kualitas hukumnya. “Jika pencuri motor di Singapore ditangkap maka akan diproses secara adil, sedangkan Indonesia belum sampai pada kualitas yang bisa kita terima secara comeback. Jadi seharusnya yang harus dibenahi oleh neraga atau pemerintah adalah infrastruktur hukum ini suapaya tidak menjadikan Indonesia sebagai sasaran narkoba”, jelasnya
Abbas menilai ada suatu pekerjaan rumah yang besar untuk Indonesia dalam memerangi dan membumi hanguskan narkoba di Indonesia. “Kalau begini maka selalu diliat bahwa Indonesia itu wilayaha yang aman, makanya jangan edarkan narkoba di Singapore karena penerapan hukumnya hampir sempurna sedangkan kita sangat lemah. Jika dibandingkan Malaysia 5,6 jadi hampir 6 poinya sehingga peluang untuk kabur bagi mereka pengedar narkoba itu lebih kekcil dibanding Indonesia.
Adapun keenam terpidan tersebut adalah : Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil) usia 53 tahun sebagai pilot, Namaona Deis (WN Malawi) Kepala Bidang Administrasi Kemaan dan Ketertibaan, Daniel Enemuo alias Diarrassoubu Mamadou (WN Nigeria), Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias ANce Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda) yang dijuluki raja ekstasi, Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam) yang di juluki ratu sabu dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI). (Asma)