
Bandung, Obsessionnews – Wacana penghapusan hukuman mati akan menjatuhkan martabat Indonesia di dunia internasional. Kini muncul wacana untuk menghapus pidana mati dari hukum positif di Indonesia.
Wacana penghapusan hukuman mati itu menguat setelah revisi RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dalam drafnya memuat penghapusan hukuman mati tersebut dalam pidana pokok.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Bandung (Unisba) Rusli Kustiaman Iskandar, Jumat (8/5/2015), wacana penghapusan hukuman mati pada KUHP juga akan membuat terpidana mati berbondong-bondong mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan hakim yang sebelumnya sudah ditetapkan.
Menurut Rusli sejauhmana kebutuhan kita terhadap kerjasama dengan negara asing tidak harus merugikan bangsa sendiri, seperti halnya dengan Brazil dan Australia. Sikap kita harus tegas dalam integritas bangsa, jadi kita yang menentukan kebutuhan tersebut bukan negara asing.
Selain itu, lanjutnya, penghapusan hukuman mati akan menggerakan 108 terpidana mati saat ini untuk berusaha bebas dari hukuman tersebut. “Selain terhadap bandar narkoba menurut survey kompas beberapa waktu lalu kan ada 27% masyarakat indonesia menyetujui adanya hukuman mati bagi koruptor,” paparnya.
Sehingga, tegas dia, kejahatan luar biasa seperti narkoba, koruptor serta kejahatan lainnya akan terus tumbuh apabila hukuman mati dihapuskan. Rusli menilai kenapa hukuman mati diterapkan tentunya untuk menghilangkan seseorang yang merugikan ribuan oranglainnya.
“Memang kematian merupakan hak prerogativ Tuhan, hukuman mati dilakukan untuk membela kebenaran dan mempertahankan harkat martabat bangsa serta generasi mendatang,” ujarnya.
“Begini saja kalau takut hukuman mati, jangan ada warga asing atau warga kita yang berbuat mengundang hukuman mati di negeri ini. Menurut UUD’45 negara melindungi segenap bangsa Indonesia, berarti negara bertanggung jawab atas keselamatan rakyatnya dari masalah narkoba, hukuman mati menurutnya akan meminimalisir kejahatan besar yang merusak bangsa,” tegas Rusli.
“Kita punya semua tentang sumber daya alam, seperti halnya di Papua kita punya uranium yang harganya 10 kali lipat harga emas,” paparnya.
Namun, kata dia, saat ini ketika kita akan membangun tenaga nuklir, entah dari mana uraniumnya nanti. Sehingga tetap kita harus punya sikap untuk negara kita, bukannya diatur negara lain, seperti halnya penghapusan hukuman mati.
Ia menuturkan, rakyat Indonesia punya kepentingan untuk membela dirinya atas kerusakan yang akan terjadi. “Jadi, jangan berpikir yang aneh, aneh seperti ingin gedung baru, penghapusan hukuman mati dan lain-lain,” tegasnya.
Rusli mendukung upaya hukuman mati bagi pecandu narkoba dan hukum potong tangan bagi koruptor. Apabila DPR tetap melakulan pembahasan penghapusan mati, maka akan kontraproduktif bagi negara ini.
“Jangan ada undang-undang yang hanya berpihak pada kepentingan pribadi dan golongan harus mencerminkan keinginan rakyat,” tandasnya.
Menurut dia, kalaupun nantinya pembahasan penghapusan hukuman mati jadi ditetapkan, maka sebaiknya di yudisial Review ke Mahkamah Konstitusi. Sebelum itu terjadi, maka kita tidak boleh dikendalikan asing. Kalaupun ada HAM, justru bandar narkoba paling duluan melanggar HAM dan merugikan rakyat Indonesia.
“Jangan diadukan antara kambing dengan kandangnya, raganya manusia tapi pola pikirnya merusak bangsa, maka orang-orang yang merusak bangsa tidak punya perasaan,” tuturnya. (Dudy Supriyadi)